JAKARTA, KOMPAS - Mantan pelaksana tugas Ketua Umum PSSI Joko Driyono sudah dijatuhi vonis hukuman penjara selama satu tahun dan enam bulan karena terbukti merusak alat bukti yang diduga terkait kasus pengaturan skor, Selasa (23/7/2019) di Jakarta. Namun, motif Joko merusak alat bukti tersebut justru tidak tergali.
Padahal, Joko seharusnya bisa menjadi pintu masuk untuk mengungkap akar masalah mafia bola yang sudah diusut Satuan Tugas Antimafia Bola sejak akhir tahun lalu. “Ini yang patut disesalkan karena persidangan hanya mengarah ke persoalan perusakan bukti tetapi mengapa Joko ingin merusak alat bukti itu justru tidak dikejar,” kata peneliti hukum olahraga Eko Noer Kristiyanto.
Pihak yang berusaha merusak alat bukti dengan sengaja bisa diduga memiliki kepentingan atau terlibat dalam kasus yang melibatkan barang bukti tersebut. Namun, jika perusakan alat bukti yang melibatkan Joko tidak digali, publik juga tidak tahu apabila Joko benar-benar terlibat kasus pengaturan skor atau tidak.
Vonis terhadap Joko tersebut dijatuhkan Majelis Hakim yang dipimpin hakim ketua Kartim Haeruddin dan dua hakim anggota, yakni R Lim Nurohim dan Sudjarwanto di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa kemarin. Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum, yaitu pidana penjara selama dua tahun enam bulan.
Terkait putusan tersebut, Joko menyatakan pikir-pikir dahulu apakah ia akan mengajukan banding atau tidak. Sigit Hendradi, jaksa penuntut umum Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan juga menyatakan pikir-pikir dahulu, belum memutuskan apakah akan menerima putusan tersebut atau akan mengajukan banding.
Joko Driyono dinyatakan telah menggerakkan karyawan yang bekerja di Kantor PT Liga Indonesia, yakni Muhammad Mardani Morgot alias Dani, untuk mengambil sejumlah barang di ruang kerja terdakwa di Kantor PT Liga Indonesia, Gedung Rasuna Office Park, Setiabudi, Kuningan, Jakarta Selatan. "Ada kesengajaan terdakwa menganjurkan, atau menggerakkan atau membujuk orang lain melakukan perbuatan yang dilarang," kata Kartim.
Upaya pengambilan barang-barang itu dilakukan dua tahap. Pertama pada Rabu (30/1/2019), Joko memerintahkan Dani mengambil semua kertas di laci dan meja serta laptop di ruangan kerja terdakwa. Dani juga diingatkan agar tidak menyentuh barang-barang lain di ruangan itu.
Kedua, Joko meminta Dani menghilangkan rekaman CCTV dengan mencabut DVR (digital video recorder) yang merekam aktivitas di ruang kerja terdakwa. Majelis hakim menilai, perbuatan Joko sudah memenuhi Pasal 235 juncto Pasal 233 Pasal 55 Ayat 1 ke-2 Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Pasal ini tidak didakwakan jaksa, namun kategori ini dapat diterapkan.
Sementara itu anggota penasehat hukum Joko, Mustofa Abidin, melalui keterangan tertulisnya, menyatakan bahwa majelis hakim dalam persidangan pernah menyatakan Joko tidak terlibat perkara pengaturan skor. Jika demikian, Joko tidak memiliki kepentingan untuk menghilangkan barang bukti. “Apalagi dalam amar (putusan hakim), semua barang bukti yang disita juga dikembalikan, tidak ada yang dipergunakan atau dihadapkan kepada pejabat berwenang dalam perkara lain,” katanya.