Jangkauan Integrasi MRT dan Transjakarta
Moda Raya Terpadu (MRT) melintas di jalur kawasan padat kegiatan ekonomi dan jasa. Meski jalurnya baru melintasi sebagian wilayah Jakarta Selatan dan Pusat, tapi moda ini bisa dijangkau masyarakat dari wilayah lain di Jakarta dan Bodetabek berkat integrasi dengan jalur Transjakarta.
Penyediaan angkutan umum di Jakarta semakin baik dan berkembang. Pembenahan dan penambahan angkutan umum terus dilakukan untuk mewujudkan angkutan yang memadai, sebagai salah satu upaya mengatasi kemacetan lalu lintas.
Bus Transjakarta telah menjangkau 210 rute, 900 unit Kereta Komuter telah melayani 79 stasiun di Jabodetabek. Terakhir berkembang, sebanyak 661 armada dari sembilan operator angkot JakLingko telah melayani 33 rute.
Namun moda transportasi itu belum cukup menjangkau seluruh wilayah Jakarta. Gubernur Anies Baswedan mengatakan, transportasi massal di Jakarta pada 2018 baru menjangkau 68 persen wilayah Jakarta. Padahal dalam rencana Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ), cakupan pelayanan angkutan umum perkotaan harus mencapai 80 persen dari panjang jalan.
Mobilitas transportasi di Jakarta tak hanya berasal dari warga Jakarta. Namun juga warga Bodetabek yang setiap hari melakukan perjalanan komuter lintas wilayah. BPTJ menyebutkan dalam seharinya terdapat 47,5 juta perjalanan penduduk Jabodetabek dengan jumlah penduduk mencapai 31 juta jiwa.
Untuk menjawab hal tersebut dibutuhkan integrasi moda transportasi berbasis kewilayahan sehingga memudahkan pergerakan masyarakat. MRT dihadirkan untuk meningkatkan mobilitas penduduk dengan angkutan massal agar lebih efektif dan efisien.
MRT akan dibangun dalam dua tahap. Tahap pertama dibangun dari arah selatan ke utara, sementara tahap dua akan dibangun dari barat ke timur. Saat ini MRT Tahap I Fase I (Lebak Bulus- Bundaran HI) telah beroperasi. Sedangkan MRT Tahap I Fase II sedang dalam tahap pembangunan. Sementara MRT Koridor Barat-Timur juga mulai dibangun tahun ini dengan konstruksi yang dimulai pada 2020.
MRT Fase I memiliki 16 rangkaian kereta yang terdiri dari 14 kereta operasional dan dua kereta cadangan. Setiap rangkaian terdiri dari enam kereta dengan kapasitas 322 orang per kereta atau 1.950 orang per rangkaian. Rata-rata penumpang MRT dalam sehari per April 2019 mencapai 82.615 orang.
Jangkauan MRT
Bagaimana jangkauan layanan MRT yang terlah beroperasi saat ini? Litbang Kompas menggunakan indikator People Near Transit (PNT) yang dikembangkan oleh Institut for Transportation and Development Policy (ITDP) untuk menghitung daya jangkau MRT .
Indikator PNT digunakan untuk mengukur jumlah penduduk di daerah perkotaan yang dapat menjangkau angkutan massal dalam jarak satu kilometer. Jarak tersebut merupakan jarak wajar masyarakat saat berjalan kaki menuju titik transit mode transportasi (10-15 menit berjalan kaki). Indikator ini tidak menghitung jangkauan layanan transportasi jika dikaitkan dengan integrasi moda transportasi yang lain.
Analisis dilakukan berdasarkan hasil pengolahan data dengan Sistem Informasi Geospasial (GIS). Data yang diolah adalah data titik stasiun MRT, batas wilayah per kelurahan, serta jumlah dan kepadatan penduduk di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan.
Layanan MRT Fase I telah menjangkau Kelurahan Cilandak Barat, Jakarta Selatan di ujung selatan Jakarta. Sementara jangkauan layanan ke arah utara mencapai Kelurahan Kampung Bali dan Kebon Sirih, Jakarta Pusat.
Kepadatan penduduk dan persentase luas wilayah yang termasuk dalam area buffer menjadi faktor yang perlu diperhatikan dalam perhitungan indikator PNT. Semakin padat penduduknya dan semakin luas wilayah yang dijangkau MRT dalam satu kecamatan maka jumlah penduduk yang terlayani semakin banyak.
Wilayah dengan jumlah penduduk yang paling banyak terlayani adalah Kecamatan Kebayoran Baru. Di wilayah ini sepuluh kelurahan sudah terjangkau layanan MRT Fase I. Jumlah penduduk yang terlayani berdasarkan PNT sebanyak 91,29 ribu orang dengan rata-rata kepadatan penduduk wilayah yang dijangkau MRT 11,21 ribu penduduk per kilometer.
Jangkauan layanan MRT paling kecil berada di Kecamatan Gambir dengan jumlah penduduk terlayani sebanyak 47 orang. Hanya satu kelurahan yang terlayani oleh MRT dengan kepadatan penduduk 1,6 ribu penduduk per kilometer.
Penumpang MRT tidak hanya berasal dari penduduk sekitar stasiun saja, namun juga dari penduduk daerah lain. MRT didesain sebagai angkutan massal yang terintegrasi dengan moda transportasi lain sehingga dapat menjangkau penumpang lebih banyak.
Integrasi Moda
Angkutan massal MRT cukup bergantung pada keberadaan Bus Transjakarta untuk memperluas daya jangkau MRT. Saat ini 12 stasiun MRT sudah tersambung dengan 40 rute angkutan umum lanjutan. Satu stasiun tersambung 7-8 rute angkutan umum lainnya.
Hasilnya, MRT tak hanya bisa dijangkau oleh warga yang bermukim di radius satu kilometer stasiun, tapi juga warga di wilayah Jakarta yang tak dilewati jalur MRT hingga wilayah Bodetabek.
Stasiun Lebak Bulus, Fatmawati dan Blok M menjadi stasiun yang menghubungkan warga Tangerang Selatan, Depok, dan Bekasi dengan MRT. Stasiun Lebak Bulus Grab dan Fatmawati yang berada di perbatasan Jakarta Selatan dan Tangerang Selatan dilalui moda pengumpan Transjakarta dari Serpong, Depok, Ciputat dan Pondok Cabe (rute D21, D12, S21, S22, S41).
Harapannya, warga dari kawasan dari Tangsel dan Depok tersebut dapat ikut memanfaatkan MRT untuk menuju pusat Jakarta. Selama ini warga Serpong, Ciputat dan Depok bergantung pada moda Kereta Komuter Lintas Serpong dan Bogor sehingga kehadiran MRT dari Lebak Bulus bisa menambah alternatif angkutan transportasi. Namun bagi warga Pondok Cabe yang selama ini hanya mengandalkan angkot, kehadiran rute pengumpan Transjakarta sangat membantu untuk mencapai moda massal MRT.
Bagi warga Bekasi yang ingin menggunakan MRT bisa menumpang Royal Trans rute dari Bekasi Barat menuju Stasiun Blok M. Selain itu, warga Bekasi juga bisa menggunakan Kereta Komuter jalur Bekasi, kemudian transit di Stasiun Manggarai, untuk kemudian berpindah kereta jalur Bogor-Jatinegara atau Bogor-Duri-Angke dan berhenti di Stasiun Dukuh Atas.
Sejumlah Stasiun yang tidak berada di ruas Jalan Fatmawati, seperti Fatmawati, lebak Bulus, Blok M hingga Bundaran HI menjadi tempat persinggahan transjakarta dari wilayah lain di Jakarta yang tidak dilalui jalur MRT.
Stasiun Bundaran HI, misalnya. Sejumlah rute Transjakarta Jakarta Timur (Kampung Melayu, Cibubur, Pinang Ranti) , Jakarta Barat (Grogol, Palmerah), Jakarta Pusat (Harmoni dan kota) melalui stasiun ini. Penumpang MRT yang ingin melanjutkan perjalanan ke wilayah tersebut bisa melanjutkan perjalanan menggunakan Transjakarta. Atau sebaliknya warga dari kawasan tersebut bisa menggunakan MRT melalui Stasiun Bundaran HI.
Baca juga: Apa Bedanya MRT dan LRT?
Stasiun layang di ruas Fatmawati (Cipete Raya-Blok A) dan Asean hanya menjangkau sejumlah kawasan di seputar Stasiun dalam radius sekitar 9 kilometer. Bangkitan transportasi dari stasiun-stasiun tersebut berasal dari kawasan permukiman di seputar Pondok Labu, Radio Dalam, Pangeran Antasari, Pakubuwono, dan Kramat Pela. Setidaknya kehadiran rute pengumpan tersebut bisa membantu warga di sekitar stasiun MRT untuk menggunakan MRT.
Kehadiran sejumlah rute Transjakarta dari berbagai wilayah diharapkan bisa memperluas jangkauan MRT Jakarta. MRT yang sementara ini baru bisa menghubungkan Lebak Bulus-Bundaran HI, cukup membantu warga dari wilayah lain dan Bodetabek untuk melalui jalur yang selama ini cukup padat dan rawan macet.
Lokasi Stasiun MRT
Stasiun MRT diletakkan pada titik padat aktifitas dan merupakan titik simpul paling strategis dari berbagai arah. Hal tersebut merupakan kesimpulan dari kajian pola ruang RTRW DKI Jakarta 2010-2030 dengan lokasi Stasiun MRT.
Secara umum lokasi stasiun MRT Fase I dibangun untuk menyasar kawasan perdagangan, perkantoran, serta pusat perdagangan dan jasa. Meskipun beberapa stasiun juga terletak di simpul kawasan pelayanan umum dan sosial, kawasan campuran, dan kawasan pemerintahan. Semuanya merupakan kawasan padat aktivitas sejak dulu.
Stasiun Lebak Bulus terletak di atas lahan bekas Terminal Lebak Bulus dan Stadion Lebak Bulus. Kawasan ini semakin padat dengan berkembangnya Ciputat dan Pamulang yang menjadi pusat pemerintahan dan ekonomi baru. Akibatnya, tumbuh permukiman dan pusat perbelanjaan baru di wilayah ini sehingga kawasan ini menjadi simpul transportasi dan aktivitas masyarakat.
Di stasiun ini pula, terdapat depo MRT Fase I. Depo ini digunakan untuk menyimpan dan merawat sedikitnya 84 kereta MRT dari total 96 kereta yang dioperasikan pada tahap awal. Di area depo akan dilengkapi ruang kontrol perjalanan kereta MRT fase pertama.
Stasiun Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, dan Blok A berada di atas kawasan yang digunakan untuk aktitas pelayanan sosial dan umum, perkantoran, serta berselang permukiman. Mulai dari Stasiun Blok M sampai Stasiun Bundaran Hotel Indonesia, lokasi stasiun terletak di kawasan peruntukan perkantoran dan perdagangan.
Di Blok M, stasiun MRT tersambung langsung dengan Blok M Plaza. MRT diakui membawa dampak positif untuk kawasan perdagangan yang mulai sepi ini. Banyak karyawan dari Sudirman-Thamrin yang datang ke Blok M saat jam makan siang.
MRT dibangun sebagai jalur rel backbone di tengah kota yang menghubungkan kawasan selatan hingga pusat Jakarta. Jangkauan layanan MRT antara wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan mencakup kawasan yang berbeda.
MRT tak hanya bisa dijangkau oleh warga yang bermukim di radius satu kilometer stasiun, tapi juga warga di wilayah Jakarta yang tak dilewati jalur MRT hingga wilayah Bodetabek.
Jika dilihat dengan skala yang lebih luas, MRT lebih menjangkau para pemukim di Jakarta Selatan. Sedangkan di Jakarta Pusat, MRT lebih banyak digunakan oleh para pekerja atau karyawan maupun masyarakat yang memiliki aktivitas ekonomi dan jasa di wilayah tersebut.
Perbedaan pola peruntukan ruang antara kawasan di sekitar stasiun MRT Fase I di Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan juga menjadi pertimbangan perencanaan Kawasan Berorientasi Transit (TOD).
Di Jakarta Pusat, pengembangan TOD di sekitar stasiun bawah tanah MRT lebih sulit karena kawasan di sekitar stasiun mulai dari Stasiun Senayan sampai Bundaran HI merupakan daerah yang sudah lebih berkembang. Sedangkan kawasan di sekitar stasiun yang berada di Jakarta Selatan masih didominasi oleh permukiman.
Saat ini MRT Jakarta berfokus untuk mengembangkan TOD di kawasan sekitar stasiun layang dari Stasiun ASEAN hingga Lebak Bulus. Di Stasiun Lebak Bulus, MRT Jakarta akan mengembangkan transit plaza. Transit plaza itu terletak di dekat Stasiun Lebak Bulus dan tepat di depan Poin Square.
Untuk TOD untuk sekitar Stasiun Blok M dan Stasiun ASEAN akan dikembangkan sebagai satu kesatuan dengan konsep garden city. Sedangkan kawasan Stasiun Haji Nawi akan dikembangkan berbasis komunitas.
Baca juga: MRT Jakarta Siap Kembangkan Kawasan
Moda Raya Terpadu yang baru dibangun sepanjang 15 kilometer, membentang dari Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat, dengan indikator People Near Transit, hanya menjangkau sekitar 8,65 persen penduduk Jakarta saja.
Namun, keberadaan MRT dengan kapasitas lebih dari 174 ribu penumpang per hari bisa menjangkau seluruh warga Jabodetabek. Kuncinya ada pada integrasi moda Transjakarta yang menjadi penghubung antar wilayah menuju stasiun terdekat.
Selain itu diperlukan kesadaran bersama oleh masyarakat untuk menggunakan moda transportasi massal. Harapannya pada 2029 nanti, pergerakan orang menggunakan angkutan umum mencapai 60 persen dari total pergerakan orang. Jadi tidak sia-sialah kolaborasi yang dilakukan MRT dan Transjakarta untuk menjangkau layanan transportasi di Jabodetabek. (M. PUTERI ROSALINA/LITBANG KOMPAS)