Indonesia "Mengekspansi" Dunia Melalui Aplikasi
Sebuah laman perusahaan riset industri rintisan CB Insight terus memperbarui daftar perusahaan rintisan atau start-up teknologi berstatus unicorn di dunia. Agustus 2019, nama hampir 400 usaha rintisan di seluruh dunia terpajang di daftar tersebut. Empat di antaranya "berlabel" Indonesia.
Mereka adalah Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak yang usianya belum sampai satu dekade. Bergerak di sektor layanan bisnis berbeda, mereka menunjukkan keperkasaan di antara dominasi usaha asing asal Amerika Serikat, China, Inggris, dan India.
Eksistensi mereka di dunia terangkat karena nilai ekonomi usaha mereka melampaui 1 miliar dollar AS atau lebih dari Rp 14 triliun. Bahkan, Go-Jek mampu masuk dalam daftar teratas sebagai usaha rintisan decacorn. Go-Jek telah memiliki valuasi sepuluh kali lipat atau lebih dari usaha rintisan unicorn.
Pemodal ventura Aileen Lee yang pertama kali memperkenalkan istilah unicorn pada tahun 2013 mengatakan, usaha rintisan umumnya dilahirkan dari ide yang dinilai gila atau tidak penting bagi kebanyakan orang.
Namun usaha rintisan asal Indonesia secara membuktikan pernyataan Lee salah. Keberadaan usaha rintisan Indonesia justru dapat membantu perekonomian negara dan jutaan masyarakat Indonesia. Bahkan, meningkatkan kepercayaan diri mereka untuk berkompetisi di kancah internasional.
Traveloka, perusahaan teknologi pemesanan jasa pariwisata dan gaya hidup yang berdiri 2012, misalnya. Perusahaan itu hadir tidak hanya menjual tiket dan akomodasi hotel, tetapi turut mempromosikan pariwisata Indonesia. Promosi itu misalnya kegiatan-kegiatan pariwisata, konser, dan destinasi-destinasi wisata domestik.
Ide dasarnya adalah mengakomodasi perubahan pola konsumsi masyarakat Indonesia yang mulai nyaman belanja dan bertransaksi secara daring. Traveloka juga berusaha menangkap pergeseran konsumsi masyarakat dari barang konsumsi ke pengalaman.
PR Director Traveloka Sufintri Rahayu mengatakan, Traveloka melakukan berbagai kolaborasi strategis demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kolaborasi itu misalnya dengan menjadi mitra Co-Branding Wonderful Indonesia Kementerian Pariwisata dan berekspansi ke Asia Tenggara dan Australia.
"Ini kami lakukan untuk membantu mempromosikan kekayaan Indonesia serta mendorong wisatawan asing datang ke Indonesia," kata Sufintri.
Ia mengklaim, platform Traveloka sudah menjadi favorit di Asia Tenggara, seperti di Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Respons yang cukup baik juga diterima dari pengguna di Australia.
Traveloka sudah menjadi favorit di Asia Tenggara, seperti di Thailand, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Singapura. Respons yang cukup baik juga diterima dari pengguna di Australia.
Saat ini, tercatat ada 35 juta pengguna aktif bulanan dengan jumlah pengunduh aplikasi mencapai 45 juta kali. Traveloka memberikan inspirasi hingga pemesanan tiket pemesanan hotel, pesawat, atraksi, dan kuliner.
Misi ekonomi kemanusiaan
Misi untuk meningkatkan perekonomian negeri dan masyarakat juga ada di Go-Jek. Perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim ini pada awalnya mengusung misi kemanusiaan. Ia bercita-cita membantu para pengojek pengkolan yang tidak memiliki kepastian pendapatan dan bercitra kurang positif.
Kini, layanan "ojek" yang diciptakan Go-Jek berkembang dengan tidak hanya melayani manusia, tetapi juga pengantaran barang dan makanan. Dengan waktu kerja yang fleksibel, mereka mampu menentukan sendiri seberapa lama dan keras mereka ingin bekerja.
“Go-Jek telah menjadi suatu gerakan tersendiri, bukan hanya suatu perusahaan tapi suatu revolusi yang terjadi di bidang teknologi dan kemanusiaan,” kata Nadiem di kantor Go-Jek, Jakarta, Senin (22/7/2019) silam.
Selain itu, Go-Jek kini memiliki 22 layanan berbasis aplikasi untuk beragam kebutuhan selain transportasi, yakni mulai dari transportasi, pemesanan tiket film, pesan-antar obat, hingga binatu. Semua layanan yang ada dimanfaatkan setidaknya lebih dari 155 juta pengguna.
Perusahaan yang didirikan Nadiem Makarim juga mampu bermitra dengan lebih dari 2 juta pengemudi, hampir 400.000 mitra merchant, dan 60.000 penyedia layanan di dalam negeri dan Asia Tenggara. Kontribusi Go-Jek secara nasional terhadap perekonomian di 2018, menurut riset Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI), mencapai Rp 55 triliun dengan asumsi 100 persen mitra aktif.
Go-Jek mulai berekspansi ke Asia Tenggara mulai 2018, diawali dari Singapura, berlanjut ke Vietnam, dan Thailand. Di Singapura, Go-Jek hadir lewat fitur layanan Go-Car, sedangkan di Vietnam berupa produk Go-Ride dan Go-Food. Adapun di Thailand berwujud produk Go-Ride dan pengantaran barang.
Di Singapura, Go-Jek hadir lewat fitur layanan Go-Car, sedangkan di Vietnam berupa produk Go-Ride dan Go-Food. Adapun di Thailand berwujud produk Go-Ride dan pengantaran barang.
Pada Januari 2019, Go-Jek mengakuisisi perusahaan teknologi finansial asal Filipina, yakni Coins.ph. Layanan Go-Jek yang diperluas melalui akuisisi itu fitur pembayaran nontunai bernama Go-Pay. Dalam beberapa waktu terakhir, Go-Jek juga sudah merencanakan perluasan pasar ke Malaysia.
Baca juga: Sejarah-Budaya Nusantara Mendunia dalam Balutan Teknologi
President Go-Jek Group, Andre Soelistyo, di Jakarta, mengklaim, Go-Jek telah menjadi aplikasi jasa on-demand terbesar dan mengalami pertumbuhan tinggi di Indonesia. Di negara-negara Asia Tenggara yang sudah jadi tempat ekspansi tersebut, bisnis Go-Jek pun tumbuh pesat (Kompas, 23/7/2019).
Tujuh bulan setelah Go-Jek meluncurkan aplikasi bergerak di Indonesia pada 2015, perusahaan memperoleh satu juta pesanan. Pencapaian satu juta pesanan juga terjadi dalam kurun waktu kurang dari dua bulan sejak Go-Jek resmi hadir di Vietnam dan Singapura. Tiga bulan setelah Go-Jek sah hadir di Thailand, perusahaan mencatat menerima satu juta pesanan.
Terkait persaingan dengan pemain sejenis, Andre mencontohkan, pangsa pasar layanan angkutan roda dua Go-Jek di Vietnam sekarang telah mencapai 40 persen. Di negara itu, layanan pesan antar makanan milik Go-Jek telah jadi terdepan. Sementara di Thailand, Go-Jek telah meraih pangsa pasar terbesar.
VP Corporate Affairs Go-Jek Micahel Say pada kesempatan berbeda mengatakan, Go-Jek ingin kisah sukses mereka bersamaan jutaan mitra di Indonesia bisa direplikasi dengan konteks pasar masing-masing.
"Demikian agar menjadi kebanggan tersendiri bagi Indonesia sebagai sebuah model ekonomi digital dari Indonesia yang berhasil menyejahterahkan jutaan orang," kata dia.
Baca juga: Ekonomi Kreatif Memerdekakan Pengangguran?
Manfaat dari kehadiran Go-Jek di dalam negeri tidak hanya untuk penggunanya, melainkan juga mitra yang bekerja sama. Riset kualitatif Lembaga Demografi FEB UI pada 2019 mengungkapkan, mitra Go-Jek merasakan manfaat lebih dari sekedar keuntungan ekonomi.
Beberapa faktor yang meningkatkan kepuasan hidup mitra Go-Jek karena adanya apresiasi pelanggan, kesesuaian pekerjaan dengan kepribadian dan keahlian, interaksi sosial dan rasa persaudaraan yang kuat melalui adanya komunitas, perasaan otonom dalam bekerja, serta perasaan dibutuhkan oleh masyarakat karena layanan yang diberikan.
Temuan itu memenuhi lima konsep kebahagiaan (well-being) oleh pelopor psikologi positif Martin Seligman, yakni emosi positif, keterlibatan, hubungan, makna, dan pencapaian.
“Kebahagiaan menjadi optimal dengan adanya model kemitraan, yang memungkinkan mitra memiliki kebebasan target dan waktu kerja mereka. Tingkat kebahagiaan itu membuat mereka tetap semangat memperbaiki hidup sehingga bisa naik tangga ekonomi dan sosial,” kata Bagus Takwin, salah satu peneliti studi tersebut.
Ide gila yang mendasari berdirinya usaha rintisan, menurut Lee, memang tidak selalu buruk bagi masyarakat. Ada kiranya hal itu sama dengan keinginan pemuda yang mendorong percepatan proklamasi kemerdekaan Indonesia 74 tahun silam.
Baca juga: Lewat Visinya, Jokowi Menjawab Tantangan Teknologi Digital
Namun, ide gila untuk menghasilkan sebuah revolusi saat ini tidak perlu lagi dengan cara memaksa atau meniru orang lain. Barang kali sebagaimana diungkapkan bapak pendiri Indonesia, Soekarno, dalam bukunya "Dibawah Bendera Revolusi: Jilid 1", bahwa rasa cinta akan manusia dan kemanusiaan cukup untuk memastikan diri menjadi nasionalis sejati.
Dalam konteks perkembangan teknologi, hal itu mengaktual dengan membangun bangsa dan Nusantara melalui inovasi digital. Langkah-langkah itu akan menjadi bagian dari sejarah Indonesia, sejarah manusia inovatif Nusantara yang membangun keindonesiaan dan membawa citra positif Indonesia ke kancah dunia melalui teknologi.