Kerabat dan Tetangga Jadi Perekrut
Anak-anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang ternyata direkrut sebagai calon tenaga kerja di luar negeri oleh kerabat dan tetangganya. Faktor kedekatan ini membuat keluarga korban enggan melaporkan para perekrut kepada polisi.
KUPANG, KOMPAS — Anak-anak yang menjadi korban tindak pidana perdagangan orang ternyata direkrut sebagai calon tenaga kerja di luar negeri oleh kerabat dan tetangganya. Faktor kedekatan ini membuat keluarga korban enggan melaporkan para perekrut kepada polisi meski anak mereka tak diketahui nasib dan keberadaannya sejak diselundupkan menjadi tenaga kerja ilegal.
Penelusuran Kompas di Desa Meusin, Kecamatan Boking, Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), bahkan menemukan, salah seorang perekrut anak-anak untuk menjadi tenaga kerja Indonesia (TKI) ilegal berprofesi sebagai guru, Arimatia Tahe. Salah seorang anak yang pernah direkrut Arimatia, berinisial OK, masih berumur 14 tahun ketika diberangkatkan ke Malaysia tahun 2012 silam. Hingga saat ini, keberadaan dan nasib OK tak pernah diketahui keluarganya.
Saudara sepupu OK, Alfiana Taniu, menuturkan, perekrut sepupunya adalah guru dan juga tetangganya. ”Tahun 2012, OK pergi ke Malaysia diajak oleh Pak Arimatia, dia guru. Kami pernah tanya ke Pak Arimatia (terkait keberadaan OK), tetapi katanya OK juga tidak pernah telepon,” kata Afliana.
Saat dikonfirmasi, Arimatia membantah merekrut OK untuk dijadikan TKI di Malaysia. Menurut dia, dirinya hanya membantu memberi tumpangan kepada OK dan ibunya dari desa menuju Camplong, salah satu daerah dekat Kupang. ”Kebetulan saya mau ke Kupang, biar nebeng sama saya,” katanya.
YT (38) mengatakan, AT adalah temannya sesama perekrut calon tenaga kerja di Desa Meusin. Namun, sejak 2015, YT memutuskan berhenti, sementara AT tetap aktif sebagai perekrut calon TKI.
Jaringan
Para perekrut lokal diketahui memiliki jaringan hingga ke Malaysia. Mereka berhubungan langsung dengan calo TKI di Malaysia. Dari calo TKI di Malaysia, para perekrut memperoleh uang Rp 1 juta untuk satu anak.
Perekrut juga diberi modal untuk memberikan uang ”sirih pinang” bagi keluarga anak yang akan diberangkatkan ke Malaysia. Besarannya mencapai Rp 2,5 juta per anak. Namun, sejumlah keluarga dari anak-anak yang diberangkatkan secara ilegal ke Malaysia mengatakan, uang sirih pinang yang mereka terima tak sebanyak itu.
Baca juga: Anak-anak Indonesia Diperdagangkan
Warga Desa Meusin, Yuliana Baunsele (60), mengatakan hanya diberi Rp 260.000 oleh perekrut saat anaknya, Yohana Kamlasi, diberangkatkan sebagai TKI tahun 2013 lalu. Sampai sekarang, Yuliana tak pernah tahu nasib dan keberadaan Yohana.
Naasnya, Yuliana menuturkan, hingga saat ini ia tak pernah memperoleh kabar terkait kondisi dan keberadaan Yohana sejak diberangkatkan ke Malaysia. Apalagi, saat berangkat enam tahun lalu, nama Yohana di dokumen imigrasinya diubah oleh YT. Ia khawatir anaknya itu hilang.
”Dulu berangkat umur 25 tahun, tetapi sampai sekarang tak pulang. Sudah minta anak-anak (warga) di sini untuk cari. Kami berdoa juga,” tuturnya.
Advokat sekaligus aktivis antiperdagangan orang, Yunus Benu, mengungkapkan, perekrutan calon TKI di Desa Meusin dan sejumlah desa lain di NTT menjurus pada praktik perdagangan orang, termasuk anak. Yunus menambahkan, keluarga TKI enggan melaporkan hilangnya anak-anak mereka yang diberangkatkan ke luar negeri karena para perekrut adalah warga desa setempat dan masih kerabat dekat.
”TKI hilang (di negara tujuan) itu tak pernah dilaporkan pihak keluarga ke kepolisian karena perekrutnya tetangga sendiri atau kerabatnya,” katanya.
Para perekrut lokal diketahui memiliki jaringan hingga ke Malaysia. Mereka berhubungan langsung dengan calo TKI di Malaysia. Dari calo TKI di Malaysia, para perekrut memperoleh uang Rp 1 juta untuk satu anak.
Selain menggunakan perekrut lokal, perdagangan anak untuk menjadi TKI ilegal ini juga dilakukan dengan cara lama, seperti memalsukan identitas korban. Polda NTT sempat menggeledah rumah penampungan di Kupang setelah salah seorang calon TKI kabur dari sana karena mengetahui identitasnya dipalsukan.
Baca juga: Kalau Begini Terus, Pasti Mati
Labse Dorita Maramba (19), warga Kabupaten Sumba Timur, menuturkan, dia nekat kabur bersama temannya karena khawatir keamanan dirinya jika tetap dikirim ke Malaysia. Dia menemukan tahun kelahirannya telah diubah di dokumen keberangkatan.
”Identitas saya sudah diubah. Nanti kalau ada apa-apa, pemerintah enggak bisa cari tahu kami,” ucap Labse saat ditemui di rumah aman di NTT.
Pada awal Juli 2019, Polda NTT menggeledah tempat penampungan Labse di Kupang berupa sebuah rumah kontrakan. Dari tempat itu ditemukan 31 calon TKI.
Dari jumlah itu, ada tujuh calon TKI yang data dokumen imigrasinya tak sesuai dengan dokumen kependudukan.
Hasil penelusuran Kompas di Sistem Komputerisasi Tenaga Kerja Luar Negeri (Sisko-TKLN) yang diakses lewat kantor BP3TKI Kupang, tahun kelahiran Labse tercatat 1998. Namun, di KTP elektronik, remaja yang baru lulus SMA itu tercatat lahir tahun 2000.
Data identitas Labse yang terekam di Sisko-TKLN sama dengan yang tercatat pada data adminduk di Ditjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri.
Anehnya, unsur tahun kelahiran pada nomor induk kependudukan (NIK) Labse tetap tercatat 2000.
Kepala Bidang Humas Polda NTT Komisaris Besar Jules A Abast mengatakan, ada dugaan keterlibatan oknum birokrasi dalam pemalsuan data pribadi milik Labse dan enam calon TKI lainnya. ”Ini yang lagi kami telusuri, siapa saja pelakunya,” ujarnya.
Jules mengungkapkan, pengiriman calon TKI yang menjurus pada perdagangan orang cukup marak di NTT. Persoalan makin pelik karena perekrutnya adalah orang dekat sehingga pihak keluarga calon TKI enggan melaporkan perekrut tersebut ke kepolisian. Perekrut biasanya terkait dengan jaringan perdagangan orang yang ada di Indonesia ataupun di luar negeri.
Sejauh ini, menurut dia, Polda NTT beberapa kali mengungkap jaringan perdagangan orang di NTT yang jaringannya mencapai Riau dan Medan.
”Kepolisian juga sudah melakukan proses hukum (terkait kasus perdagangan orang di NTT). Namun, kendalanya, kami kepolisian, kan, hanya bisa menindak pidananya setelah terjadi (perdagangan orang) dan ada pelaporan. Sementara akar masalahnya adalah terjadinya perekrutan di desa,” katanya.
Berdasarkan daftar putusan hakim di Mahkamah Agung, setidaknya ada 19 perkara perdagangan orang yang divonis hakim di pengadilan Kupang selama 2016-2019. Di PN Soe tercatat ada 10 perkara perdagangan orang dan salah satunya adalah kasus Adelina Jemirah Sau yang diberangkatkan sebagai TKI ke Malaysia saat masih anak pada 2015 dan dipulangkan ke NTT pada 2018 dalam kondisi tewas akibat dianiaya.
Berdasarkan putusan hakim PN Soe, setidaknya tiga orang dipidana karena terlibat memperdagangkan Adelina yang masih tergolong anak.
Sementara itu, aparat desa di NTT tampak tak berdaya menghadapi perekrutan calon TKI yang menjurus pada perdagangan orang. Kepala Desa Meusin Paulus Silla menyatakan, pihaknya sulit mengendalikan perekrutan TKI ilegal di desanya karena perekrut ada di mana-mana dan warga di desa pada umumnya miskin.
Paulus memberikan gambaran kemiskinan di desanya, yaitu tingginya jumlah anak stunting. Menurut dia, dari 70 anak di desanya, ada 67 anak stunting atau terhambat pertumbuhannya karena kekurangan gizi.
”Mungkin mereka (warga) ke sana (bekerja di luar negeri) karena hal ekonomi. Keadaan kami memang seperti ini,” katanya.
Berdasarkan daftar putusan hakim di Mahkamah Agung, setidaknya ada 19 perkara perdagangan orang yang divonis hakim di pengadilan Kupang selama 2016-2019.
Modus praktik pemalsuan dokumen dalam perdagangan orang dan anak jamak ditemukan di Kabupaten Indramayu, Jawa Barat. Mantan TKI di Taiwan, Kenidah, menuturkan, data kependudukan di kartu keluarganya dipalsukan calo tenaga kerja agar bisa diberangkatkan ke Taiwan.
Tahun kelahirannya diubah dari semestinya tahun 1999 menjadi 1995 sehingga umurnya menjadi 23 tahun sesuai persyaratan bekerja di Taiwan.
Dia mengatakan, tak ada masalah dalam perjalanannya ke Taiwan ataupun saat kembali lagi ke Indonesia belum lama ini. Hanya, selama di Taiwan, dia tak berani keluar dari rumah majikan karena data di dokumen imigrasinya palsu. ”Karena dokumen palsu, selama di Taiwan saya jadi takut ditangkap,” ucapnya.
Kepala Seksi Perlindungan Hak Perempuan Dinas P3A Indramayu Ade Suharnani mengakui, pemalsuan dokumen kependudukan menjadi pintu masuk perdagangan orang di daerahnya.
Oleh karena itu, dibutuhkan kesadaran masyarakat agar tak mudah terbujuk memalsukan datanya agar bisa direkrut sebagai TKI.
Sebagai upaya perlindungan, menurut Ade, Dinas P3A Indramayu berupaya memberdayakan warga desa setempat untuk mengenali perekrutan TKI yang aman dan yang rawan menjurus pada perdagangan orang. Namun, sejauh ini, upaya itu juga baru dilaksanakan di dua desa, yakni di Desa Bugis, Kecamatan Anjatan, dan Desa Benda, Kecamatan Karangampel.
Untuk memperkuat desa lain, Pemkab Indramayu menggandeng organisasi sosial masyarakat setempat, seperti pemberdayaan desa-desa di Kecamatan Bongas yang mengandalkan Yayasan Kusuma Bongas. Ada pula Desa Amis, Kecamatan Cikedung, yang mengandalkan Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia.
Kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak Dinas P3A Indramayu Winani mengatakan, perdagangan anak memang masih terus terjadi di Indramayu. Namun, dengan adanya upaya pencegahan di sejumlah desa yang rawan, terutama desa yang miskin, diharapkan perdagangan anak dapat dikendalikan.
”Melawan perdagangan orang dan anak ini harus dilakukan dalam gerakan yang fokus dan jaringan yang kuat, didukung semua instansi pemerintah. Kita tidak boleh bosan untuk terus memberikan sosialisasi bahayanya perdagangan orang ini kepada masyarakat,” ujarnya.
Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) Nusron Wahid mengatakan, Sisko-TKLN yang terintegrasi dengan sistem adminduk Ditjen Dukcapil Kemendagri seharusnya sudah dapat mencegah anak di bawah umur terdaftar sebagai calon TKI.
Namun, sistem ini, kata Nusron, tidak dapat mencegah anak-anak yang usianya ”dikatrol” melalui tindak kriminal mengubah data adminduk. Fungsi verifikasi data pribadi yang dimiliki oleh BNP2TKI, lanjutnya, bertumpu pada keabsahan data kependudukan yang ditangani instansi berwenang.
”Kami tidak bisa melampaui kewenangan kami. Kami hanya memverifikasi dokumen sesuai dengan data yang dipegang instansi yang punya kewenangan,” katanya.
Baca juga: Melawan Perdagangan Orang
Asisten Deputi Hak Perempuan dalam Tindak Pidana Perdagangan Orang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Destri Handayani mengatakan, pemberantasan perdagangan orang masih menghadapi tantangan berat. Sebab, pelaku utama atau bandarnya berada di luar negeri.
”(Hukum) Kita belum bisa jangkau pelaku utama. Kalau toh kita tangkap perekrut di dalam, nanti dia (pelaku utama) mencari perekrut lain. Itu memang tantangan kita,” katanya.
Gubernur NTT Viktor Laiskodat mengatakan, Pemerintah Provinsi NTT tengah merancang program perlindungan anak-anak di perdesaan.
”Kami terus berkoordinasi dengan kabupaten/kota sampai tingkat desa agar kalau ada (calo TKI) yang datang, mereka harus mengajak bicara RT, RW, atau bahkan kepala desa,” ujarnya.