Pascabencana, Investor Masih Tertarik Kembangkan Tanjung Lesung
›
Pascabencana, Investor Masih...
Iklan
Pascabencana, Investor Masih Tertarik Kembangkan Tanjung Lesung
Setelah ikut terdampak bencana gempa dan tsunami Selat Sunda, akhir Desember 2018, Tanjung Lesung, Banten, masih menjadi kawasan yang dilirik sejumlah investor untuk menjadi salah satu destinasi pariwisata utama Indonesia.
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
PANDEGLANG, KOMPAS — Setelah ikut terdampak bencana gempa dan tsunami Selat Sunda, akhir Desember 2018, Tanjung Lesung, Banten, masih menjadi kawasan yang dilirik sejumlah investor untuk menjadi salah satu destinasi pariwisata utama Indonesia. Kesanggupan kawasan setempat dalam menghadapi ancaman bencana dan akses jalan tol merupakan beberapa daya tarik utama yang diperhitungkan para investor.
”Periode semester II ini sudah ada beberapa investor yang datang ke Tanjung Lesung. Mereka tertarik sekali untuk mengembangkan Tanjung Lesung bersama-sama,” kata President Director PT Banten West Java Poernomo Siswoprasetjo dalam jumpa pers di Tanjung Lesung Beach Hotel, Pandeglang, Banten, Sabtu (17/8/2019). PT Banten West Java merupakan anak perusahaan dari PT Jababeka yang mengelola Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Lesung.
Poernomo mengakui, realisasi investasi KEK Tanjung Lesung baru mencapai 17 persen dari targetnya yang mencapai total Rp 4,83 triliun. Investasi terhambat akibat bencana bencana tsunami Selat Sunda yang terjadi akhir tahun lalu sehingga pengelola kawasan pun lebih fokus memulihkan kawasan yang terkena dampak bencana. Sementara sejumlah investor berasal dari China, Jepang, dan Australia.
”Beberapa destinasi wisata, seperti Bali dan Manado, kini sudah terlalu ramai. Mereka ingin tempat yang lebih tenang,” kata Poernomo.
Apalagi, lanjut Poernomo, Tanjung Lesung merupakan kawasan ekonomi khusus sehingga investor luar negeri dapat memiliki atau membeli lahan dengan namanya sendiri. ”Investor juga bisa dapat izin tinggal selama beberapa tahun. Ini menarik juga untuk mereka,” ucapnya.
Akses tol
Sayangnya, untuk mencapai Tanjung Lesung masih memerlukan cukup banyak waktu. Dari Bandara Soekarno-Hatta, misalnya, perjalanan memerlukan waktu hingga lima jam melalui jalan tol hingga Cilegon, kemudian jalur non-tol. Dengan adanya jalan tol Serang-Panimbong yang ditargetkan beroperasi pada 2020, diharapkan waktu perjalanan berkurang beberapa jam.
”Jalan tol juga jadi salah satu daya tarik investor. Kalau progresnya baik, kemudian hotel dan fasilitas lain siap melayani dengan baik, itu yang dipertimbangkan investor,” kata Poernomo.
Jalan tol juga jadi salah satu daya tarik investor. Kalau progresnya baik, kemudian hotel dan fasilitas lain siap melayani dengan baik, itu yang dipertimbangkan investor.
Pada 2020, pihaknya juga berencana bekerja sama dengan Damri untuk mendorong ketersediaan bus. Rute bus salah satunya akan melalui Bandara Soekarno-Hatta, Pelabuhan Merak, dan Tanjung Lesung. Ada pula rute Bandara Soekarno-Hatta, Serang, Pandeglang, dan Tanjung Lesung.
Festival Tanjung Lesung
Selain itu, acara besar, seperti Festival Tanjung Lesung, yang masuk daftar 100 Calendar of Events atau 100 acara wisata terbaik yang dikurasi Kementerian Pariwisata, akan digelar secara reguler. Tahun lalu, jumlah pengunjung pada festival itu mencapai 100.000 orang. Tahun ini, festival kembali digelar pada 27-29 September 2019.
”Festival itu harapannya bisa kembali memulihkan kepercayaan wisatawan berkunjung ke sini. Dengan adanya keramaian, banyak investor tertarik siapkan sarana akomodasi dan infrastruktur,” kata Poernomo.
Salah satu kegiatan utama Festival Tanjung Lesung adalah lomba triatlon Rhino X Triathlon. Olahraga itu terdiri dari lomba berenang, bersepeda, dan berlari. Jalur yang dilalui sekaligus bertujuan menunjukkan keindahan alam Tanjung Lesung dan budaya warga setempat.
Antisipasi bencana
Kepala Balai Besar Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Wilayah II (Banten, Lampung, Sumatera Selatan, dan Kalimantan) Hendro Nugroho memastikan, pihaknya mendukung pembangunan sektor pariwisata di Tanjung Lesung dengan menyediakan sistem peringatan dini bencana yang memadai. Hal tersebut demi meminimalkan dampak bencana sebanyak mungkin.
Tsunami Selat Sunda pada Desember 2018 menunjukkan ancaman bencana di kawasan tersebut bisa terjadi kapan saja dan menimbulkan kerugian serta kehilangan besar jika tidak diantisipasi dengan baik. Wilayah Banten termasuk salah satu daerah yang berada di zona megathrust, tempat adanya tumbukan di antara lempeng yang dapat menimbulkan guncangan besar.
Hendro menyampaikan, pada 2007-2018, baru ada 200 sensor gempa bumi di seluruh Indonesia. Pada 2019, ada 194 sensor tambahan. Di sekitar Banten dan Lampung, BMKG memasang alat pemantau bencana di 18 lokasi.
”Kami pastikan semua peralatan bisa menangkap fenomena bencana di sepanjang zona megathrust. Namun, secanggih apa pun teknologinya, yang perlu kita perhatikan juga adalah kepekaan kita terhadap bencana di sekitar kita. Kita harus waspadai potensi bencana. Yang paling penting adalah evakuasi mandiri,” ucap Hendro.