Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai tak ada toleransi bagi tentara yang terindikasi radikal atau mengusung ideologi selain Pancasila.
Oleh
Nina Susilo
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu menilai tak ada toleransi bagi tentara yang terindikasi radikal atau mengusung ideologi selain Pancasila. Pemeriksaan terhadap latar belakang calon tentara juga harus diperketat lagi.
Ryamizard secara tak langsung mengakui penelitian khusus atau litsus tak lagi dilakukan seiring berakhirnya masa Orde Baru.
”Sekarang banyak (masalah) yang begini-begini. Ndak boleh lagi. Harus dilitsus, terutama masalah Pancasila. (Menjiwai) Pancasila apa tidak karena tentara itu menjalankan Pancasila,” tuturnya kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (7/8/2019).
Ryamizard menegaskan, sudah beberapa orang dikeluarkan dari Universitas Pertahanan karena terindikasi radikal. Karena itu, kata dia, hal serupa bisa diterapkan untuk taruna Akmil. ”Kalau benar, saya suruh berhentikan. Enggak ada urusan,” ujarnya.
Ryamizard juga menegaskan, hal yang sama juga berlaku bagi tentara yang sudah berdinas. Menurut Ryamizard, ideologi Indonesia sudah jelas, Pancasila. Oleh karena itu, apabila tidak mendukung dan menjalankan Pancasila, tentara tersebut harus dipecat.
Apabila tidak mendukung dan menjalankan Pancasila, tentara tersebut harus dipecat.
Ryamizard pernah mengutip hasil penelitian yang menyebutkan 3 persen anggota TNI terindikasi radikal. Hal ini, menurut Ryamizard, akibat kurangnya pembinaan sehingga pemahaman terhadap Pancasila menjadi menurun. Hal ini, kata dia, tidak boleh dibiarkan. Pembinaan tetap harus dilakukan.
Hari Jumat (14/6/2019) di Jakarta, Ryamizard dan Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siroj bertemu untuk saling bersilaturahmi dan membahas sejumlah hal termasuk kerukunan bangsa. Pertemuan juga membahas tentang adanya berbagai aliran yang bersifat radikal dan bernuansa kekerasan yang harus diatasi.
Pertemuan serupa dilakukan Ryamizard dengan pimpinan organisasi keagamaan lain, yakni PP Muhammadiyah. Ryamizard telah bertemu dengan mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif dan Ketua PP Muhammadiyah saat ini Haedar Nashir.
Said Aqil, ketika itu menceritakan, pihaknya menengarai adanya aliran-aliran yang bersifat radikal yang masuk ke masyarakat. Aliran tersebut telah ada di berbagai kampus dan juga merasuk ke sejumlah badan usaha milik negara. Hal ini berarti paham tersebut telah masuk ke kalangan aparatur sipil negara dan pelajar.
”Menurut survei yang dilakukan Robikin (Robikin Emhas, Ketua PBNU), ada 23 persen yang menolak Pancasila, dan yang setuju menggunakan kekerasan untuk khilafah angkanya 9 persen,” katanya.
Sebagai kekuatan civil society, NU mengoordinasi ribuan pondok pesantren serta kiai-kiai yang hidup bersama masyarakat. Oleh karena itu, NU mendapat masukan dan menyaksikan langsung dari sisi keamanan.
”Ternyata dari pihak Pak Menteri pun banyak mendengar bahwa di antara masyarakat sudah mulai ada fenomena menolak Pancasila. Minimal mempermasalahkan,” katanya.
Saat ini, Kementerian Pertahanan (Kemenhan) tengah menjajaki kerja sama dengan PBNU. Payung hukum kerja sama akan dibentuk, tetapi seiring dengan hal tersebut Kemenhan dan PBNU akan mengadakan forum bersama. (INA/EDN)