Otoritas Jasa Keuangan menegaskan bahwa batas nilai maksimal penyaluran pendanaan oleh perusahaan teknologi finansial peminjaman telah diatur dalam Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016. Namun, sejumlah poin perlu ditinjau ulang untuk menyesuaikan perkembangan industri, antara lain soal batas nilai maksimal peminjaman.
Oleh
MEDIANA
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Otoritas Jasa Keuangan menegaskan bahwa batas nilai maksimal penyaluran pendanaan oleh perusahaan teknologi finansial peminjaman telah diatur dalam Peraturan OJK Nomor 77 Tahun 2016. Namun, sejumlah poin perlu ditinjau ulang untuk menyesuaikan perkembangan industri, antara lain soal batas nilai maksimal peminjaman.
Dalam peraturan itu, penyesuaian jumlah batas nilai maksimal bisa diatur melalui surat edaran atau tanpa perlu mengubah peraturan. Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi, yang dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (25/8/2019), menyatakan, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sebagai mitra OJK dapat menyampaikan berbagai masukan kepada regulator.
Tujuannya, mendukung penguatan industri teknologi finansial (tekfin) peminjaman yang sehat dan meningkatkan peran sebagai alternatif pendanaan yang inklusif bagi pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di seluruh pelosok Tanah Air.
”Masukan mereka tentu wajib didasarkan pada hasil kajian akademik dan empiris yang mendalam dari berbagai aspek, antara lain ekonomi, hukum, teknologi dan bisnis model. Dengan demikian, usulan mereka dapat dipertimbangkan dengan sungguh-sungguh oleh otoritas terkait,” ujarnya.
Pendanaan oleh perusahaan tekfin pinjaman banyak bersentuhan dengan UMKM sehingga relevan jika usulan mereka juga mendapat masukan dari berbagai instansi. Instansi itu, misalnya Kementerian Koperasi dan UMKM, Kementerian Keuangan, dan Kementerian Koordinator Perekonomian.
Berdasarkan Pasal 6 Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016, penyelenggara wajib memenuhi ketentuan batas maksimum total pemberian pinjaman dana kepada setiap penerima pinjaman. Batas maksimum total pemberian pinjaman dana sebesar Rp 2 miliar. OJK dapat melakukan peninjauan kembali atas batas maksimum itu.
Penyesuaian
Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) Adrian A Gunadi, seusai konferensi pers Indonesia Indonesia Fintech Summit & Expo 2019, Kamis (22/8/2019), di Jakarta, mengatakan, Peraturan OJK Nomor 77/POJK.01/2016 telah berusia lebih dari dua tahun. Pelaku industri tekfin ikut menentukan beberapa poin pada saat itu.
Akan tetapi, menurut Adrian, ada poin yang perlu ditinjau ulang dan disesuaikan guna mengetahui relevansinya terhadap perkembangan industri. Sebagai contoh, batas nilai pinjaman yang akan disalurkan. Asosiasi mempertanyakan perlu tidaknya ada batas nilai pinjaman.
Keputusan masih perlu batasan nilai atau tidak tergantung kebijakan OJK. Di beberapa negara, kata Adrian, regulatornya tidak membatasi nilai pinjaman. Sebagai gantinya, batasan nilai ditentukan sendiri oleh setiap pelaku. Sebelumnya, kabar yang pernah beredar adalah AFPI menginginkan nilai batas pinjaman dinaikkan.
Tiap penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi punya model bisnis dan kapital berbeda-beda.
”Setiap penyedia layanan pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi mempunyai model bisnis dan kapital berbeda-beda. Saat ini, penyedia yang mengajukan pendaftaran baru terus bermunculan. Kami mendengar info pemain dari luar Jakarta marak, seperti Bali dan Kalimantan,” kata Adrian.
Berdasarkan data perkembangan tekfin peminjaman yang dirilis OJK per Juni 2019, jumlah perusahaan terdaftar atau berizin mencapai 113 entitas. Berdasarkan domisili, sebanyak 109 berkantor pusat di Jabodetabek, 1 perusahaan di Bandung, 1 perusahaan di Lampung, dan 2 perusahaan berasal dari Surabaya.
Pada Juni 2019, jumlah akumulasi rekening pemberi pinjaman (lender) di Jawa tercatat 417.700, luar Jawa 78.143, dan luar negeri 2.981. Sementara jumlah akumulasi rekening penerima pinjaman (borrower) mencapai 8.031.569 dan luar Jawa 1.712.110.
Sektor produktif
Menurut peneliti ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Nika Pranata, menaikkan batas nilai pinjaman tidak akan berpengaruh terhadap stabilitas keuangan perusahaan tekfin peminjaman.
Menaikkan batas nilai pinjaman tidak akan berpengaruh terhadap stabilitas keuangan perusahaan tekfin peminjaman.
Dia mengungkapkan beberapa hal yang perlu jadi perhatian ketika isu itu muncul. Hal pertama, tidak semua penyedia layanan menyalurkan pinjaman sampai batas nilai maksimum Rp 2 miliar. Kedua, nilai kredit yang disalurkan relatif masih kecil. Rata-rata nilai kredit yang disalurkan, berdasarkan data OJK per Juni 2019, adalah sekitar Rp 71 juta.
”Mayoritas peminjam barangkali mengajukan permohonan kredit masih di level nilai di bawah Rp 10 juta. Perusahaan skala usaha lebih besar masih tetap ke perbankan,” ujar Nika.
Hal ketiga yang dia soroti adalah jumlah crowd lender belum masif. Sebagai gambaran, ada proposal memenuhi kebutuhan kredit untuk usaha produktif sebesar Rp 2 miliar. Kejadian yang sering kali terjadi, yaitu permintaan dana itu tidak bisa dipenuhi 100 persen oleh crowd lender.
”Tidak masalah mengakomodasi keinginan pelaku industri untuk menaikkan batas nilai pinjaman di atas Rp 2 miliar. Karena nilai pinjaman sebesar itu bertujuan memenuhi kebutuhan sektor usaha produktif. Ini bisa mengakomodasi tren masa mendatang karena kemungkinan akan semakin banyak usaha skala menengah-besar menjadikan tekfin sebagai alternatif keperluan pendanaan,” tambah Nika.
Masih sosialisasi
Sementara itu, Chief Technology Officer PT Anantara Digital Indonesia (pengelola platform Modal Antara) Krisna Sudiro mengatakan, sampai sekarang, sosialisasi pengetahuan dan wawasan mengenai tekfin peminjaman masih gencar dilakukan. Modal Antara sendiri, sembari penjajakan pasar di suatu kabupaten/kota, tim menggelar diskusi pengenalan tekfin dan manfaatnya bagi UMKM ataupun masyarakat
Modal Antara baru memperoleh status terdaftar dari OJK pada 1 Februari 2019. Perusahaan ini melayani pinjaman multiguna dan produktif. Produk pinjaman multiguna menyasar ke karyawan, sedangkan kredit produktif membidik petani.
Untuk pinjaman personal, sebanyak 331 penyaluran pinjaman sedang berjalan. Sementara pinjaman produktif terdapat 32 proyek sedang didanai. Krisna menyebutkan, budidaya pertanian serai wangi di Subang (Jawa Barat) dan perkebunan jagung di Wajo (Sulawesi Selatan) sebagai contoh proyek yang mendapat pinjaman melalui Modal Antara.
Menurut dia, rencana strategis perusahaan tahun-tahun mendatang lebih banyak memfasilitasi pinjaman ke proyek pertanian. Modal Antara telah melakukan penjajakan ke beberapa kabupaten, seperti Purwakarta, Bali, dan Samarinda.
Dengan hadirnya fasilitas pinjam-meminjam uang berbasis teknologi informasi, petani menjadi lebih antusias. Krisna meyakini, hal itu disebabkan hasil panen mereka mendapat kepastian pembeli dengan sistem bagi hasil yang adil. (MED)