Banjir disertai material longsor melanda Desa Sadaunta, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah. Sebanyak 17 rumah rusak parah diterjang air, lumpur, dan kayu gelondongan.
Oleh
VIDELIS JEMALI
·3 menit baca
SIGI, KOMPAS — Banjir disertai material longsormelanda Desa Sadaunta, Kecamatan Kulawi, Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Selasa (13/8/2019) malam. Sebanyak 17 rumah rusak parah diterjang air, lumpur, dan kayu gelondongan. Banjir bersumber dari Taman Nasional Lore Lindu.
Dari 17 rumah yang terkena banjir, 6 di antaranya rata dengan tanah. Bangunan yang tersisa hanya tumpukan material rumah yang sebagian besar dari kayu. Di sejumlah rumah yang tak hancur total, lumpur masih menggenang. Di rumah lainnya, warga mengeluarkan lumpur dari dalam rumah.
Warga dibantu anggota TNI-Polri menyelamatkan sejumlah perkakas rumah yang tak hanyut dan masih baik, seperti kursi, televisi, kulkas, dan perabotan dapur. Kemarin, dapur umum untuk melayani korban didirikan. Dapur umum didirikan di tempat yang tak terjangkau banjir.
Banjir disertai lumpur tersebut terbawa aliran Sungai Sadaunta yang persis mengalir di pinggir desa. Banjir terjadi sekitar pukul 20.00 Wita. Air tak mengikuti alurnya yang berkelok ke arah timur saat menuju desa, tetapi lurus menerjang rumah-rumah warga. Saat itu hujan deras berlangsung mulai pukul 18.000 Wita sampai pukul 20.30 Wita.
Sebelumnya, di titik belokan air sungai, sudah dibangun tanggul setinggi 3 meter. Tanggul tersebut dilampaui air, lumpur, dan kayu.
Banjir yang disertai lumpur hanya berlangsung tak lebih dari 2 menit, seperti hanya lewat begitu.
Arwin (54), korban banjir, menyatakan banjir datang dua kali. Banjir pertama tidak terlalu besar. Saat banjir pertama melanda, warga sudah lari dan mengevakuasi barang penting ke rumah kerabat di tempat lebih tinggi.
”Saat banjir kedua datang, semua penghuni rumah sudah berada di tempat aman. Banjir yang disertai lumpur hanya berlangsung tak lebih dari 2 menit, seperti hanya lewat begitu,” tutur Arwin, Rabu (14/8/2019). Rumah Arwin di Desa Sadaunta terendam lumpur setinggi 60 sentimeter.
Lebar Sungai Sadaunta ekitar 10 meter. Dalam keadaan normal, volume sungai cukup kecil. Sebelum ini, meski hujan lebat terjadi, tak pernah banjir seperti yang terjadi pada Selasa malam. ”Saya sudah 16 tahun di sini, baru kali ini banjir,” ujar Hamzah (56), korban banjir lainnya.
Camat Kulawi, Rolly Bagalatau, menyatakan, pihaknya telah berkoordinasi dengan pemangku kepentingan untuk menyediakan bantuan cepat kepada korban. Bantuan tersebut, antara lain, beras, mi, dan air minum. Total 47 keluarga berjumlah 130 jiwa yang jadi korban.
Banjir tersebut juga menghancurkan jembatan di dekat desa yang menghubungkan Palu, ibu kota Sulteng, dan sebagian besar Sigi dengan Kecamatan Kulawi, Kulawi Selatan, dan Pipikoro. Sepeda motor masih bisa melintas dengan melewati sungai.
Rolly mengatakan, dua alat berat yang bekerja sejak Rabu pagi akan dioperasikan untuk membersihkan alur sungai agar bisa dilintasi sepeda motor dengan lebih aman.
Longsor
Desa Sadaunta berbatasan langsung dengan Taman Nasional Lore Lindu. Sungai Sadaunta mengalir dari kawasan konservasi tersebut. Saat Kompas menelusuri pinggir Sungai Sadaunta yang sejajar dengan jalan ke Kecamatan Lindu sejauh 2 kilometer dari Desa Sadaunta, sedikitnya ada empat titik longsor di tebing di barat jalan.
Material longsor mengalir langsung ke Sungai Sadaunta. Keempat longsoran cukup panjang, mulai dari 30 meter hingga 50 meter. Dari salah satu longsoran yang panjang turut mengalir air yang langsung ke sungai.
Di dalam kawasan taman nasional, air dan material ke Sungai Sadaunta mengalir dari dua anak sungai. Material dan potongan kayu masih terlihat di alur kedua anak sungai tersebut. Areal longsoran tidak terlihat dari sekitar alur anak sungai yang mengalir dari arah timur.
Pelaksana Tugas Humas dan Publikasi Media Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu Irham Rangga Sasmita menyatakan, pihaknya sudah mengetahui adanya banjir tersebut. ”Kami akan mengidentifikasi titik-titik longsor tersebut yang masuk dalam kawasan,” katanya.