Kementerian Keuangan tengah menggodok perubahan mekanisme kebijakan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai. Menurut rencana, mekanisme yang diubah mencakup jumlah faktur dan pengisian formulir laporan.
Oleh
MEDIANA
·4 menit baca
BADUNG, KOMPAS —Kementerian Keuangan tengah menggodok perubahan mekanisme kebijakan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai atau biasa disebut value added tax refund. Menurut rencana, mekanisme yang diubah mencakup jumlah faktur dan pengisian formulir laporan.
Mekanisme kebijakan pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76 Tahun 2010 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Permintaan Kembali Pajak Pertambahan Nilai Barang Bawaan Orang Pribadi Pemegang Paspor Luar Negeri.
Undang-Undang (UU) Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN turut mengatur ketentuan restitusi PPN bagi turis asing atas PPN yang telah dibayar untuk pembelian barang kena pajak yang akan dibawa ke luar Indonesia. Ketentuan dapat dibaca pada pasal 16E Ayat (1) dan Pasal 16E Ayat (2).
Pasal 16E Ayat (2) UU No 42/2009 tentang PPN memberikan tiga persyaratan PPN dan PPnBM yang dapat direstitusi atau diminta kembali. Pertama, nilai PPN minimal Rp 500.000 dan dapat disesuaikan dengan peraturan pemerintah. Kedua, pembelian barang kena pajak dilakukan dalam jangka waktu satu bulan sebelum keberangkatan ke luar daerah pabean. Syarat ketiga, pada kolom nomor pokok wajib pajak (NPWP) dan alamat pembeli diisi dengan nomor paspor dan alamat lengkap di negara yang menerbitkan paspor.
Direktur Peraturan Perpajakan I Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan Arif Yanuar di sela-sela temu media, Rabu (31/7/2019) malam, di Badung, Bali, menjelaskan, dalam PMK itu, nilai belanja yang berhak mendapat pengembalian PPN sebesar Rp 5 juta dan harus tercatat di satu faktur. Ketentuan ini, menurut rencana, diubah menjadi nilai belanja yang berhak mendapat pengembalian PPN sebesar Rp 5 juta dan boleh tercatat di beberapa faktur pembelian. Nilai belanja sebesar Rp 5 juta memperoleh nilai PPN Rp 500.000.
”Rencana perubahan itu bertujuan mengakomodasi pedagang berskala lebih kecil. Dengan demikian, semakin banyak mitra pedagang berpartisipasi. Namun, ini tentunya harus dibahas perlu tidaknya pembahasan batasan nilai terkecil item barang yang tidak perlu diikutsertakan saat memohon fasilitas pengembalian PPN,” ujarnya.
Menyoal pengisian formulir laporan permohonan, Arif mengatakan, rencana yang berkembang adalah menyederhankan item-item pengisian. Rencana lain ialah turis cukup menunjukkan faktur hasil belanjaan, lalu aplikasi DJP yang sudah terhubung ke semua mitra segera membaca otomatis dan memotong PPN. Tujuannya adalah memudahkan wisatawan mancanegara (wisman). ”Kami juga merencanakan ada faktur secara elektronik atau e-faktur,” katanya.
Menurut Arif, perubahan PMK akan dikeluarkan secara paralel dengan realisasi aplikasi sistem membaca otomatis faktur belanja wisman pada Oktober 2019. Per akhir 2018, jumlah mitra pedagang berstatus pengusaha kena pajak (PKP) sebanyak 46 dengan total gerai 236 unit di seluruh Indonesia. PKP yang ada selama ini berskala usaha besar, seperti SOGO dan Sarinah.
Perubahan PMK akan dikeluarkan secara paralel dengan realisasi aplikasi sistem membaca otomatis faktur belanja wisman pada Oktober 2019.
Jumlah bandara yang bisa melayani permohonan fasilitas pengembalian PPN ada empat, yakni Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai (Denpasar), Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Tangerang), Bandara Internasional Juanda (Sidoarjo), Bandara Internasional Kualanamu (Medan), dan Bandara Internasional Ahmad Yani (Semarang).
Arif menambahkan, permohonan fasilitas pengembalian PPN paling banyak berasal dari Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai (Denpasar), diikuti Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Tangerang) dan Bandara Internasional Kualanamu (Medan).
Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian Pariwisata (Kemenpar) Guntur Sakti, yang dihubungi secara terpisah, mengemukakan, Kemenpar memandang pelaksanaan kebijakan pengembalian PPN yang efektif bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisata belanja di Indonesia. Meski demikian, Kemenpar menyarankan kebijakan itu perlu dikaji ulang agar bisa bersaing di tingkat regional dan global.
Pelaksanaan kebijakan pengembalian PPN yang efektif bisa menjadi daya tarik tersendiri bagi wisata belanja di Indonesia.
Sebagai contoh saran, dia menyebutkan perlu ada relaksasi nilai belanja dalam satu faktur nota dari Rp 5 juta menjadi Rp 1 juta. Contoh saran kedua adalah menyederhanakan proses pengembalian pajak dan memperpanjang waktu klaim.
”Saat ini, waktu klaim yang diberikan hanya selama satu bulan setelah pembelian. Padahal, di negara-negara lain, waktu klaim bisa hingga tiga bulan terhitung dari tanggal pembelian sehingga wisman memiliki kesempatan lebih panjang untuk memproses. Cara seperti ini juga dapat mendorong wisman berkunjung kembali ke Indonesia,” ujar Guntur.
Chairman Pacific Asia Travel Association (PATA) Indonesia Chapter Setyono Djuandi Darmono berpendapat, di negara maju, kebijakan pengembalian PPN sudah biasa dilakukan untuk mendorong peningkatan jumlah belanja wisman.
”Di Indonesia pun, kami rasa, kebijakan pengembalian PPN akan efektif memikat wisman berkunjung ke Indonesia,” ucapnya.