JAKARTA, KOMPAS — Ombudsman Republik Indonesia menemukan maladministrasi dalam proses seleksi anggota Komisi Penyiaran Indonesia periode Pusat 2019-2022. Dalam hal ini, panitia seleksi melampaui kewenangannya dengan membuat aturan sendiri melalui kesepakatan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.
Temuan tersebut bertolak dari laporan masyarakat Nomor Reg 0277/LM/VII/2019/JKT atas nama Supadiyanto dan Sapardiyono yang merupakan peserta seleksi calon anggota KPI Pusat periode 2019-2022. Mereka melapor mendapat informasi bahwa nama mereka masuk daftar 27 nama peserta yang ditetapkan pansel untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan di Komisi 1 DPR.
Akan tetapi, dalam Surat Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: R-476/M.KOMINFO/KP.03.01/06/2019 tanggal 19 Juni 2019 disebutkan 34 nama peserta dan nama Supadiyanto serta Sapardiyono tak tercantum. Menurut pelapor, dalam surat tersebut terdapat lima nama yang terhapus dan pansel telah memasukkan tujuh nama lain yang merupakan anggota KPI petahana.
“Begitu proses uji kelayakan dan kepatutan akan dimulai, kami langsung melakukan reaksi cepat untuk mengklarifikasi dan mencari tahu apa yang terjadi. Kami lakukan pemeriksaan dengan menemui pansel, Kominfo, dan Komisi 1 DPR,”kata anggota Ombudsman Republik Indonesia, Prof Adrianus Meliala saat menyampaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan, Senin (12/8/2019) di Kantor Ombudsman, Jakarta.
Kami lakukan pemeriksaan dengan menemui pansel, Kominfo, dan Komisi 1 DPR
Temuan-Temuan Ombudsman
Dalam temuan awal, setidaknya ada lima indikasi maladministrasi yang dilakukan pansel anggota KPI Pusat perioe 2019-2022. Kelima indikasi itu meliputi tidak adanya petunjuk teknis mengenai mekanisme seleksi, tidak ada mekanisme bagi peserta seleksi untuk mengklarifikasi hasil rekam jejak, tidak ada standar penilaian baku yang menjadi rujukan penelitian nama peserta yang lolos ke tahap berikutnya, tidak ada standar pengamanan dokumen, dan tidak ada mekanisme untuk mengubah nama calon yang telah diputuskan pansel dalam rapat pleno pascates wawancara.
Ombudsman juga menemukan fakta bahwa penyelenggaraan pemilihan pansel berdasarkan permintaan Komisi 1 DPR saat Rapat Dengar Pendapat 4 September 2018. Berikutnya ada ketidakkonsistenan penggunaan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan KPI oleh pansel berupa (a) penandatanganan Surat Keputusan anggota pansel oleh Menkominfo, (b) jumlah pansel 16 orang, (c) penyerahan nama calon anggota KPI ke DPR berdasarkan abjad bukan ranking, dan (d) jumlah peserta yang diserahkan ke DPR berjumlah 34 orang termasuk tujuh petahana.
Ada ketidakkonsistenan penggunaan Peraturan KPI Nomor 01/P/KPI/07/2014 tentang Kelembagaan KPI oleh pansel
“Untuk huruf a, b, dan c, pansel tidak menggunakan aturan KPI. Namun, terkait huruf d, pansel mengacu pada aturan. Ada ketidakkonsistenan dalam rangka penggunaan peraturan KPI. Ada aturan yang diikuti, ada aturan yang tidak diikuti. Mestinya semuanya diikuti,”papar Adrianus.
Diakui pansel
Dalam klarifikasi dengan Ombudsman, pansel anggota KPI periode 2019-2022 mengakui bahwa tidak ada petunjuk teknis maupun aturan turunan UU Penyiaran sebagai landasan proses seleksi. Pansel juga mengklaim telah memberikan kesempatan bagi peserta yang dilaporkan oleh masyarakat untuk mengklarifikasi kebenaran laporan.
Terkait standar penilaian baku yang dijadikan rujukan untuk menentukan nama peserta yang lolos atau lanjut ke tahapan berikutnya, pansel mengakui tak punya standar. Selain itu, tidak ada parameter juga untuk mengelaborasi kriteria “berintegritas”bagi calon anggota KPI.
“Pansel mengaku telah melakukan berbagai langkah untuk mencegah kebocoran dokumen. Mereka juga mengaku hanya keluarkan daftar nama sekali saja yaitu 34 nama, tidak ada daftar 27 nama,”ujarnya.
Dalam proses penelusuran ini, Adrianus prihatin karena Ombudsman mengalami penolakan dari Komisi 1 DPR, Kominfo, dan pansel terkait permintaan data. Ketiga lembaga ini beralasan, informasi yang diminta Ombudsman bukan merupakan informasi publik. Padahal, kedatangan Ombudsman dalam hal ini bukan atas nama publik, melainkan lembaga negara pengawas pelayanan publik.
“Keberadaan tiga entitas, yaitu Kominfo, Komisi 1 DPR, dan pansel menjadi rumit dan membingungkan terkait penyimpanan dokumen. Tidak jelas siapa yang bertanggungjawab terhadap kepemilikan dokumen. Kami di-ping pong (dilempar sana sini). Saat kami datang ke Kominfo mereka bilang data itu milik Komisi 1 DPR, kemudian di Komisi 1 DPR dibilang milik Kominfo. Demikian pula, jumlah pansel yang gemuk (16 orang) mempersulit mereka untuk bertemu, berkoordinasi dan menjaga kerahasiaan,” keluh Adrianus.
Keberadaan tiga entitas, yaitu Kominfo, Komisi 1 DPR, dan pansel menjadi rumit dan membingungkan terkait penyimpanan dokumen
Karena itulah, Ombudsman menyarankan kepada Kominfo untuk menyusun petunjuk teknis mekanisme seleksi anggota KPI dengan memperhatikan ketentuan UU Penyiaran, menyusun standar baku peserta yang lolos di setiap tahapan, dan menyusun standar keamanan dokumen seleksi calon anggota KPI untuk mencegah terjadinya kebocoran. Sementara itu, saran kepada Komisi 1 DPR adalah memasukkan materi pengaturan seleksi calon anggota KPI dalam pembahasan revisi UU Penyiaran.
Menanggapi hal ini, Sekretaris pansel anggota KPI 2019-2022 sekaligus Direktur Penyiaran Kominfo, Geryantika Kurnia mengatakan, pansel hanya menyerahkan satu kali daftar nama calon untuk mengikuti uji kelayakan dan kepatutan ke DPR. “Kami menyambut positif saran dari Ombudsman dan segera akan kami sampaikan ke Ketua pansel,”ucapnya.
Sementara itu, Sekretaris Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika Kominfo, Wayan Toni Supriyanto mengaku akan segera berkoordinasi dengan Komisi 1 DPR untuk perbaikan di UU Penyiaran ke depan. “Saran dari Ombudsman akan menjadi rekomendasi kami dalam proses seleksi KPI tiga tahun ke depan,” kata dia.