Pengungsi Asing di Medan Minta Dikirim ke Negara Ketiga
›
Pengungsi Asing di Medan Minta...
Iklan
Pengungsi Asing di Medan Minta Dikirim ke Negara Ketiga
Ratusan pengungsi asing berunjuk rasa di depan Kantor Perwakilan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi (UNHCR) Medan, Sumatera Utara, Jumat (23/8/2019). Mereka menuntut segera dikirim ke negara ketiga pemberi suaka.
Oleh
NIKSON SINAGA
·2 menit baca
MEDAN, KOMPAS — Ratusan pengungsi asing berunjuk rasa di depan Kantor Perwakilan Komisi Tinggi PBB untuk Pengungsi atau UNHCR Medan, di Jalan Listrik, Sumatera Utara, Jumat (23/8/2019). Para pengungsi yang sudah tujuh tahun tinggal di tempat penampungan itu menuntut segera dikirim ke negara ketiga pemberi suaka.
Pengungsi asing yang berjumlah sekitar 200 orang datang dengan membawa spanduk dan selebaran kertas. Mereka juga membawa serta anak-anaknya, lalu berdiri di trotoar, menyampaikan aspirasinya dengan membentangkan spanduk dan kertas bertuliskan sejumlah aspirasi.
”Kami akan datang berunjuk rasa setiap hari. Ayo bekerja, UNHCR. Kami menuntut keadilan. Kirimkan kami ke negara ketiga,” tutur Habib Hasan, pengungsi asal Pakistan yang menjadi pemimpin aksi. Dia meneriakkan aspirasinya berulang-ulang melalui pelantang suara diikuti para pengungsi lain.
Habib mengatakan, para pengungsi tersebut sudah sangat frustrasi menunggu pengiriman mereka ke negara ketiga pemberi suaka. Sudah tujuh tahun mereka tinggal di tempat penampungan pengungsi asing di Medan. ”Kami menunggu dengan nasib yang tidak jelas,” ujarnya.
Menurut Habib, para pengungsi itu berasal dari sejumlah negara konflik, seperti Somalia, Myanmar, Irak, Iran, dan Afghanistan. Selama tujuh tahun, mereka tinggal di 20 tempat penampungan yang tersebar di beberapa tempat di Medan, antara lain Hotel Beraspati, Hotel Pelangi, dan Cendana Residence. Jumlah pengungsi asing dari negara konflik di Medan saat ini lebih dari 2.000 orang.
Shamarke Abdullah Ahmed (40), pengungsi asal Somalia, mengatakan, mereka berterima kasih telah ditampung di Indonesia selama tujuh tahun. Selama ini, mereka pun mendapat bantuan dari Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM) sebesar Rp 1.250.000 per orang per bulan.
Namun, sebagai pengungsi asing pemegang kartu UNHCR, mereka tidak bisa bekerja di negara penampung seperti Indonesia. Aktivitas mereka juga dibatasi di tempat pengungsian. ”Kami berterima kasih telah ditampung di Indonesia. Namun, kami harus melanjutkan hidup di negara ketiga,” ucapnya.
Shamarke menyebutkan, di tempat penampungan di Medan, mereka bisa memenuhi kebutuhan dasar mereka. Namun, secara psikologis, mereka depresi karena masa depan yang tidak jelas.
Secara psikologis, mereka depresi karena masa depan yang tidak jelas.
”Selama tujuh tahun, kami lebih banyak menunggu kabar di dalam kamar. Kami tidak bisa pergi ke mana-mana,” lanjutnya.
Farhiya (45), pengungsi perempuan dari Somalia, mengatakan, dirinya ingin dikirim ke negara ketiga agar bisa bertemu dengan keluarganya. ”Selama tujuh tahun ini, saya sendiri di Indonesia dan tidak bisa bertemu keluarga. Saya ingin dikirim ke negara ketiga agar bisa melanjutkan hidup dan berkumpul bersama keluarga,” ujarnya.