Joko Widodo dan Prabowo Subianto akhirnya bertemu untuk pertama kali setelah pemungutan suara usai. Pertemuan tokoh yang menjadi rival dalam Pemilu Presiden 2019 ini ditunggu banyak kalangan. Harapan bersemi seusai pertemuan Sabtu (13/7/2019) ini.
Joko Widodo dan Prabowo Subianto akhirnya bertemu untuk pertama kali setelah pemungutan suara usai. Pertemuan tokoh yang menjadi rival dalam Pemilihan Umum Presiden 2019 ini ditunggu banyak kalangan. Harapan bersemi seusai pertemuan pada Sabtu (13/7/2019) ini.
Pelaku usaha yakin akan muncul kestabilan politik yang lebih baik pada semester II-2019. Ellen Hidayat, Ketua Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Dewan Pimpinan Daerah Provinsi DKI Jakarta, menilai pertemuan itu merupakan sinyal positif. Ia berharap seluruh bangsa kembali bersatu. Dengan sinyal itu, semua pihak bisa berkonsentrasi untuk bersama-sama meningkatkan perekonomian Indonesia.
Menurut Ellen, sinyal itu sangat baik bagi pelaku usaha pusat perbelanjaan. Dengan politik yang sudah cair, mereka berharap situasi keamanan juga akan terus kondusif.
”Kami mengharapkan keamanan selalu dapat dalam keadaan kondusif sehingga masyarakat akan mulai berani untuk meningkatkan daya belinya,” ucap Ellen yang juga menjabat Chief Executive Officer Mal Baywalk dan Mal Emporium Pluit.
Tidak hanya itu, lanjut Ellen, pertemuan Jokowi dan Prabowo terjadi di salah satu pusat perbelanjaan, yakni FX Sudirman. Pertemuan keduanya menandakan sinyal baik bagi mal yang saat ini sudah sangat kondusif untuk dikunjungi.
”Ini memberikan kesan yang baik bagi semua pihak. Inilah yang ditunggu oleh masyarakat, yaitu persatuan untuk Indonesia yang lebih baik dan maju,” ucapnya.
Tahapan pilpres yang sempat berujung rusuh pada Mei 2019 berpengaruh signifikan terhadap pusat perbelanjaan. Di Jakarta, beberapa pusat perbelanjaan memilih tutup pada akhir Mei. Sisanya tetap buka, tetapi mengalami penurunan pengunjung hingga 40 persen.
Soelaeman Soemawinata, Ketua Umum Real Estat Indonesia (REI), mengucapkan, pihaknya juga menyambut baik pertemuan dua negarawan tersebut. Menurut dia, pertemuan itu menunjukkan adanya ajakan untuk membangun bangsa bersama.
”Pertemuan dua orang pemimpin bangsa yang saling kompetisi, setelah kompetisi mereka bertemu dan bersatu kembali membangun bangsa. Itu akan mempunyai dampak positif psikologis ke banyak hal. Tidak hanya ekonomi, tetapi kehidupan masyarakat secara umum,” ucap Soelaeman.
Soelaeman yakin, pertemuan itu akan semakin menggenjot bisnis real estat di Indonesia. Tentunya hal itu berasal dari kondisi masyarakat yang sudah tidak menunggu dan melihat stabilitas keamanan seperti yang terjadi saat pilpres. ”Di triwulan I-2019 sudah cukup positif. Tren ini harus dijaga terus,” lanjutnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, pertemuan tersebut sudah dinanti kalangan pengusaha. Sebab, pertemuan itu merupakan simbol rekonsiliasi yang tentunya sangat positif.
”Semoga ini dapat terus berlanjut untuk seluruh unsur masyarakat pendukungnya. Kami optimistis, kalau stabilitas politik dapat terus terjaga, maka memberikan sinyal positif bagi dunia usaha di dalam dan di luar negeri. Pekerjaan rumah pemerintah khususnya di bidang ekonomi masih banyak,” tuturnya.
Akar rumput
Hanny (55), ibu rumah tangga yang berdomisili di Jakarta, menyampaikan, pertemuan Presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto merupakan momen yang ditunggu rakyat Indonesia.
”Saat melihat pertemuan itu, lega rasanya. Kejadian ini membuat kami senang. Melihat mereka santai di MRT benar-benar contoh yang bagus,” ujarnya.
Ia berharap, Jokowi dan Prabowo dapat terus bergandengan tangan ke depan dalam membangun Indonesia yang lebih maju. ”Kita sama-sama orang Indonesia. Buat apa bermusuhan terus? Malu sama negara lain. Kalau mau maju, kita semua harus kompak,” ucap Hanny.
Ia juga yakin, dengan menyaksikan para pemimpinnya kompak, rakyat yang tadinya terbelah akan menjadi lebih akrab dengan sesama. ”Melihat berita dari televisi, pertemuan mereka berlangsung dengan lancar. Keduanya tampak berniat untuk menjalin hubungan yang baik,” ujar Hanny.
Sementara itu, Vika Prasetyo (22), mahasiswa di salah satu universitas di Jakarta, merasa letih dan kesal melihat kondisi politik di Indonesia dari pra dan pasca-Pemilu 2019. Sebab, peristiwa itu mengakibatkan masyarakat saling menghujat dan saling menjatuhkan dengan cara menyebar berita yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
”Kami, anak muda, juga kena imbas. Pertemanan kami ada yang pecah hanya karena perbedaan pandangan politik. Perdebatan berawal dari media sosial, kemudian berujung tak saling tegur. Belum lagi senior, alumnus, dan dosen yang bermedia sosial pun ikut memperparah situasi dengan link portal berita serta komentar yang penuh hasutan,” tutur pria yang akrab disapa Tyo itu.
Menanggapi pertemuan Jokowi dan Prabowo, Tyo berharap itu tidak hanya gimik semata dan betul-betul bisa meredam perpecahan di kalangan masyarakat.
”Jadi, buat para cebong (sebutan pendukung Jokowi) dan kampret (sebutan pendukung Prabowo), lihat pemimpin kalian berpelukan dan jalan bersama. Bolehlah mengkritik untuk mengawasi dan sifatnya membangun. Namun, jika sudah saling menghasut, menyebarkan berita hoaks, hingga menyebarkan kebencian, justru membuat kita tidak pernah maju,” ujar Tyo.