Kekerasan Seksual di Sekolah Jadi Tantangan Hari Anak Nasional
›
Kekerasan Seksual di Sekolah...
Iklan
Kekerasan Seksual di Sekolah Jadi Tantangan Hari Anak Nasional
Oleh
FAJAR RAMADHAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS – Banyaknya kasus kekerasan seksual dalam dunia pendidikan hingga kini masih menjadi tantangan. Pihak sekolah, orangtua dan masyarakat diharapkan mampu berkolaborasi guna menekan tindakan kejahatan pada anak termasuk kekerasan seksual tersebut.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti mengatakan, banyaknya kasus kekerasan anak pada di sekolah masih marak terjadi. Hal ini menjadi tantangan mengingat pada 23 Juli mendatang Indonesia akan memperingati Hari Anak Nasional.
“Banyak kasus kekerasan seksual dilakukan oleh guru dan kepala sekolah. Padahal seharusnya mereka melindungi murid,” ujarnya dalam diskusi “PR Pendidikan di Hari Anak” oleh Gerakan Perlindungan Anak Asa Negeri (Generasi) di Jakarta, Sabtu (20/7/2019).
Anak laki-laki maupun perempuan memiliki tingkat kerawanan yang sama. Berdasarkan data pengaduan yang masuk ke KPAI, selama periode Januari hingga Juni 2019, telah terjadi 13 kasus kekerasan seksual yang menimpa siswa SD dan SMP. Di SD ada setidaknya 9 kasus, sedangkan SMP ada 4 kasus.
“Kasus di Kecamatan Cikeueal, Serang, misalnya, pelakunya adalah 3 guru dan 3 siswi berusia 14 tahun. Modusnya, mereka membangun hubungan asmara,” ungkap Retno.
Menurut Retno, modus yang dilakukan oleh pelaku adalah menjanjikan nilai bagus pada siswa agar permintaannya dituruti. Namun, ada juga yang diancam diberikan nilai jelek jika menolak. Modus lainnya, anak diberikan sejumlah uang, pakaian hingga telepon seluler.
“Tindakan kekerasan seksual tersebut banyak terjadi di lingkungan sekolah seperti ruang kelas, laboratorium komputer hingga kebun,” ujarnya.
Dalam hal ini, Retno mengingatkan pentingnya pendidikan seks kepada anak secara dini. Sebab beberapa kasus kekerasan terjadi akibat rendahnya pengetahuan anak terhadap organ vital. Menurutnya, pendidikan seks sudah bukan lagi menjadi hal yang tabu.
Ia juga mendorong agar guru-guru lain punya kepekaan terhadap perubahan perilaku anak didiknya. Perubahan perilaku anak yang tadinya ceria menjadi murung biasanya mengindikasikan adanya gangguan psikologis. Hal ini seringkali diabaikan.
Terkait kasus kekerasan kepada anak, menurut Retno sebanyak 84 persen anak mengaku pernah mengalaminya di sekolah. Adapun, 75 persen anak mengaku pernah melakukannya di sekolah. Sebanyak 45 persen pelaku adalah guru dan petugas sekolah.
“Yang terbaru, kasus di Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah di Palembang yang menewaskan dua peserta didik baru,” kata Retno.
Semua pihak
Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Sukiman mengatakan, dalam dunia pendidikan, diperlukan keterlibatan semua pihak guna menekan permasalahan yang melibatkan anak. Pihak sekolah, keluarga dan masyarakat harus saling bahu membahu.
“Kita semua harus berpartisipasi dalam mencegah kejahatan kepada anak,” katanya.
Menurutnya, permasalahan yang harus dicegah bukan hanya berkaitan dengan kekerasan seksual, tapi juga narkoba, pornografi dan radikalisme. Dalam hal ini, Kemendikbud juga tengah fokus pada pendidikan karakter anak.
“Sejak 2015 kami sudah fokus memuatkan pendidikan karakter sebagai formula utama. Kembali lagi, ini juga perlu kerjasama antara sekolah, orang tua dan masyarakat,” katanya.
Dengan kebijakan zonasi, diharapkan kolaborasi antar ketiga unsur tersebut bisa dijalin lebih erat. Sudah saatnya bagi pihak sekolah mengajak kelompok masyarakat turut mengawasi siswa-siswanya di luar lingkungan sekolah dan rumah.
Anggota Komisi X DPR RI Reni Marlinawati turut memantau tentang pendidikan karakter anak. Menurutnya, orangtua kini punya tugas yang lebih berat terutama dalam mengajarkan pendidikan berbasis agama kepada anak.
Keterbatasan sekolah memaksa orangtua harus aktif memberikan pemahaman agama untuk pembentukan akhlak anak. “Secara empiris, dengan memberikan pemahaman mengenai pendidikan agama, anak akan memiliki karakter yang baik,” ujar Reni.