SUZUKA, KOMPAS – Tim Yamaha Factory Racing menjuarai Balapan Ketahanan Dunia Suzuka 8 Hours untuk lima kali beruntun setelah finis terdepan dalam balapan yang berakhir dramatis, Minggu (28/7/2019). Pada balapan bergengsi itu, pebalap Indonesia, Andi Farid Izdihar yang biasa disapa Andi Gilang, tidak bisa tampil karena masalah cedera kelingking kanannya.
Yamaha Factory merebut podium teratas setelah pesaingnya, tim Kawasaki Racing, gagal finis secara dramatis. Salah satu dari tiga pebalap Kawasaki Racing, Jonathan Rea, terjatuh pada 1,5 menit terakhir menjelang berakhirnya balapan yang berlangsung selama 216 putaran atau nyaris delapan jam penuh itu. Ribuan pendukung Kawasaki yang memenuhi tribune utama Sirkuit Suzuka pun terperangah.
Gelar juara yang telah di depan mata itu gagal diraih Kawasaki, tim yang kali terakhir memenangi Suzuka 8 Hours pada 1993 silam. Sebelum kecelakaan yang dipicu tumpahan oli di trek Suzuka itu, Kawasaki unggul jauh, yaitu hingga 20 detik, dari Yamaha yang berada di posisi kedua sebelum kecelakaan itu. Tim Red Bull Honda dan TSR Honda Perancis ikut naik masing-masing ke peringkat kedua dan ketiga seusai insiden yang terjadi kemarin malam itu.
Meskipun berlangsung cukup lama, balapan itu tetap berlangsung menarik dan ketat sejak awal hingga akhir balapan. Tiga pabrikan Jepang, yaitu Yamaha, Honda, dan Kawasaki bergantian memimpin jalannya balapan di tengah cuaca relatif cerah itu. Lima menit sebelum berakhirnya balapan, Suzuki Endurance Racing mengalami kerusakan mesin sehingga gagal finis di balapan itu. Tumpahan oli dari motor Suzuki GSX-R1000 itu diduga mengakibatkan terjatuhnya Rea.
Situasi itu membuat Yamaha tidak terbendung merebut gelar juara Suzuka 8 Hours secara beruntun dalam lima tahun terakhir. Meskipun demikian, koleksi trofi mereka di ajang balap motor estafet dunia itu masih kalah jauh dari pabrikan pesaingnya, Honda. Yamaha kini mencatatkan delapan kemenangan, adapun Honda mengoleksi 27 gelar juara dari 42 edisi Suzuka 8 Hours itu.
Pada balapan itu, pebalap binaan PT Astra Honda Motor (AHM), Andi Gilang, tidak bisa tampil bersama timnya, Honda Asia-Dream Racing with Showa, menyusul dislokasi jari kelingking kanan yang didapatnya saat kualifikasi, Jumat lalu. Menurut Makoto Tamada, Manajer Tim Honda Asia-Dream, resiko yang diambil timnya terlalu tinggi jika menurunkan Andi di balapan itu. Pada balapan itu, tim Asia itu terpaksa hanya menurunkan dua pebalap, yaitu Muhammad Zaidi Zaqhwan (Malaysia) dan Teppei Nagoe (Jepang) selama balapan itu.
Tim yang start dari posisi ke-19 itu pun finis di peringkat kesepuluh dari 64 tim yang ikut serta di balapan itu. Andi sebetulnya sempat turun empat putaran pada latihan pemanasan kemarin pagi. Namun, catatan waktu terbaiknya kurang menggembirakan, yaitu 2 menit 14 detik, akibat dampak cedera itu. Padahal, sebelum cedera, waktu terbaiknya dapat menembus 2 menit 9,9 detik.
“Saat latihan (pemanasan) tadi, sentuhan tangan saya memang kurang bagus, terutama saat mengerem. Kondisi saya memang belum cukup bugar. Saya sedih dan kecewa tidak bisa turun sehingga beban membalap dipikul berdua oleh Zahwan dan Nagoe,” tuturnya.
Indonesia sebetulnya punya satu wakil lainnya, yaitu Ahmad Yudhistira, yang sempat terdaftar di Suzuka 8 Hours kategori Superstock alias produksi massal itu. Ditemui kemarin di Suzuka, Yudhistira yang kini membela tim Yamaha Victor Racing, berkata, dirinya tidak bisa mengikuti kualifikasi dan balapan itu karena terganjal ketiadaan lisensi balap ketahanan yang dikeluarkan Federasi Balap Motor Dunia (FIM).
Masalah lisensi
Ia hanya mengantongi lisensi FIM yang digunakannya untuk mengikuti balapan kelas Superbike 1.000 cc pada Asia Road Racing Championship (ARRC) 2019. Padahal, melalui manajernya di Singapura, pebalap peringkat kedelapan di klasemen Superbike ARRC 2019 itu sempat diyakinkan pengurus Ikatan Motor Indonesia (IMI) bahwa lisensinya itu cukup membawanya tampil di Suzuka.
“Ia (pengurus IMI) bilang tidak ada masalah. Padahal, jika memang tidak paham, ya seharusnya jangan dijawab begitu. Alihkan ke orang yang lebih paham agar dampaknya tidak fatal seperti ini,” ujar Ahmad mengkritisi salah seorang pengurus IMI itu.