Pembentukan tim gabungan pencari fakta diharapkan menjadi terobosan dalam mengungkap pelaku dan motif penyiraman air keras terhadap Novel. Langkah ini diharapkan dapat mempercepat upaya mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti terkait penyerangan terhadap Novel Baswedan.
Oleh
MADINA NUSRAT
·3 menit baca
Catatan Redaksi: Berita ini terbit di halaman 1 harian Kompas edisi 5 November 2017 dengan judul ”Pemberantasan Korupsi: Pengungkapan Pelaku Butuh Terobosan”.
JAKARTA, KOMPAS — Dorongan agar Presiden Joko Widodo segera membentuk tim gabungan pencari fakta untuk menangkap pelaku penyiraman air keras terhadap penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan, terus mengkristal. Pembentukan tim gabungan pencari fakta diharapkan menjadi terobosan dalam mengungkap pelaku dan motif penyiraman air keras terhadap Novel.
Langkah ini diharapkan dapat mempercepat upaya mengumpulkan keterangan dan bukti-bukti terkait dengan penyerangan terhadap Novel saat berjalan kaki seusai menunaikan shalat Subuh di Masjid Al Ihsan, Kelapa Gading, Jakarta Utara, 11 April. Salah satu dugaan yang mencuat adalah pelaku penyerangan Novel merupakan bagian dari kalangan yang tidak suka terhadap gerakan antikorupsi.
Dorongan ini mengemuka dalam diskusi bertajuk ”Peluang Penuntasan Kasus Penyerangan Novel” yang digelar Populi Center dan Smart FM Network, di Jakarta, Sabtu (4/11). Diskusi menampilkan pembicara Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak; komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti; mantan Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Ifdhal Kasim; dan Ketua Divisi Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Muhammad Isnur.
”Di sini dibutuhkan TGPF (tim gabungan pencari fakta) agar dapat menembus kebuntuan untuk mengungkap penyerangan terhadap Novel ini,” katanya.
Dahnil mengatakan, sudah 206 hari kasus Novel terjadi dan sampai saat ini belum terungkap pelakunya. Menurut Dahnil, Presiden Jokowi perlu mempertimbangkan untuk segera membentuk TGPF agar kasus Novel bisa segera terungkap dan proses penegakan hukum pun berjalan sesuai koridor konstitusi.
”Sampai sekarang, pimpinan KPK belum sepakat untuk dorong (pembentukan) TGPF. Itu membuat kami bertanya-tanya,” ujarnya.
Sikap Presiden Jokowi dalam pengungkapan kasus Novel juga sangat jelas. Presiden meminta penanganan kasus tersebut harus jelas dan tuntas (Kompas, 4/11). Namun, saat ditanya mengenai wacana pembentukan TGPF dari kalangan masyarakat sipil, Presiden Jokowi mengatakan, ”Nanti. Itu nantilah.”
Kesulitan bukti
Poengky menyampaikan, serangan yang menimpa Novel Baswedan tentunya juga mengancam para pencari keadilan, terutama terkait dengan korupsi. Polri, lanjutnya, telah berupaya untuk mengungkap kasus itu, tetapi masih kesulitan memperoleh sejumlah bukti.
”Namun, untuk mengungkapnya, lebih baik didukung bukti dan saksi konkret. Buktikan dulu dan jangan dipolitisasi,” kata Poengky.
Sebagai pengawas Polri, kata Poengky, Kompolnas telah memperoleh laporan bahwa sudah ada 60 saksi yang diperiksa terkait dengan penyerangan terhadap Novel. Akan tetapi, tidak semuanya melihat pelaku, apalagi peristiwa penyerangan itu terjadi dini hari dan pelaku menggunakan penutup wajah sehingga sulit dikenali.
Kepolisian, lanjutnya, masih mencari cara agar para pelaku terungkap. ”Informasi yang kami peroleh dari penyidik bahwa Polri akan menggunakan scientific investigation. Namun, untuk menerapkannya, juga harus hati-hati agar tidak salah tangkap,” kata Poengky.
Sejauh ini, ujarnya, polisi masih menghadapi kesulitan untuk mengungkapnya karena ada sejumlah alat bukti yang belum dapat dipenuhi. Salah satunya penyidik membutuhkan rekaman percakapan di telepon seluler Novel untuk mengungkap pihak-pihak yang sempat berkomunikasi dengan Novel sebelum penyerangan terjadi.
Namun, hingga saat ini, Novel belum bersedia memberikannya. ”Polri juga sudah menawarkan investigasi bersama KPK, tetapi KPK menolak. KPK pun menyerahkan perkara ini sepenuhnya kepada kepolisian,” ujarnya.
Pengungkapan kasus Novel memang menjadi salah satu ujian bagi komitmen pemerintah terhadap pemberantasan korupsi dan soliditas KPK.
Sebelumnya, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Komisaris Besar Martinus Sitompul mengatakan, Polri tidak akan terpengaruh terhadap usulan pembentukan TGPF. Penyelesaian kasus Novel tetap menjadi salah satu prioritas Polri (Kompas, 3/11).
Namun, Martinus mengatakan, kasus Novel tidak mudah dipecahkan karena polisi kesulitan mengumpulkan keterangan dari saksi dan alat bukti. Rekaman kamera pemantau dari para saksi, terutama yang berasal dari lingkungan di sekitar rumah Novel, tidak banyak membantu penyelidikan.
”Oleh karena itu, kami sangat berhati-hati untuk melakukan upaya paksa kepada individu yang diduga terlibat. Namun, kami pastikan proses penanganan kasus itu tidak akan berhenti,” kata Martinus.