Pasien lebih leluasa dalam beraktivitas ketika menjalani terapi CAPD. Konsumsi makanan pun tidak ada batasan khusus. Selain itu, pasien juga bisa bepergian ke tempat jauh, bahkan ke luar negeri, karena cairan mudah didapatkan di negara lain.
Oleh
Deonisia Arlinta
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terapi cuci perut atau continuous ambulatory peritoneal dialysis bisa menjadi pilihan perawatan bagi pasien dengan gangguan fungsi ginjal. Selama ini, pasien lebih banyak memilih menggunakan terapi hemodialisis atau cuci darah.
Dokter spesialis penyakit dalam konsultan ginjal dan hipertensi Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto, Jonny, menuturkan, salah satu keuntungan menggunakan terapi cuci perut adalah pasien tidak perlu datang ke rumah sakit. Hal ini dinilai lebih mudah dibandingkan dengan terapi hemodialisis (HD) yang harus dilakukan dua sampai tiga kali seminggu di rumah sakit.
”Terapi cuci perut atau CAPD bisa dilakukan di rumah atau di kantor, yang penting tempatnya bersih, tidak ada binatang, dan matikan penyejuk ruangan atau kipas angin. Tindakan ini guna mencegah debu beterbangan. Sangat mudah dan tidak rumit. Pergantian cairan dalam sehari dilakukan selama empat kali dan hanya memerlukan waktu 25 menit,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (22/7/2019).
Ia menambahkan, pasien juga lebih leluasa dalam beraktivitas ketika menjalani terapi CAPD. Konsumsi makanan pun tidak ada batasan khusus. Selain itu, pasien juga bisa bepergian ke tempat jauh, bahkan ke luar negeri, karena cairan mudah didapatkan di negara lain.
”Terapi ini mudah dipahami pasien. Latihan satu minggu saja sudah cukup untuk memahami CAPD dan cara menghubungkan ataupun melepaskan transfer set dari kantong cairan. Namun, secara teknis butuh pendampingan terlebih dahulu dengan tenaga ahli,” kata Jonny.
Prosedur benar
Meski begitu, ia menekankan agar pasien tetap melakukan prosedur CAPD dengan baik dan benar. Apabila tidak dilakukan dengan baik, pasien rentan terkena infeksi. ”Penting bagi pasien untuk menjaga kebersihan tangan dan menggunakan masker saat mengganti cairan untuk menghindari infeksi,” ucapnya.
Ketua Umum Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia Tony Samosir menilai, adanya pilihan lain untuk terapi bagi pasien dengan gangguan gagal ginjal ini sangat membantu upaya meningkatkan kualitas hidup pasien. ”Kami harapkan sosialisasi dan edukasi mengenai pilihan ini bisa lebih masif agar semakin banyak pasien yang bisa menerapkannya,” katanya.