Jalan Panjang Menjadi Lansia Sehat
Pokemonss atau poli kesehatan manula ”one stop service” merupakan inovasi pelayanan kesehatan untuk memudahkan pasien lansia dalam menerima layanan kesehatan di puskesmas.
Dua jam sudah Sukinem (65) menunggu giliran di ruang tunggu poli lansia Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Kali itu, bersama suami dan seorang cucunya, ia datang melakukan pemeriksaan rutin untuk penyakit diabetes yang dideritanya.
”Sambil bawa cucu, soalnya orangtuanya kerja. Jadi, saya yang jaga. Sudah hampir tiga tahun ini bolak-balik untuk kontrol ke dokter,” ujarnya sambil menggenggam kertas bertuliskan: Nomor Urut 32. Saat itu, jam sudah menunjukan pukul 10.00, sementara di dalam ruang konsultasi masih melayani pasien urutan 25.
Sukinem merupakan salah satu peserta program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) yang mendaftar pada segmen mandiri atau peserta bukan penerima upah (PBPU). Setiap bulan, ia harus membayar premi sekitar Rp 80.000.
Sebagai ibu rumah tangga dengan suami yang sejak awal tahun ini tidak lagi bekerja sebagai petugas satpam karena sakit-sakitan, ia tidak pernah mendapatkan jaminan fasilitas kesehatan dari tempat kerja sehingga harus mengupayakannya sendiri. Mereka menggantungkan hidup kepada anaknya.
Menurut dia, program JKN-KIS cukup membantu untuk mendapatkan layanan pengobatan bagi dirinya dan suaminya yang saat ini menderita gangguan pada jantung. ”Lumayan. Kalau sekali periksa harus bayar Rp 300.000-Rp 400.000, kan, berat. Tapi, ya, memang harus antre panjang, bisa dua sampai tiga jam. Itu belum sama antre obat. Kita juga harus cari layanan kesehatan yang bagus supaya bisa ditangani benar,” ucapnya.
Kondisi fisik Sukinem cukup bugar. Berbeda dengan Harto (70), pasien lain yang tinggal tidak jauh dari Puskesmas Kebon Jeruk. Ia datang bersama anak perempuannya yang berusia 42 tahun untuk mendampingi pemeriksaannya. Harto butuh pendamping karena ia tak mampu berjalan sendiri sehingga butuh bantuan kursi roda.
Waktu tunggu yang harus ia jalani tidak jauh berbeda dari Sukinem. ”Memang lama kalau nunggu. Kasihan bapak sebenarnya, tetapi tetap harus nunggu. Bawa bekal saja dari rumah, jaga-jaga kalau lapar,” kata Sari, anak Harto.
Tidak mudah memang menemukan puskesmas yang membuka poli khusus lansia. Untuk itulah, puskesmas yang biasanya membuka layanan khusus lansia akan mendapatkan banyak pasien setiap harinya. Di Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, misalnya, dalam sehari puskesmas ini harus melayani 60-100 orang dalam sehari.
”Pernah sampai 120 orang paling banyak. Sementara dokter yang jaga hanya dua. Jadi, pasien harus sedikit menunggu. Meski begitu, kami mengupayakan agar semua layanan bisa terpadu di satu lantai. Ini sesuai dengan program Pokemonss yang digalakkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta,” kata Koordinator Poli Lansia Puskesmas Kecamatan Kebon Jeruk, Melani Suhestian, pekan lalu.
Pokemonss atau poli kesehatan manula one stop service merupakan inovasi pelayanan kesehatan untuk memudahkan pasien lansia dalam menerima layanan kesehatan di puskesmas. Setidaknya, semua pelayanan sudah ditempatkan di satu lantai. Ada pula loket pendaftaran, pemeriksaan laboratorium, dan loket obat khusus bagi pasien lansia. Dengan begitu, pasien lansia tidak perlu berpindah-pindah ruang karena semua layanan sudah terpusat di satu tempat.
Layanan terbatas
Dari data laporan Direktorat Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan pada 2018, dari 9.993 puskesmas, baru 4.835 puskesmas santun lansia di seluruh Indonesia. Disparitas layanan kesehatan lansia juga cukup tinggi. Sebagian besar masih terpusat di kota besar. Sementara itu, dari 2.813 rumah sakit di seluruh Indonesia baru 88 rumah sakit yang memiliki tim terpadu pelayanan geriatri (penyakit terkait lansia).
Ketua Perhimpunan Gerontologi Medik Indonesia (Pergemi) Siti Setiati menyampaikan, berbagai tantangan sedang dihadapi negara saat ini dalam menangani penduduk lansia. Pada 2019, jumlah penduduk lansia sudah mencapai lebih dari 25 juta jiwa. Jumlah ini diproyeksi akan terus meningkat. Pada 2035, jumlah lansia bisa mencapai 48,2 juta orang.
”Indonesia belum siap menghadapi jumlah lansia yang terus melonjak. Tantangan ini seharusnya sudah dipersiapkan sejak 10-20 tahun lalu. Lansia bisa jadi beban bangsa jika tidak produktif, sering sakit yang bisa lebih dari satu jenis penyakit, serta menggantungkan hidup pada anak ataupun keluarga,” ujarnya.
Indonesia belum siap menghadapi jumlah lansia yang terus melonjak. Tantangan ini seharusnya sudah dipersiapkan sejak 10-20 tahun lalu.
Terkait kualitas kesehatan lansia, Siti mengatakan, penyakit yang paling banyak diderita orang dengan lanjut usia adalah penyakit kronik degeneratif. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat, penyakit terbanyak pada lansia adalah hipertensi (57,6 persen), artritis (51,9 persen), dan stroke (46,1 persen).
Negara bisa semakin terbebani karena jumlah lansia sakit lebih mendominasi populasi saat ini. Lebih dari 80 persen lansia di Indonesia memiliki penyakit dan mayoritas dengan penyakit penyerta lebih dari satu. Sekitar 28 persen lansia dengan 2 penyakit, 14,6 persen dengan 3 penyakit, 6,2 persen dengan 4 penyakit, 2,3 persen dengan 5 penyakit, dan 0,8 persen dengan 6 penyakit atau lebih.
Kondisi ini patut mendapatkan perhatian lebih karena usia harapan hidup masyarakat yang semakin panjang. Rata-rata, usia harapan hidup penduduk Indonesia mencapai 71 tahun.
”Usia harapan hidup yang semakin panjang ini bisa dimaknai sebagai hal baik tetapi juga bisa jadi ancaman. Pasalnya, semakin canggihnya teknologi dan layanan kesehatan makin baik, pasien sakit bisa semakin ditolong. Namun, ia harus menjalani sisa hidupnya dengan penyakit tersebut,” ucap Siti.
Untuk itu, intervensi paling tepat menjawab tantangan tersebut yakni melalui kegiatan promosi dan promotif terkait gaya hidup sehat. Kegiatan ini yang membutuhkan komitmen kuat dari pemeritah dan pemangku kepentingan terkait ini harus dipastikan terimplementasi dengan optimal oleh masyarakat. Program yang dirancang jangan sekadar menjadi jargon.
Saat ditemui secara terpisah, Menteri Kesehatan Nila Farid Moeloek menuturkan, kebutuhan layanan kesehatan bagi lansia terkait layanan kuratif tetap dimaksimalkan. Setiap keluarga didorong untuk memastikan anggota keluarganya, termasuk anggota yang lansia, untuk memiliki jaminan kesehatan nasional. Ketersediaan layanan terpadu bagi lansia juga ditingkatkan.
”Masalah lansia harus diselesaikan dari hulu. Itu kenapa pemerintah sekarang memprioritaskan penuntasan masalah stunting (tengkes). Dari dalam kandungan harus dipastikan gizinya cukup jadi bisa tumbuh sehat dan berkualitas. Jika begitu, tentu usia lansia bisa bermutu dan produktif,” katanya.
Selain itu, pemerintah daerah diharapkan berinovasi dalam pengembangan program kesehatan lansia, termasuk pengembangan sistem perawatan jangka panjang dengan optimal. Deteksi dini dan pertolongan pelayan kesehatan harus dilakukan secara holistik. Lansia yang sakit dipastikan melakukan kontrol rutin dan patuh dalam minum obat. Lingkungan yang ramah lansia, mulai dari pengadaan fasilitas umum untuk berolahraga hingga akses transportasi.