Upaya Mengembalikan Kejayaan TVRI
Hari ini, 24 Agustus 2019, TVRI memasuki usia ke-57. Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI kini menghadapi tantangan tak mudah pada era disrupsi. Tantangan kian berat karena TVRI juga dituntut untuk ikut menjaga ideologi dan persatuan bangsa.
Hipotesis yang menyatakan bahwa saat ini orang sudah tidak menonton televisi dan beralih ke media digital harus mampu dijawab oleh TVRI. Jika mampu menjawab dan mementahkan hipotesis tersebut, TVRI akan bertahan dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Untuk mencapai hal itu, TVRI harus membuktikan berbagai tayangannya memiliki daya pikat di tengah berbagai tawaran media hiburan sekarang. Dengan kata lain, TVRI harus membuktikan diri bahwa dia masih ”layak tonton”.
Optimisme tersebut tampak beroleh buahnya. Tahun-tahun sebelum ini, TVRI selalu berada di peringkat bawah pada audince share versi Nielsen. Kini, TVRI makin percaya diri menapaki peringkat ke-12 besar dari 15 stasiun televisi yang dijaring survei Nielsen periode minggu ke-33 tahun 2019, atau pada 11–17 Agustus 2019. Artinya, TVRI mulai kembali mendapat tempat di mata publik penonton.
Program acara sepak bola Liga Primer Inggris (English Premier League) dan Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis BWF dari Bassel, Swiss, menjadi magnet kuat untuk menyedot pemirsa. Pasca pertandingan perdana Liga Inggris awal Agustus, misalnya, audience share TVRI meningkat.
Bermodalkan jangkauan wilayah siaran terluas dibandingkan dengan stasiun televisi swasta dan televisi jaringan lainnya di Indonesia, TVRI berpotensi kembali meraih kejayaan seperti pada masa lalu. Saat itu, masyarakat mengandalkan TVRI sebagai saluran informasi dan hiburan.
Ditopang 29 stasiun daerah, TVRI diperkuat dengan 361 stasiun transmisi terestrial yang menembus pelosok dan wilayah terluar Indonesia. Ditambah lagi, TVRI kini diperkuat siaran digital, dengan mengoperasikan 63 pemancar transmisi digital dan 54 transmisi dual cast yang secara bersamaan memancarkan siaran digital.
Meski demikian, dari sisi internal, TVRI menghadapi sejumlah tantangan: anggaran minim dibandingkan dengan lembaga penyiaran televisi publik di luar negeri serta peralatan teknologi produksi dan pemancar transmisi yang harus diperbarui.
Selain itu, ada problem terkait dengan sumber daya manusia. Aparatur sipil negara (ASN) yang bekerja di TVRI adalah ASN Kementerian Komunikasi dan Informatika yang diperbantukan di TVRI. Karena itu, TVRI tidak punya kewenangan melakukan pembinaan kepegawaian. Hal itu dinilai harus direformasi agar kultur ASN di TVRI dapat lebih sesuai dengan kondisi dunia media yang penuh persaingan.
Tantangan TVRI
Adapun secara eksternal, TVRI masih menunggu hasil revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, terutama terkait dengan pembiayaan dan regulasi penyiaran digital. Perubahan bentuk badan hukum yang terus dilakukan sejak lembaga penyiaran publik itu berdiri membawa implikasi dalam struktur dan pembiayaan serta format konten siaran yang terus berubah.
Sejak mengudara tahun 1962, TVRI sampai sekarang mengalami beberapa kali perubahan bentuk badan hukum dan organisasi. TVRI pernah berstatus yayasan, unit pelaksana teknis (UPT) Departemen Penerangan, perusahaan jawatan, hingga persero.
Terakhir, berstatus sebagai lembaga penyiaran publik (LPP).
UU No 32/2002 Pasal 14 Ayat (1) menyatakan, ”Lembaga penyiaran publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.”
Istilah lembaga penyiaran publik (LPP) tak masuk dalam kluster struktur penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini menyebabkan proses pengembangan kelembagaan LPP TVRI tidak sinkron dengan undang-undang keuangan negara dan undang-undang aparatur sipil negara.
Kekuatan TVRI
Untuk siaran digital terestrial, TVRI telah melakukannya beberapa tahun terakhir. Siaran digital TVRI dilakukan bersama Asosiasi Televisi Siaran Digital Indonesia (ATSDI) meskipun aturan kelembagaannya belum tersedia. Di DKI Jakarta kini mengudara 33 kanal siaran digital yang dipancarkan TVRI, televisi swasta, dan televisi yang tergabung dalam (ATSDI).
Untuk wilayah Jakarta, TVRI mengudara dengan 4 kanal: TVRI nasional, TVRI DKI Jakarta, TVRI 3 (dokumenter dan budaya), serta TVRI Sport HD. Liga Inggris dan Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis BWF bisa disaksikan dengan kualitas gambar high definition (HD) di kanal TVRI. Siaran digital TVRI tidak hanya dilakukan di Jakarta, tetapi juga di daerah.
Konten digital nonterestrial TVRI yang didistribusikan lewat internet untuk menembus audiens global diterapkan melalui TVRI Klik. Layanan ini bisa diakses oleh pengguna telepon seluler berbasis Android dan iOS.
Selain itu, distribusi konten Over The Top (layanan dengan konten berupa data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet) serta Video on Demand (sistem televisi interaktif) dilakukan melalui CDN (content delivery network). Konten Over The Top dari TVRI bisa diakses melalui media sosial: Twitter, YouTube, dan Facebook.
Pembiayaan
Kondisi TVRI jauh berbeda dengan lembaga penyiaran publik BBC di Inggris dan NHK di Jepang. Dua lembaga penyiaran publik tersebut sangat kokoh dari sisi badan hukum dan sumber pendanaan serta sumber daya manusianya. BBC dan NHK dalam setahun memiliki anggaran setara lebih kurang Rp 80 triliun.
Dalam pendanaan, BBC- Inggris dan NHK-Jepang melibatkan partisipasi publik dalam pembiayaan berbentuk iuran publik (tv license) dan government grant (hibah dari pemerintah).
Adapun TVRI mengandalkan APBN dan penghasilan negara bukan pajak (PNBP). Dalam setahun, anggarannya kurang dari Rp 1 triliun. Dana sebesar ini tidak sebanding dengan tuntutan pengembangan TVRI menjadi televisi publik modern dan lembaga penyiaran kelas dunia.
Menurut Direktur Utama TVRI Helmy Yahya, idealnya anggaran TVRI setahun sebesar Rp 4 triliun. Untuk tahun depan, TVRI baru akan mendapatkan sebesar Rp 1,1 triliun.
Saat ini, anggaran bagi pembuatan program siaran TVRI dalam setahun hanya cukup untuk membuat program 2-3 minggu televisi swasta.
TVRI berusaha memanfaatkan secara optimal dana yang diperoleh dari pemerintah untuk menggaji 4.800 pegawai, membiayai operasional siaran, dan meremajakan aset perusahaan. Gaji pegawai merupakan komponen biaya tertinggi, menyedot 27 persen dari total anggaran TVRI. Pengeluaran lainnya adalah biaya listrik, telepon, gas dan air, serta pemeliharaan aset.
Anggaran stasiun TVRI di daerah bervariasi antara Rp 2 miliar dan Rp 5 miliar setiap tahun. Angka ini sangat kecil dibandingkan dengan stasiun televisi swasta, apalagi dibandingkan dengan BBC dan NHK.
Bagaimanapun dukungan dari pemerintah mutlak diperlukan. TVRI memiliki peran vital menjaga persatuan dan kesatuan bangsa. Peran dan dukungan pemerintah kepada TVRI berupa anggaran yang memadai dan pegawai yang kompetitif mutlak dibutuhkan lembaga penyiaran publik itu agar mampu bersaing secara global.
Dirgahayu Ke-57 TVRI, TVRI selalu di hati.
(LITBANG KOMPAS)