Infrastruktur dan Jaminan Pemerintah atas Utang BUMN
Pemerintah memberikan jaminan atas utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang digunakan untuk pembangunan sejumlah infrastruktur strategis dan prioritas nasional. Faktor ini membuat saham dan surat utang yang diterbitkan BUMN kian menarik investor.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Suahasil Nazara mengatakan, aset milik BUMN adalah kekayaan negara yang sudah dipisahkan. Kendati BUMN bertanggungjawab penuh atas kondisi keuangannya, tetapi pemerintah tidak bisa lepas tangan. Pemerintah memberi jaminan atas utang yang ditarik BUMN untuk pembangunan proyek infrastruktur tertentu.
“Ada beberapa jenis penugasan BUMN yang dijamin negara misalnya, pembangunan pembangkit listrik,” kata Suahasil.
Menurut Suahasil, penjaminan diberikan untuk mengantisipasi risiko gagal bayar utang BUMN. Aturan penjaminan cukup spesifik dan detail karena tidak berdasarkan nama BUMN, tetapi daftar proyek. Besaran jaminan setiap proyek infrastruktur strategis dan prioritas nasional berbeda tergantung tingkat risikonya.
Penjaminan diberikan untuk mengantisipasi risiko gagal bayar utang BUMN. Aturan penjaminan cukup spesifik dan detail karena tidak berdasarkan nama BUMN, tetapi daftar proyek.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kemenkeu Luky Alfirman menuturkan, jaminan pemerintah diberikan agar BUMN mudah memperoleh pinjaman dalam rangka percepatan penyediaan infrastruktur nasional. Jaminan itu diberikan untuk pinjaman perbankan atau skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
“Dengan mendapat jaminan pemerintah, BUMN memperoleh pendanaan murah dan bertenor panjang,” kata Luky.
Sejauh ini penjaminan diberikan pemerintah atas pinjaman obligasi dan pinjaman langsung BUMN. Pembangunan proyek yang dijamin, antara lain jalan tol, distribusi dan transmisi listrik di Sumatera, perluasan jaringan listrik dan akses energi berkelanjutan di Indonesia bagian timur, serta program pasokan air bersih.
Menurut Luky, pemberian jaminan cukup selektif karena mempertimbangkan kemampuan keuangan negara, kesinambungan fiskal, dan pengelolaan fiskal. Jaminan juga diberikan melalui proses penilaian tertentu, salah satunya peringkat kredit. BUMN yang tidak memiliki peringkat kredit bagus sulit mendapat jaminan pemerintah.
Baca juga : Jokowinomics dan Peringatan IMF
Untuk mencegah terjadinya gagal bayar, pemerintah melakukan pemantauan dan peninjauan secara berkala terhadap dokumen rencana mitigasi risiko yang disusun BUMN terjamin. Pemerintah juga melakukan koordinasi internal dalam pengelolaan risiko fiskal atas jaminan yang diberikan.
Luky menambahkan, pemerintah menugaskan PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (Persero) ikut menjamin sebagian porsi pinjaman BUMN melalui skema first loss basis. Dengan skema itu, PT PII bertindak sebagai pihak pembayar pertama apabila terjadi gagal bayar utang BUMN terjamin. Tujuannya melindungi kinerja APBN dari risiko yang tidak terduga.
“Skema first loss basis itu juga menurunkan beban pemerintah atas alokasi dana kewajiban penjaminan,” kata Luky.
Kinerja BUMN tertekan
Setelah sempat terkoreksi pada triwulan I-2019, pelaku pasar memproyeksi kinerja laba bersih sejumlah emiten BUMN dan entitas anak usahanya akan kembali tumbuh pada paruh kedua 2019, ditopang sejumlah faktor eksternal.
Apabila mengacu kepada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN, saat ini terdapat 16 emiten yang berstatus induk usaha BUMN di Bursa Efek Indonesia (BEI). Selanjutnya, terdapat 17 emiten lainnya berstatus anak usaha pelat merah atau sebagian besar sahamnya dimiliki oleh BUMN.
Namun, BEI menetapkan daftar saham dengan menyesuaikan bobot atas saham yang digunakan dalam penghitungan indeks IDX BUMN20. Indeks IDX BUMN20 adalah indeks yang mengukur performa harga atas 20 saham perusahaan tercatat yang merupakan BUMN, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), serta afiliasinya.
Emiten BUMN konstruksi membukukan laba bersih pada triwulan I-2019 sebesar Rp 1,25 triliun. Capaian ini menurun 34,89 persen dibandingkan dengan triwulan I-2018 sebesar Rp 1,92 triliun.
BUMN konstruksi yang tergabung dalam indeks IDX BUMN20 yakni PT Waskita Karya (Persero) Tbk, PT Wijaya Karya (Persero) Tbk, PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk, dan PT Adhi Karya (Persero) Tbk.
Vice President Research Artha Sekuritas, Frederik Rasali, menilai kinerja BUMN sektor konstruksi cukup tertekan pada triwulan I-2019 akibat selama periode tersebut, alokasi anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) untuk pembangunan infrastruktur tidak begitu besar.
Selain faktor tersebut, perseroan dengan rasio debt to equity (DER) rendah justru dapat membukukan pertumbuhan laba bersih di atas dua digit. Pihaknya mencontohkan Wijaya Karya dengan DER 0,58 kali dan Pembangunan Perumahan dengan DER 1,07 kali.
Sebaliknya, emiten konstruksi Waskita Karya, memiliki DER mencapai 3,81 kali. Ini karena beban keuangan dapat membebani kinerja perseroan. Meski begitu, Frederik menilai prospek emiten konstruksi pada tahun ini masih baik.
“Prospek emiten konstruksi BUMN di sisa tahun 2019 masih positif, sejalan dengan masih dibutuhkannya pembangunan infrastruktur,” kata Frederik.
Baca juga : Infrastruktur dan Lonjakan Utang BUMN
Kepala Riset Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menilai BUMN dan entitas anak di bidang konstruksi membukukan kinerja superior atau lebih tinggi dari sektor lainnya di sepanjang semester I-2019. Pasalnya, seluruh emiten sektor itu membukukan kinerja positif.
Realisasi dari proses pemilihan Presiden 2019 yang memenangkan petahana, lanjut Alfred , membuat ketidakpastian semakin kecil dan menambah kepercayaan diri investor terhadap sektor konstruksi. Hal itu tercermin dari naiknya valuasi harga saham tahun ini.
Daya tarik investasi
Menurut Frederik, perusahaan dengan neraca saldo sehat dan memiliki order book proyek infrastruktur sepertai Waskita Karya dan Pembangunan Perumahan, akan menjadi fokus perhatian bagi investor.
Berdasarkan data RTI Infokom, Sejak awal Januari 2019 hingga awal Juli 2019 harga saham Waskita Karya (WSKT) tumbuh 19,64 persen. Harga rata-rata saham WSKT mencapai Rp 2.009,3 per lembar saham. Pada periode yang sama, harga saham Pembangunan Perumahan (PTPP) tumbuh 21,33 persen, dengan harga rata-rata saham sebesar Rp 2.202,4 per lembar saham.
Adapun emiten konstruksi BUMN lain yang juga masuk dalam indek IDX BUMN 20 yakni Wijaya Karya (WIKA) menjadi saham dengan pertumbuhan nilai tertinggi sejak awal Januari, mencapai 49,85 persen. Rata-rata saham WIKA dijual dengan harga Rp 2.474,69 per lembar saham.
Managing Director Lembaga Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Univesitas Indonesia, Toto Pranoto, menilai BUMN dengan status emiten akan dipaksa mempertahankan kinerja keuangan agar saham perseroan di pasar modal tetap berada dalam kondisi baik.
Harga saham yang terbentuk dalam mekanisme pasar modal, lanjut Toto, merupakan ekspektasi investor terhadap prospek dari bisnis BUMN. Hal ini membuat perseroan akan bekerja keras untuk membuat prospek kinerja menjadi lebih baik.
“BUMN berstatus terbuka biasanya memiliki return atau kemampuan mencetak keuntungan jauh lebih baik dibandingkan dengan yang belum terbuka,” ujarnya.
BUMN dengan status emiten akan berupaya mempertahankan kinerja keuangan agar saham perseroan di pasar modal tetap berada dalam kondisi baik.
Namun, Toto menggarisbarahi persyaratan yang harus dipenuhi bagi perusahaan agar sahamnya tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) bukanlah perkara mudah.
Contohnya persyaratan administratif terkait kinerja keuangan calon emiten, setidaknya BUMN harus mencatatkan keuntungan dalam tiga tahun terakhir sebelum melakukan penawaran umum perdana saham.
Setelah menjadi perseroan dengan status terbuka, BUMN harus memenuhi persyaratan keterbukaan sehingga diperlukan transparansi laporan secara rutin baik kepada regulator maupun publik.
“Deretan konsekuensi pun menanti usai BUMN memutuskan untuk menjadi perusahaan terbuka. Jadi mungkin belum semua BUMN siap ke arah perubahan yang terjadi,” ujar Toto.