Dalam pidato politiknya saat Kongres V PDI-P, Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menekankan bahwa toleransi dan demokrasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam berpolitik. Jika sikap perilaku intoleransi digunakan dalam kampanye pemilu maka demokrasi Pancasila yang dicita-citakan, persatuan bangsa, kekuatan bangsa, dan kejayaan semangat gotong royong akan musnah. Yang tersisa, tinggal teror, anarki, dan kepedihan.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri menekankan bahwa toleransi dan demokrasi adalah dua hal yang tak dapat dipisahkan dalam berpolitik. Presiden ke-5 RI itu mengingatkan hal tersebut dengan berkaca pada fenomena disintegrasi yang dilihatnya muncul secara sistematis pada Pemilu 2019.
”Dari kajian Pusat Analisa dan Pengendali Situasi PDI-P, terlihat satu fenomena disintegrasi yang muncul secara sistematis pada Pemilu 2019. Fenomena itu hampir saja mengoyak persatuan dan kesatuan bangsa. Bagi PDI-P, hal ini merupakan satu isu serius yang tidak bisa dipungkiri dan tidak boleh diabaikan,” kata Megawati dalam pidato politiknya sebelum membuka secara resmi Kongres V PDI-P di Denpasar, Bali, Kamis (8/8/2019).
Kongres V PDI-P resmi dibuka pukul 15.15 WITA, Kamis. Pembukaan ditandai dengan pemukulan alat musik kulkul oleh Megawati Soekarnoputri, Presiden Joko Widodo, Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan Wakil Presiden terpilih Ma’ruf Amin, setelah Megawati tuntas berpidato.
Tampak hadir dalam kongres tersebut sejumlah menteri Kabinet Kerja, para ketua umum partai politik pendukung Jokowi-Amin, dan elite partai di luar koalisi pendukung Jokowi-Amin, seperti Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Sekretaris Jenderal Partai Amanat Nasional Eddy Soeparno.
Megawati melanjutkan, atas pertimbangan fenomena disintegrasi di Pemilu 2019 tersebut, Megawati menggunakan hak prerogatifnya sebagai Ketua Umum PDI-P untuk mempercepat Kongres V PDI-P yang semula rencananya akan digelar tahun depan.
”Sikap politik partai, langkah dan strategi partai, terutama menyangkut upaya mencegah disintegrasi bangsa, harus diputuskan dalam rapat tertinggi partai, institusi tertinggi partai, yang dinamakan kongres partai,” tambahnya.
Tak hanya berdasarkan pada kajian Pusat Analisa dan Pengendali Situasi PDI-P, Megawati menyebut dirinya juga melakukan perenungan yang dalam atas fenomena disintegrasi di Pemilu 2019.
Dia kemudian teringat pesan ayahnya, Presiden pertama Soekarno, dalam pidato peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI 17 Agustus 1954 atau satu tahun menjelang pemilu pertama, 1955. Saat itu, Bung Karno mengingatkan agar pemilu jangan menjadi arena pertempuran politik hingga membahayakan keutuhan bangsa.
”Toleransi dan demokrasi adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan dalam berpolitik. Jika sikap perilaku intoleransi kalian gunakan dalam kampanye pemilu, demokrasi pancasila yang kita cita-citakan, persatuan bangsa, kekuatan bangsa, dan kejayaan semangat gotong royong akan musnah, dan yang nanti tinggal hanya teror, anarki, dan kepedihan,” ujar Megawati.
Megawati mengingatkan agar fenomena disintegrasi pada Pemilu 2019 tak terulang lagi pada pemilu selanjutnya. Yang terdekat, Pemilihan Kepala Daerah 2020 yang digelar serentak di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.
”Jangan karena ambisi menduduki kursi kekuasaan lantas membuat lupa daratan. Kader banteng tak boleh berprinsip asal menang lalu memainkan metode teror dan propaganda kebencian dan fitnah,” ujarnya.
”Jangan kalian merekayasa keyakinan masing-masing sebagai satu-satunya kebenaran mutlak. Tak ada kebenaran mutlak di dunia ini, seolah kebenaran personal dan kelompok adalah kebenaran yang absolut. Padahal, kebenaran absolut pemiliknya hanya Allah SWT,” lanjutnya.
Demokrasi dilumpuhkan
Selain itu, Megawati juga mengingatkan demokrasi yang dipraktikkan di Indonesia tidak sama dengan konsep demokrasi di negara lain.
Demokrasi di Indonesia adalah demokrasi Pancasila dan dalam demokrasi Pancasila, demokrasi adalah alat untuk mencapai masyarakat adil dan makmur. Sementara pemilu sekadar alat untuk menyempurnakan demokrasi Pancasila.
”Kalau sikap dan perilaku menebarkan kebencian dan hujatan karena pemilu, kalau keutuhan bangsa berantakan karena pemilu, tenaga bangsa remuk redam karena pemilu, maka sebenarnya, dengan pikiran jernih, sesungguhnya, demokrasi itu telah dilumpuhkan,” tambahnya.
Pasca-Pemilu 2019, dia mengajak segenap pihak untuk duduk bersama dalam semangat Pancasila dan berdemokrasi melalui jalan musyawarah mufakat.
Tak hanya itu, dia mengajak segenap pihak bermusyawarah, mencari cara agar Pancasila dapat dibumikan. ”Saatnya bermufakat menemukan jalan konkret untuk mengimplementasikan Pancasila agar dapat dirasakan dan dinikmati secara nyata oleh rakyat,” ujarnya.
Menurut dia, dalam perspektif ideologis yang diajarkan Bung Karno kepadanya, Pancasila bukan suatu ideologi yang utopis. Pancasila ideologi terbuka yang kehadirannya dapat dirasakan oleh rakyat dalam wujud kesejahteraan dan keadilan sosial.
Karena itu, sudah saatnya Pancasila dijalankan dalam kebijakan pembangunan nasional, di segala bidang kehidupan, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, maupun lingkungan hidup.