Masyarakat Makin Terancam Rokok Elektrik, Perlindungan Belum Diberikan
›
Masyarakat Makin Terancam...
Iklan
Masyarakat Makin Terancam Rokok Elektrik, Perlindungan Belum Diberikan
Masyarakat sering mengabaikan dampak jangka pendek atau dampak akut dari penggunaan rokok elektrik. Secara langsung, rokok ini bisa mengakibatkan iritasi pada mukosa atau selaput lendir.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Rokok elektrik mengancam kesehatan masyarakat. Berbagai kandungan pada rokok elektrik dapat merusak fungsi organ dalam tubuh, bahkan bisa menyebabkan kematian. Meski begitu, komitmen pemerintah untuk melindungi masyarakat terhadap bahaya tersebut dinilai masih lemah.
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi, saat dihubungi di Jakarta, Senin (26/8/2019), menyatakan, pemerintah tidak tegas memberikan perlindungan kepada masyarakat terhadap bahaya rokok elektrik. Padahal, rokok jenis ini memiliki dampak buruk yang sama berbahayanya dengan rokok konvensional.
”Rokok elektrik ini merupakan wabah baru yang sangat mengerikan. YLKI menyarankan pemerintah melarang peredaran vape. Mengurus aturan rokok konvensional saja masih kedodoran. Sekarang justru aturan soal rokok elektrik malah belum ada,” tuturnya.
Dampak buruk rokok elektrik juga disampaikan Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Agus Dwi Susanto. Ia menyampaikan, rokok elektrik memiliki dampak buruk bagi kesehatan, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.
Dampak akut
Menurut Agus, masyarakat sering mengabaikan dampak jangka pendek atau dampak akut dari penggunaan rokok elektrik. Secara langsung, rokok ini bisa mengakibatkan iritasi pada mukosa atau selaput lendir.
Iritasi ini biasanya timbul dengan sejumlah keluhan, antara lain tenggorokan gatal, sakit tenggorokan, batuk, serta rasa perih di mata. Selain itu, dampak jangka panjang yang bisa ditimbulkan adalah fungi paru yang menurun, asma, kanker pembuluh darah, dan penyakit paru obstruktif kronik.
Rokok elektrik juga berpotensi menimbulkan gangguan pada sistem jantung dan pembuluh darah. Secara langsung, materi partikel kecil pada rokok elektrik yang masuk ke aliran darah dapat mengganggu irama dan pompa jantung. Partikel kecil bisa menimbulkan penumpukan di jaringan paru. Kedua dampak ini bisa meningkatkan risiko pembekuan darah.
Mengutip The Washington Post pada Sabtu (24/8/2019), Dinas Kesehatan Illinois mengumumkan adanya satu orang yang meninggal diduga akibat gangguan paru karena penggunaan rokok elektrik. Tidak hanya itu, ada 193 kasus gangguan paru yang terkait dengan penggunaan rokok ini terjadi di 22 negara bagian Amerika Serikat. Sebagian besar korban berusia remaja dan dewasa muda. Untuk sementara, kasus ini masih dalam investigasi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).
”Kasus yang terjadi di Amerika tersebut seharusnya sudah menjadi peringatan bagi masyarakat Indonesia untuk tidak menggunakan rokok elektrik. Bahayanya sudah sangat serius,” ujarnya.
”Pemerintah pun harus segera mengeluarkan aturan terkait pembatasan, terlebih pelarangan peredaran produk rokok elektrik. Hal ini penting karena pengguna rokok elektrik semakin tinggi terutama pada usia muda,” lanjutnya.
Menurut Global Youth Tobacco Survey 2011, prevalensi perokok elektrik pada remaja di Indonesia 0,3 persen. Studi Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (UHAMKA) pada remaja SMA di Jakarta tahun 2018 menemukan, dari 11,8 persen perokok elektrik yang diteliti, setengah dari jumlah itu juga menggunakan rokok konvensional.
Regulasi
Saat dikonfirmasi terpisah, Direktur Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, dan Prekusor Badan Pengawas Obat dan Makanan Rita Endang menuturkan, saat ini regulasi terkait pengendalian produk rokok elektronik belum ada di Indonesia. Pembahasan masih dilakukan melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan.
Terkait pembahasan itu juga disampaikan Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga Kementerian Perdagangan Veri Anggrijono. ”Belum ada (regulasi rokok elektrik) karena peraturan masih dibahas,” ujarnya.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan Cut Putri Arianie mengatakan, produk tembakau lainnya memang sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dan Peraturan Pemerintah Nomor 109/2012. Namun, kedua aturan tersebut belum secara khusus mengatur terkait rokok elektrik.
”Produk tembakau, apa pun itu, termasuk rokok elektrik, harusnya distop peredarannya,” kata Cut Putri.