Beragam Cara Menjamin Kesejahteraan Lansia
Dunia kian menua. Tahun 2012, 11 persen populasi dunia atau sekitar 809 juta penduduk dunia berusia di atas 60 tahun. Jumlah tersebut diperkirakan akan menjadi 16 persen atau 1,3 miliar jiwa pada tahun 2030 dan 22 persen atau 2 miliar jiwa tahun 2050.
Dunia kian menua. Tahun 2012, 11 persen populasi dunia atau sekitar 809 juta penduduk dunia berusia di atas 60 tahun. Jumlah tersebut diperkirakan akan menjadi 16 persen atau 1,3 miliar jiwa pada tahun 2030 dan 22 persen atau 2 miliar jiwa tahun 2050.
Struktur penduduk demikian dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain, rendahnya angka kelahiran pada generasi muda saat ini dan tingginya usia harapan hidup. Tingginya usia harapan hidup, dari satu sisi, merupakan buah dari pembangunan kesehatan dan sosial ekonomi penduduk.
Akan tetapi, struktur penduduk yang menua tetap akan menjadi tantangan bagi setiap negara. Beban terberat akan dirasakan negara berkembang yang tidak memiliki sistem jaminan sosial dan kesehatan yang andal. Terlebih tidak semua warga lanjut usia (lansia) dalam kondisi sehat.
Sebagai contoh adalah lansia di Indonesia. Sebuah riset oleh Institute for Health Metrics and Evaluation (IHME)-University of Washington yang telah dipublikasikan di jurnal The Lancet 27 Agustus 2016 menunjukkan, penduduk Indonesia hidup lebih lama, tetapi mayoritas dalam kondisi sakit. Pada periode 1990-2013, angka harapan hidup laki-laki di Indonesia meningkat 5,2 tahun dan untuk perempuan 5,9 tahun.
Penduduk Indonesia hidup lebih lama, tetapi mayoritas dalam kondisi sakit.
Akan tetapi, sebagaimana dikutip kantor berita AFP, dengan menganalisis 306 penyakit dan cedera, didapati bahwa harapan hidup sehat laki-laki di Indonesia 5,1 tahun dan perempuan 5,5 tahun. Penyakit serebrovaskular, jantung iskemik, tuberkulosis, infeksi pernapasan bawah, dan diabetes menjadi penyebab utama masalah kesehatan bagi penduduk laki-laki dan perempuan di Indonesia.
Menyadari pentingnya menjaga penduduk lansia tetap sehat, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa kuncinya ada di fasilitas pelayanan kesehatan primer dan jaminan kesehatan yang komprehensif.
Selain Amerika Serikat, negara-negara di Amerika Selatan juga menghadapi pertumbuhan lansia yang besar. Bahkan, banyak juga yang mencapai usia di atas 100 tahun (centenarian). Di Kuba, misalnya, dari 11,2 juta jiwa penduduk Kuba terdapat 2.070 jiwa warga yang berusia satu abad lebih.
Di negara sosialis ini, di mana layanan kesehatan gratis dan jumlah dokter tersedia banyak, ada Klub 120 yang mendorong penduduk untuk hidup sehat agar berumur panjang.
Pemerintah Kuba memberikan perhatian lebih pada penduduknya yang berumur di atas 100 tahun. Pemerintah akan mengirimkan dokter spesialis geriatri dengan segera jika seseorang lansia membutuhkan pertolongan. ”Kami coba menyediakan layanan khusus bagi mereka,” kata Alina Gonzalez Moro dari Center for Research on Longevity.
Komposisi penduduk lansia yang besar menjadi masalah hampir di semua negara. Menarik untuk melihat bagaimana negara lain menghadapi persoalan ini sebagai perbandingan sekaligus masukan bagi pengembangan sistem yang serupa di dalam negeri.
Jepang
Lalu apa yang bisa kita pelajari dari Jepang? Raksasa ekonomi dunia itu memiliki skema jaminan sosial wajib yang bernama asuransi perawatan jangka panjang (long term care insurance /LCTI) yang diluncurkan pertama kali tahun 2000 dan dikelola oleh pemerintah kota yang menetapkan besaran premi dan akreditasi penyedia layanan. Pada tahun 2015, LCTI telah memberikan manfaat bagi sekitar lima juta penduduk berusia di atas 65 tahun atau 17 persen dari total penduduk usia 65 tahun ke atas.
Setiap penduduk yang berusia 40 tahun ke atas wajib menjadi asuransi publik ini dengan membayar polis sesuai pendapatannya. Namun, hanya peserta yang berusia 65 tahun ke atas dan peserta 40-65 tahun yang memiliki gangguan kesehatan terkait penuaan yang bisa memanfaatkan asuransi ini.
Manfaat LCTI meliputi layanan di fasilitas kesehatan, layanan di rumah, dan layanan di komunitas melalui manajer layanan. Meski peserta membayar premi, biaya manfaat tidak sepenuhnya ditanggung. Setiap peserta harus berkontribusi 10 persen dari biaya manfaat yang diperolehnya.
Setiap peserta bebas memilih manajer layanan dan penyedia layanannya sendiri untuk mendapatkan pelayanan yang berkualitas. Penyedia layanan bagi peserta bisa perusahaan yang mencari untung hingga perusahaan nirlaba. Biaya layanan ditinjau ulang setiap tiga tahun sekali oleh pemerintah.
Skema jaminan sosial itu menghadapi tantangan. Aturan pemerintah yang membatasi pembangunan fasilitas kesehatan baru membuat antrean peserta yang akan menggunakan layanan LCTI. Ini terutama terjadi di kota-kota besar yang padat penduduknya.
Selain itu, adanya kekurangan tenaga perawat yang berkunjung ke rumah peserta. Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja, dan Kesejahteraan Jepang memperkirakan akan ada kekurangan 300.000 tenaga perawat pada tahun 2025. Upah yang dinilai rendah bagi tenaga perawat pun jadi masalah tersendiri.
Swedia
Swedia merupakan salah satu negara yang mereformasi dan mendorong perawatan jangka panjang yang berkualitas bagi lansia, baik di fasilitas kesehatan maupun yang berbasis di rumah. Bahkan, mayoritas daerah menyediakan makanan siap saji yang dikirim ke rumah lansia.
Layanan sosial dan kesehatan bagi lansia merupakan bagian dari kebijakan kesejahteraan Swedia. Dari sekitar 10 juta penduduk Swedia, 20 persen telah berusia 65 tahun ke atas. Jumlah ini diperkirakan akan bertambah jadi 23 persen pada tahun 2040.
Swedia dikenal dengan program jaminan sosial dan kesehatannya yang komprehensif. Di negara itu, pemerintah kota bertanggung jawab atas layanan bagi lansia, menyediakan pembiayaan perawatan di rumah, termasuk mengelola, merencanakan, dan memfasilitasi kebutuhan perumahan khusus lansia. Sumber pendanaan program itu berbasis dari pajak pemerintah kota dan subsidi pemerintah.
Tahun 2014, Swedia mengalokasikan 12,7 miliar dolar AS untuk jaminan sosial kesehatan lansia. Hanya 4 persen dari biaya jaminan sosial untuk lansia yang berasal dari peserta. Negara skandinavia itu juga mengalokasikan 3,6 persen produk domestik brutonya pada perawatan jangka panjang dan menyediakan tenaga kesehatan bagi lansia yang cukup.
Sebanyak 94 persen lansia di Swedia yang berusia 65 tahun ke atas tinggal di rumah dan diberikan kesempatan untuk menjalani hidup secara mandiri. Apabila seorang lansia memerlukan bantuan dari perawat, ia dapat mendaftar untuk mendapat layanan asuhan keperawatan.
Setiap pemerintah kota memiliki masing-masing tarif layanan lansia bergantung pada tipe layanan dan penghasilan pesertanya. Pada tahun 2016, tarif maksimal untuk layanan lansia di rumah, termasuk membantu lansia di siang hari, sekitar 183 dollar AS per bulan.
Seiring waktu, ada lebih banyak pemerintah kota yang melaksanakan privatisasi program layanan lansia. Jumlah perusahaan swasta yang menyediakan layanan perawatan lansia bertambah lima kali lipat antara tahun 1995 dan 2005.
Tahun 2013, operator swasta menjalankan 24 persen layanan rumah lansia. Semua peserta bisa memilih apakah menghendaki layanan rumah atau fasilitas perumahan yang mudah diakses. Meski privatisasi cenderung kian banyak, pemerintah kota tetap menjadi pihak yang bertanggung jawab atas program itu.
Dari waktu ke waktu makin banyak lansia yang menghendaki tinggal di perumahan senior. Oleh karena itu, pemerintah kota merencanakan dan menyiapkan area perumahan senior yang memenuhi kebutuhan para lansia dan mereka yang disabilitas yang berusia 55 tahun ke atas. Selain perumahan yang disiapkan dari awal, ada juga rumah tinggal lansia yang direnovasi sehingga lebih ramah lansia dan memiliki akses yang lebih baik pada layanan kesehatan.
Ketika struktur penduduk lansia kian besar, maka kebutuhan akan tenaga perawat untuk lansia yang terlatih pun tidak terelakkan. Untuk memastikan standar kualitas layanan yang baik, pemerintah mengalokasikan anggaran tambahan lebih dari 100 juta dolar AS untuk program pelatihan.
Pendekatan Swedia dalam merawat lansia di rumahnya sendiri amat unik dan memungkinkan mereka untuk tetap mandiri. Keluarga mereka pun lebih tenang mengetahui bahwa anggota keluarga mereka mendapatkan perawatan yang baik.
Alhasil, tidak mengherankan jika pada tahun 2013 Swedia menempati urutan pertama dalam The Global AgeWatch Index dari Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengukur sejauh apa kualitas hidup lansia di 91 negara yang diukur.
Para lansia sudah memberikan banyak bagi masyarakat dan negara dengan bekerja, membesarkan keluarga, serta membayar pajak selagi muda dan produktif. Mereka berhak memperoleh layanan perawatan yang terbaik di masa tuanya.