Rudy Badil, Buku, dan Petualangan...
Rudy David Badil, wartawan senior Kompas yang berpulang pada Kamis (11/7/2019), merupakan sosok langka yang memiliki energi sekaligus talenta. Karya tulisannya yang bernas tak hanya di Kompas, sejumlah buku soal petualangan dilahirkannya.
Kamis (11/7/2019) malam, Ruang J di Lantai 1 Rumah Duka Rumah Sakit Dharmais, Jakarta Barat, dipenuhi pelayat. Silih berganti datang dan pergi. Karangan bunga tanda dukacita terus mengalir memadati teras ruangan. Berebut tempat dengan para pelayat.
Kerabat dan sahabat berkumpul begitu mendengar kabar duka Rudy David Badil telah tiada. Satu per satu bergantian memanjatkan doa di depan peti tempat jasad Badil membujur kaku.
Di usia 73 tahun, Rudy Badil berpulang pada Kamis pukul 07.14 setelah dirawat di RS Hermina Depok karena sakit. Kabar duka ini dengan cepat menyebar melalui media sosial dan grup Whatsapp.
Sementara di dinding di belakang peti jenazah Badil terbentang bendera kebesaran Mapala Universitas Indonesia berwarna kuning menyala. Ini tak lain karena Badil merupakan salah satu dari angkatan pendiri Mapala UI dengan nomor keanggotaan M-033-UI.
Maka, tak heran jika hampir seantero jagat pegiat alam bebas dan anggota pencinta alam di Tanah Air tak asing dengan sosok Rudy Badil.
Yayak M Saat (53), anggota Mapala UI, menyebut Rudy Badil sebagai sosok langka yang memiliki energi sekaligus talenta. Badil mampu melihat aneka sisi kehidupan manusia yang berbeda. ”Butuh pengetahuan luas, referensi yang banyak, dan pergaulan yang cair untuk bisa seperti itu. Makanya, Badil bisa bersahabat dengan banyak orang,” kata Yayak.
Baca juga: Wartawan Senior Rudy Badil Meninggal
Ya, gaya penulisan bertutur ditambah wawasan luas dan kemampuan menangkap persoalan membuat tulisan Badil renyah dan bernutrisi. Membaca tulisan Rudy Badil memang seolah sedang berbincang dengan empunya.
”Itu jurnalisme bertutur,” kata seorang wartawan senior Kompas. Badil juga memberikan roh pada tulisannya dengan pendekatan humanis dan detail yang memikat.
”Badil dan tulisan-tulisannya sudah menjadi bagian dari kegiatan komunitas pendaki dan pencinta alam di Indonesia,” ujar Iwan Hignasto, salah seorang anggota senior perhimpunan penempuh rimba dan pendaki gunung Wanadri, yang datang melayat ke Rumah Duka Dharmais, Kamis sore.
Galih Donikara, anggota senior Wanadri lainnya, menilai Rudy Badil sebagai pribadi yang nyeleneh dan membuat lawan bicara selalu terkekeh.
”Dialah orang yang celotehan dan tulisannya sama renyahnya,” ucap Kang Galih, yang terakhir kali bertemu dengan Badil saat pertemuan sejumlah perwakilan pencinta alam di kawasan Situ Gunung, Sukabumi, Jawa Barat, dua tahun silam.
Buku terakhir
Selain menciptakan tulisan yang bernas di koran, Rudy Badil juga sudah menelurkan sejumlah buku soal petualangan. Sebut saja kumpulan tulisan Norman Edwin yang diedit oleh Badil dan diberi judul Catatan Sahabat Sang Alam. Ada juga buku Soe Hok-Gie..Sekali Lagi. Gie adalah teman satu angkatan Badil di Mapala UI.
Baca juga: Karya Rudy Badil Menjadi Warisan yang Menginspirasi
Badil juga yang menjadi editor dari dua buku soal pendakian 7 summits Mahitala Universitas Katolik Parahyangan, Bandung, dengan judul Pucuk Es di Ujung Dunia dan Menapak Tiang Langit.
Bahkan, beberapa hari sebelum dirawat di RS Hermina Depok, Badil sempat menyerahkan naskah buku soal pendakian Mapala UI ke Aconcagua yang berujung pada tragedi tewasnya Norman Edwin dan Didiek Samsu ketika perjalanan menuju puncak.
Rudi Nurcahyo (51), anggota Mapala UI lain, menuturkan, Rudy Badil berhasrat untuk menggarap sendiri buku yang mengisahkan tentang pendakian ke Aconcagua tersebut dengan figur sentral Norman Edwin.
”Yang gue tangkap (buku) itu menjadi semacam persembahan terakhir Badil buat Norman,” ucap Rudi Nurcahyo yang akrab disapa Rudi Becak.
Buku tersebut yang menurut rencana berjudul Aconcagua 1992 dengan tebal sekitar 200 halaman itu akan diterbitkan Kepustakaan Populer Gramedia (KPG) sebanyak 1.000 eksemplar. Naskah buku yang dikerjakan sebagian besar ditulis Rudy Badil dengan dibantu penulis lain dari Mapala UI, termasuk Rudi Becak.
Baca juga: Badil dan Cerita Warkop DKI di Halaman Satu Harian ”Kompas”
Rudi melihat sosok Badil memang seperti mentor bagi Norman Edwin yang juga berprofesi sebagai wartawan Kompas saat tewas di Aconcagua. Rudi yang juga turut serta dalam pendakian ke Aconcagua bersama Norman dan Didiek kehilangan enam ruas jari karena terkena radang beku (frostbite).
Menurut Rudi, Badil merupakan sosok yang temperamental karena kerap sekali mengomel, bahkan kepada teman-temannya sendiri. Namun, di lain sisi, dia juga sering memiliki ide brilian yang tak terduga. Karya Badil dinilai banyak menginspirasi generasi muda untuk menjadi wartawan atau penulis.
Seperti tulisannya, Rudy Badil memang pribadi yang blak-blakan. Orang yang keras, gigih, supel, dan sudah putus urat malunya. ”Bahasanya dia itu nakal-nakal, gitu. Nyeleneh,” kata Rudi, yang ditemui saat melayat Badil di Rumah Duka Dharmais, Kamis malam.
Rudy Badil bukan sekadar wartawan yang gigih di lapangan, tetapi juga konseptor yang andal. Banyak laporan ekspedisi Kompas yang dahsyat tercipta dari instruksi tangan dingin dan mulut bawel Rudy Badil.
Rafiq Pontoh (72), teman satu angkatan Rudy Badil di Mapala UI, menilai Badil sudah tampak berbakat menjadi konseptor dan organisator sejak di Mapala UI. ”Dia orangnya banyak perhitungan. Kalau kita langsung saja, just do it,” ucap Rafiq yang kini berjalan dengan bantuan tongkat.
Badil bernama asli Rudy David, tetapi kemudian mendapat tambahan julukan ”Badil” sewaktu SMA. Dia disebut bengal seperti badil. Karena merasa suka dengan kata itu, anak ketiga dari lima bersaudara yang besar di Tanah Abang ini pun langsung mengimbuhkan nama Badil sehingga jadi Rudy Badil. Di Kompas, Badil mendapat inisial BD sehingga kerap kali juga dipanggil BD.
Nanang, anggota senior Wanadri, bahkan menjuluki Badil sosok ”kakek sakti nakal” yang selalu melawan pakem dan peletak tonggak antikemapanan dalam dunia naik gunung. Celotehnya luar biasa berpengaruh. ”Idu geni kalau kata orang Jawa,” ucap Nanang.
Baca juga: Omelannya Tak Akan Kita Dengar Lagi
Tak hanya dalam dunia petualangan dan jurnalistik, Rudy Badil juga dianggap figur publik di dunia hiburan setelah ikut membidani lahirnya grup lawak Warkop Prambors bersama Nanu, Dono, Kasino, dan Indro.
Dunia petualangan mungkin tak lagi sama setelah Norman Edwin, Didiek Samsu, dan kini Rudy Badil tiada. Namun, semangat mereka akan tetap menyala sampai kapan pun. Selamat jalan menuju keabadiaan Rudy Badil. Selamat berkumpul dengan Norman, Didiek, Dono, dan Kasino..