Sandang Disabilitas, Status CPNS Dokter Gigi Dibatalkan
›
Sandang Disabilitas, Status...
Iklan
Sandang Disabilitas, Status CPNS Dokter Gigi Dibatalkan
Romi Syofpa Ismael, dokter gigi penyandang disabilitas di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, batal menjadi calon pegawai negeri sipil meskipun dinyatakan lulus. Pemerintah kabupaten membatalkan status CPNS dokter berusia 32 tahun itu karena dinilai tidak sehat secara jasmani.
Oleh
YOLA SASTRA
·3 menit baca
PADANG, KOMPAS — Romi Syofpa Ismael, dokter gigi penyandang disabilitas di Kabupaten Solok Selatan, Sumatera Barat, batal menjadi calon pegawai negeri sipil meskipun telah dinyatakan lulus. Pemerintah kabupaten membatalkan status CPNS dokter berusia 32 tahun itu karena dinilai tidak sehat secara jasmani.
Romi, Selasa (23/7/2019), di Padang mengaku sangat kecewa dengan pembatalan tersebut karena pemerintah kabupaten dinilai telah melanggar haknya. Ibu dua anak yang akrab disapa Ami itu telah memenuhi semua persyaratan dan mengikuti proses seleksi CPNS hingga dinyatakan lulus pada 31 Desember 2018.
”Pada 2018, saya ikut tes CPNS jalur umum karena jalur disabilitas (di sekitar tempat kerja) tidak buka. Saya kemudian berhasil berkompetisi dan dinyatakan lulus. Namun, 18 Maret 2019, keluar pengumuman pembatalan kelulusan saya. Alasannya, saya tidak memenuhi persyaratan, dianggap tidak sehat secara jasmani,” tutur Romi.
Romi mulai menyandang disabilitas sejak melahirkan anak keduanya pada 2016. Sehabis melahirkan, alumnus jurusan kedokteran Universitas Baiturrahmah Padang angkatan 2005 itu mengalami paraplegia yang memicu pelemahan tungkai kaki. Ia pun terpaksa menggunakan kursi roda.
Meski demikian, kondisi fisik tersebut tidak mengganggu pekerjaan dokter gigi Romi yang sehari-sehari praktik di Puskesmas Talunan, Nagari Talunan Maju, Kecamatan Sangir Balai Janggo, Solok Selatan, sejak 2015 tersebut. Puskesmas yang berada di daerah terisolasi itu juga tetap menggunakan jasa dokter gigi Romi walaupun kontraknya sebagai pekerja tidak tetap Kementerian Kesehatan berakhir pada 2017.
Menurut Romi, meskipun menyandang disabilitas, tidak berarti dirinya tidak sehat. Ia mengaku sudah melewati pemeriksaan kesehatan di RSUD Solok Selatan dan lulus dengan catatan ada kelemahan pada tungkai kaki. Hasil pemeriksaan kesehatan itu didukung pula surat keterangan dari bagian rehabilitasi medik RSUP M Djamil Padang dan dokter spesialis okupasi dari RS Arifin Ahmad Pekanbaru.
”Karena ditemukan kelemahan pada tungkai kaki, saya diminta mengurus surat keterangan ke dokter ahli okupasi. Saya sudah dapat surat analisis layak kerja dari dokter spesialis okupasi RS Arifin Ahmad Pekanbaru. Tidak ada masalah dengan kesehatan saya. Disabilitas yang saya sandang tidak mengganggu pekerjaan sebagai dokter gigi,” ujar Romi.
Romi berharap, Pemerintah Kabupaten Solok Selatan kembali memulihkan haknya sebagai CPNS. Pemerintah kabupaten diharapkan kembali mengusulkan serta mengirimkan berkas-berkasnya ke Badan Kepegawaian Nasional.
Tidak ada masalah dengan kesehatan saya. Disabilitas yang saya sandang tidak mengganggu pekerjaan sebagai dokter gigi. (Romi)
Secara terpisah, Kepala Puskesmas Talunan Berherdiman menyayangkan pembatalan status CPNS dokter gigi Romi. Meskipun menggunakan kursi roda, selama ini, yang bersangkutan tetap bekerja profesional. Menurut Berherdiman, tidak ada keluhan pasien terkait kinerja dokter gigi Romi.
”Saya kasihan jika kelulusan dokter gigi Romi dibatalkan karena kondisi fisiknya. Padahal, disabilitas yang disandangnya tidak mengganggu pelayanan kepada pasien,” kata Berherdiman ketika dihubungi dari Padang.
Sekretaris Daerah Kabupaten Solok Selatan Yulian Efi ketika dihubungi dari Padang mengatakan, status CPNS dokter gigi Romi dibatalkan karena tidak memenuhi persyaratan dari segi kesehatan. ”Pelamar CPNS jalur umum harus sehat secara jasmani dan rohani,” katanya.
Yulian menambahkan, kondisi fisik dokter gigi Romi akan menghambat pekerjaannya sebagai dokter puskesmas. Apalagi, Nagari Talunan Maju, yang berjarak 31 kilometer dari Padang Aro, ibu kota Solok Selatan, atau 184 kilometer dari Padang, ibu kota Sumbar, termasuk daerah terisolasi dengan akses jalan terbatas.
”Dokter puskesmas tidak hanya bekerja di kantor, tetapi juga ke lapangan,” tukas Yulian.