Stop Pembangunan Permukiman di Lingkar 6 Kilometer Gunung Agung
›
Stop Pembangunan Permukiman di...
Iklan
Stop Pembangunan Permukiman di Lingkar 6 Kilometer Gunung Agung
Pemerintah Kabupaten Karangasem tengah menyusun revisi Perda Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karangasem. Revisi tersebut antara lain memperhatikan zona bahaya dan antisipasi erupsi Gunung Agung.
Oleh
AYU SULISTYOWATI
·3 menit baca
KARANGASEM, KOMPAS — Pemerintah Kabupaten Karangasem tengah menyusun revisi Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2012 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Karangasem. Revisi tersebut di antaranya memperhatikan zona bahaya dan antisipasi erupsi Gunung Agung.
Meski rencana tata ruang wilayah (RTRW) itu sebelumnya telah memuat zona bahaya dan pentingnya sosialisasi mitigasi, dengan mendengarkan berbagai instansi dan lembaga lain, perlu adanya penekanan stop pembangunan permukiman di lingkar 6 kilometer Gunung Agung.
Apalagi, status Gunung Agung masih Siaga semenjak 10 Februari 2018 dengan radius bahaya 4 kilometer dari lingkar gunung.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karangasem Ida Bagus Ketut Arimbawa mengatakan berupaya mengawal revisi perda RTRW tersebut. ”Khususnya adanya detail dalam urusan zona bahaya serta mitigasi bencana. Pembangunan kian penting memperhatikan zona-zona bahaya tersebut,” katanya, di Karangasem, Jumat (9/8/2019).
Khususnya adanya detail dalam urusan zona bahaya serta mitigasi bencana. Pembangunan kian penting memperhatikan zona-zona bahaya tersebut.
Ia menambahkan, selain menghentikan pembangunan permukiman serta sarana pariwisata di lingkar 6 kilometer Gunung Agung, direncanakan pula membangun pos-pos evakuasi (aju) untuk titik kumpul pengungsian erupsi Gunung Agung.
Pertimbangan titik-titik itu di Rendang, Selat, dan Kubu karena penduduk yang padat di sekitar ketiga lokasi tersebut.
Pembahasan revisi bidang kebencanaan, lanjutnya, juga menyinggung bangunan penahan (sabo) untuk banjir bandang dari banjir lahar hujan erupsi Gunung Agung yang juga harus bersih dari pembangunan apa pun. Di atas penahan tersebut dilarang membangun apa pun.
Begitu pula disiapkan tiga pelabuhan yang difungsikan untuk penyediaan dan penerimaan kiriman logistik saat erupsi, yakni Pelabuhan Amed, Padangbai, dan Taman Ujung.
”Pembahasan juga menyinggung soal mitigasi sempadan pantai, banjir, hingga tsunami. Galian C juga dilarang beraktivitas ketika tengah erupsi Gunung Agung. BPBD Karangasem mengawal revisi ini, yang semuanya bersumber pada rekomendasi Badan Geologi,” tutur Arimbawa.
Edukasi dan simulasi
Sementara 27 sekolah, baik sekolah dasar, sekolah menengah, maupun sekolah tingkat atas, menjadi target edukasi dan simulasi kebencanaan dari BPBD Karangasem tahun ini. Sampai saat ini, BPBD Karangasem telah menjalankannya di 18 sekolah. Anggaran simulasi dipakai DPA sebanyak Rp 332.660.000. Arimbawa mengatakan, materi ditekankan pada gempa bumi, tsunami, dan erupsi gunung.
Sementara Stasiun Geofisika Sanglah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Denpasar dijadwalkan menggelar sekolah lapangan selama dua hari pada akhir Agustus mendatang. Sekolah lapang geofisika ini menekankan pada materi terkait kegempaan.
Kepala Stasiun Geofisika Sanglah BBMKG III Denpasar Ikhsan menyebutkan, sekolah lapangan ini menjadi penting untuk digelar. Alasannya, semua kalangan di masyarakat, mulai dari pemerintahan, warga, hingga media, perlu bersama-sama mengenal tentang kegempaan.
”Materi sekolah lapangan ini beragam, mulai dari pengenalan secara umum hingga bagaimana gempa di Pulau Bali. Tak ketinggalan, sekolah lapangan ini juga menggelar bagaimana cara menangani ketika terjadi gempa megathrust di Bali, tentunya skalanya lebih dari magnitudo 7. Harapannya, semua sigap untuk keselamatan serta mengutangi risiko bersama,” tutur Ikhsan.
Menurut dia, mitigasi bencana tetap harus digaungkan oleh seluruh pemangku kepentingan, termasuk Stasiun Geofisika. Yang terpenting, lanjutnya, masyarakat perlu percaya pada data akurasi BMKG.
”BMKG berupaya maksimal seakurat mungkin menyampaikan segala kemungkinan melalui permodelan, terutama ketika terjadi kegempaan,” ujar Ikhsan.