Masyarakat mulai lebih antisipatif menghadapi bencana asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan. Meskipun demikian, kabut asap yang semakin pekat dan berbahaya memicu penyakit infeksi saluran pernapasan akut.
Oleh
DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO
·3 menit baca
PALANGKARAYA, KOMPAS — Masyarakat mulai lebih antisipatif menghadapi bencana asap yang ditimbulkan dari kebakaran hutan dan lahan. Meskipun demikian, kabut asap yang semakin pekat dan berbahaya memicu penyakit infeksi saluran pernapasan akut. Pemerintah mengantisipasinya dengan memperbanyak ruang oksigen di Kota Palangkaraya.
Heriyati (45), warga Jalan Rajawali III, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, mengaku belum mengetahui adanya ruang oksigen yang dibuat pemerintah di puskesmas-puskesmas. Meskipun demikian, dirinya memilih untuk mengurangi aktivitas di luar rumah.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya Andjar mengungkapkan, sedikitnya terdapat 11 puskesmas di Kota Palangkaraya. Di setiap puskesmas, ruang oksigen dengan dua tempat tidur disiapkan bersama petugas. Namun, ruang oksigen dibuka selama jam operasional puskesmas.
”Sudah kami siapkan semua peralatannya, tetapi belum ada masyarakat yang mau menggunakan,” kata Andjar.
Menurut Andjar, masyarakat saat ini lebih antisipatif menghadapi bencana asap dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Hal itu dilihat dari penggunaan masker. Masyarakat juga mengurangi aktivitas di luar rumah.
Akan tetapi, pengalaman berbeda dirasakan Monalisa Bambang, warga Kota Palangkaraya. Ia yang memiliki penyakit asma langsung kambuh seketika saat dirinya keluar dari rumah. ”Saya baru mau berangkat kerja, sampai kantor asma langsung kambuh. Akhirnya ke rumah sakit dan langsung istirahat di rumah,” ungkap Monalisa.
Padi pagi hari, kabut asap memang selalu tebal di Kota Palangkaraya. Data indeks standar pencemaran udara (ISPU) dalam dua minggu belakangan selalu berada di kategori tidak sehat hingga berbahaya. Alat pendeteksi ISPU hanya ada satu di Kalteng, yakni di kantor Kelurahan Jekan Raya. Itu pun jangkauannya hanya 5 kilometer.
Usi Marie, warga Palangkaraya, mencoba menggunakan ruang oksigen karena merasa sedikit sesak di kantor Dinas Lingkungan Hidup Provinsi Kalteng. Karena tak ada petugas yang siap, dirinya memilih untuk ke posko karhutla di Jalan Adonis Samad.
Di tempat itu, dua petugas kesehatan langsung memasangkan alat oksigen. Usi menggunakannya selama 15 menit. ”Tak boleh terlalu lama, kalau lebih dari 15 menit nanti pasiennya malah pusing,” kata Edi (42), petugas kesehatan di posko.
Wakil Direktur RSUD Doris Sylvanus, Palangkaraya, Theodorus Sapta Atmadja mengungkapkan, kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan memang berdampak pada kesehatan. Meskipun demikian, angka penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dinilai belum mengalami kenaikan yang signifikan.
”Kalau dari data rumah sakit, memang belum terlalu signifikan seperti 2015, tetapi kabut asap memang mengundang penyakit lama yang ’tidur’ itu bangun lagi,” kata Theo.
Berdasarkan data RSUD Doris Sylvanus, pada Juni ada 22 pasien rawat jalan karena ISPA dan 3 pasien rawat inap, lalu meningkat di bulan Juli menjadi 35 pasien rawat jalan dan 10 pasien rawat inap. Sementara pada Agustus sampai saat ini ada 13 pasien rawat inap dan 2 pasien rawat jalan karena ISPA.
Data dari Dinas Kesehatan Kota Palangkaraya juga menunjukkan peningkatan penderita ISPA meski tidak signifikan. Pada Juni, penderita ISPA di kota itu sebanyak 2.032 orang, lalu meningkat menjadi 2.511 orang pada Juli. Data itu dikumpulkan dari seluruh puskesmas dan puskesmas pembantu di Kota Palangkaraya.