Kisah benih IF8 kiranya pas untuk mendorong pemerintah membantu para petani kecil pemulia benih agar lebih merdeka dalam berkarya. Bukankah kiprah mereka sejalan dengan misi membangun desa mandiri benih yang jadi salah satu butir Nawacita?
Oleh
Mukhamad Kurniawan
·3 menit baca
Sempat tiga hari ditahan sejak ditetapkan sebagai tersangka, Selasa (23/7/2019), Munirwan, Ketua Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) Aceh Utara, akhirnya ditangguhkan penahanannya oleh penyidik Kepolisian Daerah Aceh, Jumat malam. Sebelumnya, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh melaporkannya ke polisi meski belakangan membantah telah melaporkannya (Kompas, 26/7/2019) karena menjual benih yang belum mengantongi sertifikat dari Kementerian Pertanian.
Dalam surat edaran bernomor 510.796/IX tertanggal 15 Mei 2019, Dinas Pertanian dan Perkebunan Aceh melarang peredaran benih padi IF8 yang diedarkan Munirwan itu karena belum dilepas oleh Menteri Pertanian. Oleh karena itu, pengedarannya dinilai melanggar ketentuan Undang-Undang 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman, terutama Pasal 12, yang mengatur bahwa varietas pemuliaan atau introduksi harus terlebih dulu dilepas oleh pemerintah.
Penahanan Munirwan menuai simpati publik. Akademisi, aktivis petani, pengacara, politisi, dan sejumlah lembaga membela Munirwan karena dinilai telah berjasa mendongkrak pendapatan petani seiring meningkatnya hasil panen. Dukungan juga digalang aliansi petani dan sejumlah orang melalui petisi di laman Change.org. Sampai Minggu (28/7/2019), ribuan orang telah menandatangani beberapa petisi yang memiliki misi seragam, yakni ”bebaskan Munirwan”.
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo bahkan mencuit melalui akun Twitter-nya, ”Pak Gubernur Aceh, Pak Kapolda Aceh, tolong bantu Kades Aceh (Munirwan) yang inovatif ini agar bisa terus berinovasi dan merangsang warga Aceh lainnya untuk tidak takut berinovasi. Kalau dia melakukan kesalahan admin(istrasi), tolong dibina dan jangan ditangkap #SafeKadesInovatif”.
Padi IF8, menurut AB2TI, merupakan varietas karya petani anggota AB2TI di Karanganyar, Jawa Tengah. Para petani melakukan seleksi selama bertahun-tahun. Pada tahun 2014-2015, IF8 diuji di 13 kabupaten dengan hasil panen ubinan tertinggi di Wonogiri, yakni 14 ton gabah kering panen (GKP) per hektar. Oleh karena ada permintaan untuk pemberdayaan petani di Aceh Utara, AB2TI mengirimkannya ke Aceh pada November 2017.
IF8 ditanam di lahan seluas 200 hektar dan disandingkan dengan Ciherang yang juga ditanam di luas lahan yang sama di Aceh Utara. Hasilnya, produktivitas IF8 hampir dua kali lipat Ciherang, rata-rata 11 ton GKP per hektar. Sejak itu, permintaan benih IF8 melonjak dan Munirwan melalui Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Meunasah Rayeuk memfasilitasi pemenuhannya. IF8 diedarkan dalam jaringan AB2TI.
Pengakuan, pemenuhan, dan perlindungan hak petani atas tanah, air, dan benih adalah solusi atas tantangan pangan dunia saat ini.
Kisah Munirwan dan IF8 di Aceh sebenarnya mengulang ”kiprah” Undang-Undang No 12/1992 yang telah menyeret banyak petani pemulia benih ke meja hijau. Petani-petani kecil penangkar benih di Kediri, Jawa Timur, misalnya, disidik dan sebagian dipenjara. Mereka dituduh telah melakukan tindak pidana pembudidayaan tanaman tanpa izin, mengumpulkan plasma nutfah tanpa izin, atau mengedarkan hasil pemuliaan yang dinilai belum stabil.
Sejumlah pasal dalam undang-undang itu dinilai mendiskriminasikan dan merugikan petani petani. Oleh karena itu, sejumlah petani/lembaga menguji materi undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) tahun 2012. MK melalui Putusan Nomor 99/PUU-X/2012 mengabulkan permohonan petani. Intinya, MK mengakui hak perorangan petani kecil untuk memuliakan tanaman tanpa harus meminta izin, petani kecil dikecualikan dalam sejumlah pasal.
Kisah IF8 kiranya pas untuk mendorong pemerintah membantu pemulia benih lebih merdeka dalam berkarya. Bukankah kiprah mereka sejalan dengan misi membangun desa mandiri benih yang jadi salah satu butir Nawacita?
Pas pula dengan pesan Zainal Arifin Fuad, pengurus Serikat Petani Indonesia, dalam forum pertanian di Kantor Pusat PBB di New York, Selasa (16/7/2019), bahwa pengakuan, pemenuhan, dan perlindungan hak petani atas tanah, air, dan benih adalah solusi atas tantangan pangan dunia saat ini.