Dampak abrasi di Pantai Muaro Lasak, salah satu obyek wisata unggulan dalam kawasan Pantai Padang, Sumatera Barat, semakin meluas. Pasang dan ombak besar tiga hari terakhir memicu kondisi tersebut.
Oleh
YOLA SASTRA
·5 menit baca
PADANG, KOMPAS — Dampak abrasi di Pantai Muaro Lasak, salah satu obyek wisata unggulan di kawasan Pantai Padang, Sumatera Barat, semakin meluas. Pasang dan ombak besar yang menghantam wilayah pesisir Padang dalam tiga hari terakhir memicu kondisi tersebut. Batu pemecah ombak ataupun dinding laut dibutuhkan untuk mencegah kerusakan yang lebih parah.
Berdasarkan pantauan, Senin (5/8/2019), abrasi merusak berbagai fasilitas di Muaro Lasak. Fondasi belakang serta lantai area Monumen Merpati Perdamaian, yang diresmikan Presiden Joko Widodo pada 12 April 2016, tergerus sekitar 2,5 meter. Bangku-bangku taman dari semen terperosok dan sejumlah pohon nyaris tumbang.
Dibandingkan hari ini, ombak Sabtu lalu paling besar. Dari pagi sampai malam, tidak berhenti-berhenti.
Para pedagang di kawasan itu mengatakan, abrasi bulan ini mulai terjadi pada Sabtu (3/8/2019) pagi. Saat hendak menyiapkan lapak, pedagang mendapati bibir pantai sudah tergerus ombak. Air laut naik ke daratan hingga 20 meter dibandingkan dengan kondisi biasa.
”Dibandingkan hari ini, ombak Sabtu lalu paling besar. Dari pagi sampai malam, tidak berhenti-berhenti,” kata Irwan (54), pedagang di Pantai Muaro Lasak. Hingga Senin siang, ombak besar terus mengempas pesisir dan mengikis pasir.
Abrasi juga melanda Muaro Lasak pada pertengahan Juni lalu. Dampak yang ditimbulkan terus meluas. Diukur menggunakan aplikasi Google Earth, panjang kawasan pantai yang terkikis bertambah menjadi sekitar 480 meter dibandingkan sebelumnya sekitar 300 meter.
Sementara itu, lebar maksimal bibir pantai yang tergerus bertambah 5 meter dibandingkan abrasi sebelumnya dengan tinggi maksimal 1,5 meter. Pertengahan Juni lalu, lebar maksimal bibir pantai yang tergerus 10 meter dengan tinggi maksimal 1,5 meter.
Sebagai contoh, abrasi sebelumnya hanya merusak sebagian kecil fondasi area Monumen Merpati Perdamain. Kali ini, abrasi menggerus seluruh fondasi bagian belakang serta beberapa lantai di sekitarnya.
Abrasi membuat para pedagang di kawasan pantai semakin terdesak. Irwan, misalnya, terpaksa melanggar garis batas aman (kuning hitam) yang dipasang petugas satuan polisi pamong praja untuk menggelar kursi dan meja. Hal itu karena sebagian besar area yang ditempati Irwan sudah roboh.
”Kalau tidak menggalas, keluarga teraniaya. Tidak ada uang masuk. Pekerja di sini masih sanak-sanak kami juga,” ujar Irwan.
Sementara di sekitar lokasi, hampir tidak ada batu pemecah ombak ataupun tumbuhan bakau untuk melindungi pesisir.
Iswarmi (36), pedagang lainnya, mundur sekitar 10 meter dari lokasi biasanya untuk menggelar meja dan kursi. ”Biasanya, area belakang ini (dekat ke jalan raya) kosong, tidak pernah kami isi. Sekarang terpaksa dipakai karena di depan sudah habis,” ujarnya.
Kepala Seksi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Padang Sutan Hendra mengatakan, belum ada laporan abrasi di wilayah lain di Kota Padang. Menurut dia, abrasi di Pantai Muaro Lasak dipicu fenomena alam gelombang tinggi. Sementara di sekitar lokasi, hampir tidak ada batu pemecah ombak ataupun tumbuhan bakau untuk melindungi pesisir.
Kepala Stasiun Meteorologi Maritim Teluk Bayur BMKG Syafrizal menyebutkan, beberapa hari terakhir, perairan Padang-Kepulauan Mentawai mengalami gelombang tinggi. Ketinggian gelombang mencapai 3 meter dan berpotensi memicu abrasi.
”Diperkirakan gelombang tinggi masih akan terjadi dua hingga tiga hari ke depan. Angin dari arah timur-selatan dengan kecepatan 4-20 knot (7,4-37 km per jam) dapat memicu gelombang maksimal 2,5 meter,” kata Syafrizal.
Gelombang tinggi juga dipicu adanya badai tropis Lekima yang berada di Samudra Pasifik timur Filipina. Badai ini menyebabkan kecepatan angin di selatan ekuator berkisar 4-30 km per jam.
Karung pasir
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Padang Arfian mengatakan, pemerintah baru bisa mengantisipasi abrasi, terutama di Monumen Merpati Perdamaian, dengan karung berisi pasir. Karung bantuan dari Balai Wilayah Sungai Sumatera (BWSS) V itu dipasang oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Padang, Senin sore.
Menurut Arfian, pemerintah kota belum bisa memperbaiki kerusakan pada Monumen Merpati Perdamaian. Dinas PUPR Padang sebenarnya sudah membenahi kerusakan fondasi monumen akibat abrasi sebelumnya, tetapi kembali rusak. Dinas tidak bisa menganggarkan dua kali untuk perbaikan di lokasi yang sama dengan waktu berdekatan.
”Kami juga sudah berkoordinasi dengan BWSS V. Namun, karena sifatnya mendadak, balai tidak bisa menganggarkan. BWSS V cuma bisa memberi bantuan karung pasir penahan ombak,” kata Arfian.
Arfian menambahkan, Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharallah melalui Dinas PUPR Padang sudah mengirimkan surat permohonan bantuan kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. Surat disampaikan melalui BWSS V. Mahyeldi meminta bantuan pembangunan batu pemecah ombak ataupun dinding laut kepada pemerintah pusat untuk pesisir yang terkena abrasi.
Selain Pantai Muaro Lasak, pertengahan Juli 2019, abrasi juga terjadi di Pantai Muaro Padang, sekitar 3 kilometer dari Pantai Muaro Lasak. Abrasi merusak pagar pelindung masjid yang sedang dibangun pemerintah kota di tepi Pantai Muaro Padang. BWSS V sedang membangun batu pemecah ombak untuk melindungi masjid yang diproyeksikan sebagai ikon wisata halal itu dari terjangan ombak.
Abrasi di kawasan Pantai Padang menjadi perhatian serius pemerintah kota karena merupakan obyek wisata unggulan. Beberapa tahun belakangan, Kota Padang serius membenahi sektor pariwisata, terutama wisata pantai. Abrasi mengancam investasi yang digelontorkan pemerintah.
Keseimbangan baru
Kepala Pusat Studi Kependudukan dan Lingkungan Universitas Negeri Padang Indang Dewata berpendapat, abrasi merupakan bentuk upaya alam untuk mencari keseimbangan. Jika keseimbangan suatu pantai terganggu, alam akan mencari keseimbangan baru. Pantai lain di sekitarnya akan terdampak.
Untuk Pantai Muaro Lasak, Indang memperkirakan, abrasi terjadi akibat adanya perlakuan yang tidak alami dari manusia. Pantai-pantai lain yang berbatasan dengan Pantai Muaro Lasak di sebelah selatan dan utara memiliki batu pemecah ombak, sedangkan Pantai Muaro Lasak tidak. ”Agar Pantai Muaro Lasak tidak lagi abrasi, perlu diberi keseimbangan yang sama,” katanya.
Menurut Indang, abrasi menjadi ancaman di kabupaten/kota Sumbar yang berada di pesisir barat. Hal itu dipicu mulai hilangnya pelindung alami di kawasan pesisir. Pantai berlumpur biasanya terlindung dari abrasi oleh pohon bakau, sedangkan pantai berpasir oleh tumbuhan berakar serabut, seperti nipah dan kelapa.
Indang menambahkan, agar abrasi tidak semakin meluas, keberadaan pohon-pohon di bibir pantai harus dijaga. Sementara yang telanjur dibuka mesti ditanami kembali.
”Abrasi memang bisa dicegah dengan batu pemecah ombak atau dinding laut, tetapi biayanya mahal dan sulit. Menghijaukan kembali kawasan pesisir lebih murah, bisa dengan memberdayakan masyarakat,” ujar Indang.