Sebanyak 48 juta jiwa lebih pada 28 provinsi berpotensi terpapar dampak kekeringan 2019. Pemerintah menyiapkan sejumlah upaya antisipasi, termasuk kebakaran lahan dan hutan pada lima provinsi utama.
Oleh
Fajar Ramadhan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sebanyak 48 juta jiwa lebih pada 28 provinsi berpotensi terpapar dampak kekeringan 2019. Pemerintah menyiapkan sejumlah upaya antisipasi, termasuk kebakaran lahan dan hutan pada lima provinsi utama.
Deputi Bidang Koordinasi Kerawanan Sosial dan Dampak Bencana Kementerian Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Dody Usodo HGS, Selasa (30/7/2019), mengatakan, kekeringan pada 2019 diprediksi lebih parah dari 2018. Total ada 11.774.437 hektar lahan di 28 provinsi yang berpotensi terdampak.
”Masyarakat yang akan terpapar dampak kekeringan itu sebesar 48.491.666 jiwa,” kata Dody dalam Konferensi Pers Antisipasi Potensi Bencana Kekeringan dan Kebakaran Hutan di Jakarta, Selasa (30/7/2019).
Saat ini, setidaknya ada 55 kepala daerah yang menyatakan siaga darurat kekeringan melalui surat keputusan bupati dan wali kota. Daerah-daerah tersebut antara lain Banten, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB), dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Menurut Dody, pemerintah sejauh ini telah mendistribusikan 7.045.400 liter air bersih, menambah jumlah tangki air dan hidran umum, membuat sumur bor, dan mengampanyekan hemat air. Selain itu, teknologi modifikasi cuaca (TMC) juga sudah disiapkan.
Sebelumnya, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menetapkan dua posko untuk menunjang penerapan TMC tersebut. Namun, Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Handoko Seto mengatakan, upaya tersebut baru akan dilaksanakan pada pekan depan.
”Begitu armada sudah siap, akan langsung kita operasikan. Alat dan bahan semuanya sudah siap,” kata Tri Handoko.
Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dodo Gunawan mengatakan, sejumlah wilayah telah mengalami Hari Tanpa Hujan lebih dari 60 hari.
Daerah tersebut, misalnya Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta, dan Nusa Tenggara Timur. Sebagian besar wilayah tersebut merupakan wilayah penghasil padi.
”Wilayah-wilayah tersebut merupakan wilayah pertanian dan permukiman padat penduduk. Jadi, selain berdampak pada pengairan lahan pertanian, juga terkait dengan kebutuhan air bersih,” kata Handoko.
Siaga darurat
Sementara itu, terkait dengan ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla), lima provinsi sudah menetapkan status siaga darurat. Provinsi-provinsi itu adalah Riau, Kalimantan Barat, Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan.
”Kelima provinsi ini punya lahan gambut yang luas. Kedalaman gambut sendiri bisa mencapai 36 meter sehingga cukup sulit jika dipadamkan dengan water bombing,” kata Dody.
Berdasarkan pengamatan BMKG, dalam 10 hari terakhir ada tiga provinsi yang mempunyai titik panas terbanyak, yakni NTT sebanyak 274, Kalimantan Tengah (265), dan Riau (157). Sementara itu, pada Minggu (28/7/2019), titik panas terbanyak ada di Kalimantan Tengah (69), Kalimantan Selatan (22) dan NTT (14).
Menurut Agus, hingga Senin (29/7/2019), karhutla terluas terjadi di Riau, yakni 27.683 hektar. Adapun luas lahan terbakar di Kalimantan Barat 2.273 hektar, Sumatera Selatan (236 hektar), Kalimantan Selatan (52 hektar), dan Kalimantan Tengah (27 hektar).