Dua Korban "Pengantin Pesanan" Berhasil Dipulangkan
›
Dua Korban "Pengantin Pesanan"...
Iklan
Dua Korban "Pengantin Pesanan" Berhasil Dipulangkan
Oleh
SHARON PATRICIA/SONYA HELLEN SINOMBOR
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Dua korban perdagangan manusia dengan modus pengantin pesanan dari China berhasil dipulangkan ke Tanah Air. Meski begitu, kedua korban masih trauma. Sementara terhadap korban-korban lain, Pemerintah juga berkomitmen dan menargetkan memulangkan mereka.
Dari laporan data Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), total ada 29 perempuan yang diduga menjadi korban dari modus pengantin pesanan atau kawin kontrak dengan pria dari China. Sejauh ini, 12 perempuan telah berhasil dipulangkan.
Pada Sabtu (13/7/2019) sekitar pukul 20.00 WIB, dua korban perdagangan manusia, yaitu IP (14) dan YM (28), tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten. Selain disambut oleh SBMI dan Lembaga Bantuan Hukum Jakarta, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Daniel Johan juga turut menyambut.
“Tentu segala bentuk perdagangan manusia akan kami tolak. Selain melanggar hukum pidana, itu juga melanggar hak-hak kemanusiaan. Apalagi kalau misalkan, di sana terjadi pengeksploitasian sampai penyiksaan,” ujar Daniel, yang berasal dari Daerah Pemilihan Kalimantan Barat.
Menurut Daniel, saat ini yang terpenting adalah menindak sindikat tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus pengantin pesanan. Dalam waktu dekat, Daniel bersama anggota komisi I DPR akan menggelar rapat untuk membahas langkah ke depan.
“Yang kita khawatirkan kalau, misalkan, ada korban yang bisa saja mengalami penyiksaan luar biasa. Ini jelas harus ditindaklanjuti,” tegasnya.
Yang kita khawatirkan kalau, misalkan, ada korban yang bisa saja mengalami penyiksaan luar biasa. Ini jelas harus ditindaklanjuti.
Sejalan dengan itu, Sekretaris Jenderal SBMI Bobi Anwar Maarif menyampaikan, kejadian ini telah memenuhi unsur-unsur pidana perdagangan orang yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Bobi menilai, modus pengantin pesanan telah memenuhi unsur-unsur perdagangan manusia yang diatur dalam UU tersebut. Pertama, yaitu ada proses penerimaan, pendaftaran, hingga pemindahan ke luar negeri.
Selain itu, ada unsur penipuan. Para korban diiming-imingi dengan kehidupan yang lebih layak, namun kenyataannya tidak demikian. Bahkan, ada unsur pemalsuan identitas, khususnya bagi IP (14) yang masih termasuk anak-anak, usianya dituakan menjadi 20 tahun.
Unsur ketiga, yaitu eksploitasi dan kekerasan. Dalam perkara ini, YM (28), yang bekerja sebagai perajin alat-alat Imlek atau Tahun Baru China, tidak pernah diberi upah atas pekerjaannya. Kedua korban pun sempat mengalami kekerasan.
Menyisakan trauma
Kisah kepulangan mereka tak berbeda dengan para korban yang sudah lebih dahulu pulang, tetap menyisakan trauma. Pada awalnya, saat diajak berbicara, mereka enggan menatap mata Kompas.
YM mengaku pernah dicakar hingga dipukul oleh suaminya di China yang hingga kini masih menyisakan bekas luka di bagian paha kiri atas. “Batinku juga tersiksa. Kalau ada chat dari orang Indonesia, itu langsung dihapus,” ujarnya.
Dia pun menilai bahwa dirinya dijual, bukan dinikahi. Sebab, setiap ada perempuan yang dibawa ke China, agen tersebut akan menerima uang 300.000 yuan atau sekitar Rp 700 juta. “Mertuaku juga sempat bilang bahwa mamaku menjual aku. Bahwa aku sebenarnya dibeli oleh mereka,” kata YM.
Sama halnya dengan yang dialami IP. Dia mengaku pernah dicekik oleh suaminya di China. “Ketika tidur, tiba-tiba saya dicekik. Katanya bercanda, tapi yang saya rasakan itu sakit,” tuturnya sambil memperagakan ulang.
Selain itu, IP juga mendengar langsung dari ibu kandungnya bahwa dirinya dijual. “Mama kandungku bilang, memang dijual tapi suami kamu yang beli kamu, kata mamaku. Mama juga bilang kamu jangan pulang dulu, tunggu rumah ini jadi baru pulang, ya, aku turutin saja,” kata IP.
Peran mak comblang
Dalam kesempatan ini, YM dan IP juga menyampaikan harapannya kepada Daniel. Secara khusus untuk memulangkan kedua teman yang seharusnya pulang bersama-sama dengan mereka pada Sabtu kemarin.
“Kami minta tolong teman kami yang dua lagi untuk dipulangkan. Mereka di sana kasihan, suaminya sering memukul. Apalagi sekarang hp kami di sita semua,” tutur IP.
Mereka juga berharap agar “mak comblang” yang menjalankan modus pengantin pesanan tersebut tidak ada lagi. Sebab, menurut YM, semua perempuan yang berangkat ke China ingin kembali pulang tetapi sulit.
Merespons harapan-harapan IP dan YM, Daniel memastikan akan terus mengawal kasus ini. “Tentu kita dengan kawan-kawan SBMI dan LBH akan mengawal, dan target utama dua orang tersebut dapat segera balik,” katanya.