Peran ASEAN di dunia internasional semakin dipandang dan diperhitungkan. Persoalan menjaga stabilitas keamanan di kawasan Laut China Selatan menjadi bahasan utama dalam pertemuan Menlu ASEAN-China di Bangkok, Thailand, Rabu (31/7/2019).
Oleh
JOHNNY TG
·6 menit baca
Menteri Luar Negeri (Menlu) Adam Malik, Senin (24/7/1967), di depan sidang pleno DPR GR di Jakarta, menjelaskan soal sikap politik luar negeri Indonesia. Gagasan Indonesia soal perlunya kerja sama regional antara negara-negara di Asia Tenggara mulai mendapat sambutan dari negara-negara tetangga. Asia Tenggara kaya akan sumber daya alam, ekonomi, sosial, dan kebudayaan sehingga perlu untuk dikembangkan. Kerja sama ini sifatnya nonpolitik dan nonmiliter. Situasi di era 1960-an rawan konflik dengan adanya perebutan pengaruh ideologi negara adidaya antara Uni Soviet dan Amerika Serikat, juga konflik antarnegara di kawasan yang jika dibiarkan bisa mengganggu stabilitas kawasan.
Pada hari Sabtu (5/8/1967), lima menlu negara Asia Tenggara mengadakan sidang tertutup di Bangsaen, dekat Bangkok. Menlu Muangthai (Thailand, saat ini) Thanat Koman dalam jumpa persnya menyampaikan soal kesepakatan untuk membentuk sebuah organisasi kerja sama di antara negara Asia Tenggara yang bersifat nonpolitik dan nonmiliter. Dalam sidang tertutup terjadi dialog soal kehadiran kekuatan militer asing. Filipina menganggap perlu adanya pangkalan AS, sedangkan Malaysia dan Singapura menyatakan bahwa tidak lama lagi pasukan Inggris di kedua negara itu akan ditarik mundur.
Deklarasi resmi berdirinya organisasi yang kemudian disebut ASEAN (Association of Southeast Asian Nations) ditandatangani pada hari Selasa, 8 Agustus 1967, di Bangkok. Lima orang menandatangani deklarasi tersebut, yaitu Menlu Adam Malik (Indonesia), Menlu Narciso Ramos (Filipina), Menlu Thanat Khoman (Thailand), Wakil PM Tun Abdul Razak (Malaysia), dan Menlu S Rajaratnam (Singapura). Adanya persoalan di perbatasan antara Burma (Myanmar, saat ini) dengan China sepanjang 1920 kilometer menjadi penyebab negara itu belum bergabung dengan ASEAN. Lewat keputusan nomor 237/1967, tanggal 5 Desember 1967, Penjabat Presiden Soeharto menetapkan Sekretariat Nasional ASEAN berada di Jakarta. Keanggotaan ASEAN saat ini berjumlah 10 negara dengan bergabungnya Brunei Darussalam (8/1/1984), Vietnam (28/7/1995), Laos (23/7/1997), Myanmar (23/7/1997), dan Kamboja (30/4/1999).
Riak dan peran anggota
Sejak dibentuknya ASEAN, banyak negara ingin bergabung karena mereka melihat sifat organisasi ini yang nonpolitik dan nonmiliter. Menlu Sri Lanka Dudley Senana di depan Majelis Rendah di Kolombo, Senin (14/8/1967), mengatakan kalau negaranya akan bergabung jika organisasi ini tidak bertentangan dengan sikap politik Sri Lanka yang nonblok. Begitu juga India, Sekretaris Departemen Luar Negeri TN Kaul kepada pers di Delhi menyatakan, India akan bergabung dalam ASEAN, khususnya untuk kerja sama di bidang ekonomi regional yang lebih besar.
Dalam kunjungannya ke Jakarta, Jumat (12/1/1968), Presiden Filipina Marcos membahas soal pariwisata, pendidikan, dan (perang) Vietnam. Hal itu dikatakan Menlu Adam Malik dalam jumpa pers, Senin (15/1/1968), di Jakarta. Selain itu, Indonesia akan membeli beras dari Filipina. Penangkapan 26 orang Filipina bersenjata oleh Pemerintah Malaysia di Sabah, Sabtu (23/3/1968), membuat ketegangan hubungan antara kedua negara. Mereka dilatih militer oleh Mayor Abdul Latief Martelino secara rahasia di Pulau Corregidor. PM Malaysia Tengku Abdul Rachman meminta Presiden Marcos melakukan penyelidikan mendalam agar keutuhan ASEAN tetap terjaga. Untuk itu, Komandan Pusat Latihan Militer di Corregidor Mayor Abdul Latief Martelino akan diajukan ke depan komisi Senat Filipina bersama dengan lima perwira lainnya. Mereka saat ini berada dalam tahanan militer.
Demi mempererat hubungan antara sesama negara ASEAN, Pemerintah Singapura menyiapkan beasiswa pendidikan sekolah menengah bagi 25 mahasiswa warga negara ASEAN (Kompas, Jumat, 11/10/1968). Jumlahnya 1.200 dollar Singapura setahun dan tidak ada ikatan apa pun dengan Pemerintah Singapura setelah siswa lulus. Beasiswa akan mulai diberikan Januari 1969. Di bidang promosi pariwisata, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1970 tentang pemberian fasilitas bebas visa tujuh hari kepada wisatawan asing asal negara-negara ASEAN. Wisatawan juga akan mendapatkan diskon sampai 30 persen dari biaya perjalanannya jika menggunakan package tour ASEAN untuk berkunjung ke negara anggota ASEAN, kata Dirjen Pariwisata MJ Prajogo, Rabu (28/10/1970), di Jakarta.
Pada bulan April 1971, RRI studio Jakarta menyelenggarakan sayembara mencipta lagu ASEAN tingkat nasional yang selanjutnya akan diikutkan di tingkat regional (antarnegara ASEAN). Sayembara ini serentak digelar di tiap negara anggota ASEAN. Syaratnya, lagu itu harus mengandung unsur-unsur musik tradisional, ditulis dengan not balok, dan tidak lebih dari 16 bar. Pemenangnya akan diumumkan pada tanggal 1 Juni 1971. Hadiah yang disediakan untuk pemenang pertama adalah uang tunai 200 dollar AS dan 150 dollar AS untuk pemenang kedua. Adapun tiga hadiah hiburan masing-masing 50 dollar AS.
Tidak saja Indonesia yang berperan aktif dalam membina hubungan antarnegara anggota ASEAN. Malaysia pun menggelar kontes Miss ASEAN di Kuala Lumpur pada Desember 1972. Selain soal kecantikan dan kepribadian, porsi terbesar penilaian menyangkut pengetahuan umumnya soal ASEAN. Pemenang utama akan mendapatkan hadiah uang tunai 1.000 dollar Malaysia. Di bidang perfilman digelar acara Festival Film ASEAN (FFA). Empat film Indonesia berhasil lolos ke FFA II di Bangkok, 21-25 November 1972. Film-film tersebut adalah Nayak, Di Dinding dan di Panggung tentang Ramayana, Wajah Seorang Laki-laki, dan Mereka Kembali.
Konflik yang terjadi di Vietnam (utara dan selatan) ikut membuat ketegangan dua negara adidaya, yaitu Uni Soviet dan AS. Kondisi ini membuat khawatir negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara. Pemerintah Republik Demokrasi Vietnam (utara) secara resmi meminta Indonesia ikut dalam Komisi Pengawas Internasional (International Commission of Control and Supervision = ICCS) di Vietnam. Tugasnya adalah ikut melakukan pengawasan gencatan senjata dan pertukaran tawanan perang di bawah komando ICCS yang markas komandonya berada di Saigon, Vietnam selatan. Seperti diketahui, pada tanggal 27 Januari 1973, di Paris ditandatangani persetujuan gencatan senjata yang mengakhiri perang Vietnam. Bersama dengan Kanada, Hongaria, dan Polandia, Indonesia mengirimkan sekitar 290 orang dari jumlah keseluruhan kontingen 1.160 orang.
Rombongan pertama Kontingen Garuda IV, berjumlah 85 orang, bertolak dari Lanuma Halim Perdanakusuma, Minggu (28/1/1973) pada pukul 07.00, dan tiba di Saigon pukul 11.30 WIB. Mereka diangkut dengan dua pesawat C-130 Hercules Indonesian Air Force T-1302 dan T-1309. Kontingen Garuda IV seluruhnya berjumlah 290 orang, terdiri dari 132 perwira menengah, 90 kapten, 49 bintara, dan 17 personel dari Departemen Luar Negeri. Sebagian besar personel ABRI berkualifikasi ”komando”. Kontingen Garuda IV bertugas hingga tanggal 18 Agustus 1973. Selanjutnya, mereka digantikan oleh Garuda V dan VII yang mengakhiri tugasnya pada Oktober 1974.
Dalam perkembangannya, peran ASEAN di dunia internasional semakin dipandang dan diperhitungkan. Persoalan menjaga stabilitas keamanan di kawasan Laut China Selatan menjadi bahasan utama dalam pertemuan Menlu ASEAN-China di Bangkok, Thailand, Rabu (31/7/2019). Empat negara anggota ASEAN (Vietnam, Filipina, Malaysia, dan Brunei Darussalam) terlibat sengketa klaim wilayah perairan Laut China Selatan dengan China dan Taiwan. Nonmiliterisasi dan sikap menahan diri dari semua pihak yang terlibat perlu dikedepankan dalam mengatasi ketegangan di Laut China Selatan. Selamat Hari Jadi Ke-52 ASEAN....
Sumber: Kompas, Selasa, 8 Agustus 1967, halaman 1; Kompas, Rabu, 9 Agustus 1967, halaman 1; Kompas, Kamis, 29 Oktober 1970, halaman 2; Kompas, Selasa, 18 April 1972, halaman 1; Kompas, Senin, 29 Januari 1973, halaman 1; Kompas, Rabu, 30 Oktober 1974, halaman 1; Kompas, Kamis, 1 Agustus 2019, halaman 4