Kemacetan di Sekitar Stasiun dan Ketidakberdayaan Kita
Dalam dua hari terakhir, foto penampakan kemacetan di sekitar Stasiun Palmerah ramai diperbincangkan di media sosial. Hari ini bahkan hampir semua media daring mengangkat kemacetan di sekitar Stasiun Palmerah yang seolah tak pernah ada solusinya. Pangkal utama kemacetan adalah ojek daring yang ngetem menunggu penumpang dan mengambil lebih dari setengah badan jalan.
Pemandangan kemacetan di Stasiun Palmerah jamak terjadi menjelang jam kerja dan jam pulang kerja. Dua operator ojek daring, Gojek dan Grab tak punya shelter untuk mitra pengemudinya menunggu calon penumpang yang turun di Stasiun Palmerah.
Kemecatan terjadi Jalan Palmerah Timur dan Jalan Tentara Pelajar, yang mengapit Stasiun Palmerah. Kemacetan paling parah berada di Jalan Palmerah Timur yang bersisian dengan Kompleks DPR/MPR dan gedung Manggala Wanabakti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Sementara di sisi yang lain dari Jalan Tentara Pelajar, kemacetan juga terjadi meski pemandangannya terkadang tak separah di seberangnya. Selain ketiadaan shelter untuk ojek daring, Stasiun Palmerah juga menjadi stasiun transit antarmoda. Di sini, busway juga punya tempat pemberhentian di Jalan Tentara Pelajar yang bersisian dengan Kompleks DPR/MPR.
Di pagi hari, ketika ratusan ojek daring menunggu calon penumpang, sejumlah armada busway juga parkir bersisian. Belum lagi jika ditambah taksi yang juga menunggu calon penumpang di sisi jalan yang sama. Lengkap sudah kemacetan di sekitar Stasiun Palmerah. Jalan Tentara Pelajar hanya menyisakan satu jalur lagi buat kendaraan lain yang melintas di sana. Praktis kemacetan di Stasiun Palmerah mengular panjang hingga Jalan Pejompongan Raya dan Jalan Penjernihan I.
Namun potret kemacetan yang sama bukan monopoli jalan di sekitar Stasiun Palmerah. Hampir tiap stasiun di Jakarta yang menjadi transit antarmoda, kemacetan akibat ojek daring yang tak punya shelter ketika menunggu penumpang juga terjadi.
Harian Kompas memotret sejumlah kemacetan sekitar stasiun di Jakarta yang menjadi transit antarmoda. Kemacetan ini adalah potret ketidakmampuan mengatur lalu lintas, membenahi transportasi publik, menegakkan hukum dan mendisiplinkan para pengguna jalan. Tak heran bila ada ungkapan, bila ingin melihat peradaban sebuah kota, lihatlah perilaku warganya di jalan raya.
Stasiun Palmerah
Dari pantauan, Rabu (24/7/2019) pagi, kemacetan di Jalan Tentara Pelajar dan Jalan Pejompongan Raya-Jalan Palmerah Timur, terjadi dari pukul 07.00 hingga pukul 09.30. Penumpang yang turun di Stasiun Palmerah berganti moda transportasi. Yang paling banyak digunakan adalah ojek daring. Kondisi ini memicu para pengojek ngetem di badan jalan. Lalu lintas pun menjadi padat.
Kemacetan di Jalan Tentara Pelajar semakin parah dan semrawut, karena bahu jalan diisi sejumlah pedagang kaki lima, parkir ojek pangkalan, dan ojek daring yang hampir memenuhi separuh badan jalan. Situasi lebih parah di Jalan Palmerah Timur, ojek daring memanjang hingga 130 meter.
Baca juga : Perusahaan Aplikasi Upayakan Titik Jemput
Petugas gabungan dari Dinas Perhubungan Jakarta Pusat, Polisi, dan TNI tampak kewalahan memecah kepadatan. Kurangnya petugas membuat ojek daring kerap tidak mempedulikan arahan petugas untuk tidak mangkal dan menunggu penumpang berlama-lama. Namun, petugas tetap berusaha agar para ojek daring tidak memenuhi dua lajur.
“Kami menurunkan 20 personil ditambah polisi dan TNI. Namun, jumlah ini sangat sedikit. Yang bisa kami lakukan adalah, jangan sampai para ojek pangkalan dan ojol daring berlama-lama di bahu jalan. Selain itu, kami berusaha memecah para ojol agar jangan sampai memenuhi dua lajur,” kata Kepala Satuan Pelaksana Perhubungan Tanah Abang Dinas Perhubungan Hendra H saat ikut menertibkan ojek pangkalan, ojek daring, dan beberapa PKL yang memenuhi trotoar dan bahu jalan tak jauh dari shelter Transjakarta.
Baca juga : Pemprov DKI Janjikan Penataan Kawasan Stasiun
Beberapa kali petugas memecah kepadatan, Namun, tak lama kemudian ojek pangkalan dan ojek daring kembali memadati bahu jalan ketika penumpang KRL tiba di Stasiun Palmerah.
Kami menurunkan 20 personil ditambah polisi dan TNI. Namun, jumlah ini sangat sedikit. Yang bisa kami lakukan adalah, jangan sampai para ojek pangkalan dan ojel daring berlama-lama di bahu jalan
Sekitar pukul 08.00-09.00 kepadatan semakin menjadi-jadi, suara klakson saling bersahutan. Tak lama kemudian petugas tambahan dari Dishub, Polisi, Satpol PP datang untuk membantu menertibkan kesemrawutan di sekitar Stasiun Palmerah. Suara sirine dari mobil Dishub dan Polisi disertai seruan dari pengeras suara mengimbau ojek daring segera meninggalkan bahu jalan.
Kedatangan petugas bantuan ini cukup efektif mengurai kemacetan. sejumlah ojek daring dan ojek pangkalan yang tidak mengindahkan peraturan diberi peringatan dan ditilang polisi.
Baca juga : Kesemrawutan Area Stasiun Tanggung Jawab Pemerintah Daerah
Tindakan yang dilakukan petugas sempat diprotes sejumlah ojek daring yang merasa tidak melanggar peraturan dan hanya menunggu penumpang yang sudah memesan. Sejumlah petugas kemudian memberikan pengertian karena macet sudah menjalar hingga lebih dari 3 kilometer. Hal tersebut tentu merugikan penguna jalan lainnya.
Amirul Hadi (43), pengojek daring, harus beberapa kali berpindah karena mendapat teguran dari petugas. Akhirnya ia memutuskan untuk mangkal di antara bekas tiang LRT di Jalan Gelora. Ia meminta penumpangnya untuk menghampirinya.
“Mau gimana lagi, ojek daring dibutuhkan dan banyak yang memesan. Tidak masalah harus diusir petugas, sudah biasa. Kami juga tahu jalan jadi padat dan macet karena banyak sopir menunggu penumpang datang. Ya gimana?” ujar Amir.
Baca juga : Begitu Mudahnya Berjualan di Area Stasiun
Amirul berharap ada lokasi khusus buat ojek daring menunggu penumpang sehingga kemacetan bisa berkurang. Terutama di stasiun-stasiun yang menjadi transit
Selain ojek daring, sejumlah penumpang memilih bus Transjakarta untuk melanjutkan perjalanan menuju kantor. Mereka yang memilih transportasi publik, kesal dengan situasi lalu lintas di Jakarta terutama di sekitar Stasiun Palmerah yang setiap hari selalu macet.
“Kan sudah ada transportasi publik KRL dan Transjakarta. Harusnya masyarakat memanfaatkan itu agar macet berkurang. Ojek daring memang memberikan kemudahan, kecepatan, dan kepraktisan. Namun, jika semua berpikir seperti itu maka Jakarta akan terus macet seperti yang kita lihat sekarang. Jalan penuh oleh kendaraan pribadi dan ojek pangkalan dan ojek daring yang menunggu penumpang,” kata Tanti Amalia (34), warga Tangerang Selatan.
Hal senada dirasakan Feri Marella (28). Ia mengatakan, jika tidak ada kesadaran bersama untuk menggunakan transportasi publik dan selalu bergantung dengan ojek pangkalan atau ojek daring, kemacetan di Jakarta tidak pernah teratasi.
Kan sudah ada transportasi publik KRL dan Transjakarta. Harus masyarakat memanfaatkan itu agar macet berkurang. Ojek daring memang memberikan kemudahan, kecepatan, dan kepraktisan
Sementara itu, Cintia Karin (35), yang menggunakan KRL dari Tanggerang Selatan dan turun di Stasiun Palmerah, lebih memilih melanjutkan perjalanan menggunakan ojek daring. "Lebih praktis dan sampai di titik tujuan. Kalau pakai Transjakarta harus berjalan lagi," lanjutnya.
Stasiun Tebet
Gambaran kesemrawutan lalu lintas di sekitar stasiun transit antarmoda juga terlihat di Stasiun Tebet. Meski pengguna transportasi umum mengapresiasi koneksi antarmoda transportasi di Stasiun Tebet, Jakarta Selatan, namun kesemrawutan karena ojek daring, mikrolet dan bajaj ngetem seenaknya juga terjadi di sini.
Calon penumpang memang tidak kesulitan untuk berganti moda begitu keluar dari stasiun. Kendati demikian, mereka masih menyoal ketertiban transportasi umum.
Moda transportasi di Jalan Lapangan Ros Selatan dekat Stasiun Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (24/7/2019). Pantauan pada Rabu pagi mulai pukul 06.30-10.00, warga hilir mudik ke dan dari Stasiun Tebet. Transjakarta dan mikrolet ngetem di Jalan Lapangan Ros Utara sampai ke putaran balik di depan stasiun. Sementara bajaj, ojek konvensional, dan ojek daring ngetem di Jalan Lapangan Ros Selatan.
Faris Naufal Akbar (18) berangkat dari Stasiun Tanjung Barat menuju ke Kasablanka. Ia turun di Stasiun Tebet untuk berganti moda. Pilihannya antara mikrolet dan ojek daring.
"Saya mau ke tempat latihan (olahraga). Lumayan cepat dan tidak susah untuk akses angkot atau ojol. Paling lima menitan tunggu angkot ngetem dan penumpang lain naik. Kalau ojol sama saja. Paling repot cari sopirnya karena jumlah ojol di sini banyak," ucap Faris.
Begitu keluar dari stasiun, pengguna Transjakarta dapat mengakses jalur menuju bus pengumpan di halaman stasiun. Jalur ini diakses dengan sistem
tapping. Rutenya Stasiun Tebet ke Karet melalui Patra Kuningan dan Stasiun Tebet ke Karet melalui underpass.
Sementara pengguna mikrolet dapat berjalan keluar halaman stasiun dan menuju ke Mikrolet M44 yang ngetem di dekat Transjakarta. Sopir dengan sigap akan menanyakan tujuan agar penumpang tidak salah naik.
Untuk pengguna bajaj, ojek pangkolan, dan ojek daring harus menyeberang ke trotoar di Jalan Lapangan Ros Selatan. Sopir transportasi tersebut ngetem di tempat ini.
Juerist (20) menuturkan, berbagai moda transportasi telah tersedia. Sayangnya ada saja sopir yang kurang tertib. Di sisi lain jumlah transportasi tertentu terlampau banyak.
"Ojol banyak sekali. Sampai bingung cari sopirnya. Belum lagi lawan arus untuk jemput penumpang. Kan buat macet," kata warga Bogor ini.
Sopir yang kurang tertib menimbulkan kemacetan. Mereka ngetem di badan jalan sehingga ruas jalan menyempit. Ruas yang seharusnya untuk dua mobil, hanya bisa dilintasi satu mobil.
Kemacetan juga terjadi karena pertemuan arus kendaraan ke dan dari arah stasiun di putaran balik. Putaran ini berada di bawah Jalan Layang KH Abdullah Syafei.
Petugas dinas perhubungan berada di titik ini untuk mengurai kemacetan. Mereka juga meminta sopir transportasi umum untuk tidak ngetem dan melajukan kendaraan. Sopir ojek yang melawan arus pun diminta berbalik arah.
Abas (25) berharap agar ada kerja sama pemerintah provinsi dan pengelola transportasi untuk membangun
shelter.
"Perlu tempat khusus (shelter) supaya tidak ambil badan jalan. Jalan sempit jadi macet. Kalau tidak ada petugas pasti semrawut," kata karyawan swasta ini.
Stasiun Juanda
Pemandangan yang agak berbeda dari Stasiun Palmerah dan Tebet ada di Stasiun Juanda, Gambir, Jakarta Pusat. Stasiun ini bisa menjadi contoh dalam berbagi ruang antara berbagai moda transportasi. Ini berdampak pada keteraturan lalu lintas di sekitar area stasiun.
Di tempat itu, semua jenis moda transportasi, baik ojek daring, ojek konvensional, hingga bajaj memiliki titik kumpul berbeda-beda untuk menaikkan dan menurunkan penumpang.
Pantauan Kompas, sejak pukul 06.00 hingga pukul 09.00, Rabu (24/7/2019), lalu lintas di sekitar Stasiun Juanda, terutama Jalan Ir H Juanda dekat Halte Transjakarta Juanda mengalir tanpa ada hambatan.
Baca juga : Moda Transportasi Berbagi Ruang di Stasiun Juanda
Kelompok pengojek daring menunggu penumpang di depan bangunan yang bertuliskan PT Haji La Tunrung AMC. Pengemudi ojek daring memanfaatkan sekitar dua meter tepi Jalan Ir H Juanda. Kendaraan para pengojek daring diparkirkan dengan cukup teratur, sehingga tidak begitu mengganggu arus lalu lintas di sekitar Jalan Ir H Juanda dari arah Halte Bus Transjakarta Harmoni.