Jawaban Pemerintah atas Kritik Pemindahan Ibu Kota
›
Jawaban Pemerintah atas Kritik...
Iklan
Jawaban Pemerintah atas Kritik Pemindahan Ibu Kota
Sejumlah kritikan bermunculan seiring dengan pengumuman lokasi baru Ibu Kota Indonesia, yakni di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah melalui Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro pun menjawab kritikan-kritikan tersebut
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·5 menit baca
Sejumlah kritikan bermunculan seiring dengan pengumuman lokasi baru Ibu Kota Indonesia, yakni di sebagian wilayah Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Pemerintah pun sigap menjawab semua kritikan pemindahan ibu kota tersebut.
Kritikan pemindahan ibu kota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara Kalimantan Timur muncul dari beragam pandangan, mulai dari ekonom senior yang juga mantan Menteri Lingkungan Hidup Emil Salim, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, hingga dari lembaga swadaya masyarakat Jaringan Advokasi Tambang.
Untuk meminta tanggapan atas segala kritikan yang muncul ke ruang publik itu, Harian Kompas berkesempatan untuk bertemu langsung dengan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro di rumah dinasnya, di Jalan Denpasar Raya, Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (27/8/2019). Dengan memegang ringkasan kajian pemindahan ibu kota, Bambang menjawab setiap tudingan yang ada.
Emil Salim
Terkait rencana pemerintah memindahkan ibu kota ke Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kaltim, ekonom senior Emil Salim berpendapat, pemerintah saat ini seharusnya tidak memprioritaskan pemindahan ibu kota negara dalam lima tahun ke depan. Pemerintah seharusnya fokus pada pembangunan sumber daya manusia (SDM). Emil meyakini, dari sisi manfaat penggunaan anggaran, pembangunan SDM lebih berdampak ekonomi daripada pemindahan ibu kota. (Kompas, 27/8/2019)
Menanggapi kritikan tersebut, Bambang menjelaskan, meskipun pembangunan ibu kota baru menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tetapi tak akan mengotak-atik alokasi anggaran yang telah difokuskan terhadap pembangunan SDM selama lima tahun ke depan. Pemerintah akan mencari sumber pendapatan baru lewat kerja sama pengelolaan aset dengan swasta dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), baik yang ada di ibu kota baru, maupun di Jakarta.
“Jadi, nanti ada pemasukan dari situ yang kemudian langsung diarahkan untuk ikut membangun ibu kota baru. Jadi intinya, sumber APBN murninya tak akan diganggu, tetapi kami tetap akan fokus pada SDM lima tahun ke depan. Kami sadar sekali kok mengenai pentingnya memanfaatkan bonus demografi. Jangan sampai bonus demografi malah menjadi beban,” kata Bambang.
Ridwan Kamil
Sementara itu, kritikan juga datang dari Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil. Meskipun mendukung pemindahan ibu kota, Ridwan Kamil menilai desain pembangunan ibu kota baru terlalu boros lahan. Seperti diketahui, pemerintah menyiapkan lahan seluas 180.000 hektar untuk 1,5 juta penduduk.
Menurut Ridwan Kamil, Indonesia harus belajar dari kesalahan ibu kota Brasilia di Brasil dan Naypyidaw di Yangon, yang kini sepi aktivitas karena lahannya terlalu luas. Kondisi itu akan membuat penduduk tidak betah.
Bambang menanggapi kritikan tersebut dengan memperlihatkan rencana pembangunan di ibu kota baru. Lahan seluas 180.000 hektar itu bukanlah seluruhnya untuk infrastruktur, tetapi 50 persennya akan dibuat ruang terbuka hijau. Praktis, sisanya sekitar 90.000 hektar.
Pembangunan di ibu kota baru pun tidak secara langsung 90.000 hektar, tetapi bertahap. Tahap pertama, dalam lima tahun, pembangunan akan difokuskan pada kantor-kantor pemerintahan. Pembangunan tahap tersebut akan memakai seluas 6.000 hektar terlebih dahulu. Kemudian, pembangunan akan menyebar ke wilayah inti hingga seluas 40.000 hektar, seperti pembangunan pusat kegiatan bisnis, perguruan tinggi, dan science technopark.
Dengan demikian, pertumbuhan penduduk lebih bisa terkendali. Diperkirakan, sekitar 1,5 juta penduduk itu baru akan tercapai dalam 5 sampai 10 tahun mendatang.
“Itu, kan, kami mikirnya kota itu tak hanya sebentar. Pak Ridwan Kamil bilang kegedean. Kalau memang hanya ibu kota dalam pengertian konteks sekarang, ya kegedean, tetapi, kan, kita bicara kota ke depan. Jadi, kami mencegah kota ini agar tak terlalu crowded atau urban sprawl. Kami melakukan manajemen pertumbuhan untuk memastikan kota sesuai yang direncanakan, tidak terlalu padat dan tidak terlalu besar,” tutur Bambang.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) juga mengkritik pemindahan ibu kota yang disebut hanya akan menguntungkan pemilik konsensi pertambangan batu bara dan penguasa lahan skala besar di Kaltim.
Catatan Jatam Kaltim, terdapat 1.190 izin usaha pertambangan (IUP) di Kaltim. Secara khusus di Kabupaten Kutai Kertanegara ada 625 IUP.
Tak hanya itu, berdasarkan catatan Jatam, mayoritas lahan di Kabupaten Penajam Paser Utara dikuasai oleh PT ITCI Kartika Utama. Total lahan yang dikuasai ialah 173.395 hektar membentang di Penajam Paser Utara, Kutai Kertanegara dan Kutai Barat. Hal ini diketahui dari SK IUPHHK-HA: 160/Menhut-II/2012, tertanggal 27 Maret 2012.
Menanggapi kritikan itu, Bambang mengakui bahwa di lahan seluas 6.000 hektar di kawasan Sepaku, Penajam Paser Utara, yang akan dibangun pusat pemerintah ibu kota baru itu dimiliki oleh PT ITCI. Namun, dia menegaskan, kawasan itu termasuk dalam hutan tanaman industri (HTI). Dengan begitu, status kepemilikan lahan ada di tangan pemerintah.
“Bu Siti (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya) sudah menegaskan kepada saya bahwa ada Peraturan Pemerintah yang memungkinkan pemerintah anytime bilang saya butuh lahan ini,” ujar Bambang.
Terkait kompensasi lahan yang sudah ditanami oleh PT ITCI, Bambang menyebut, itu kemungkinan akan diganti per pohon yang sudah ditanam. “Itu pun biayanya enggak gede dan enggak sampai miliaran,” katanya.
Terkait IUP di kawasan ibu kota baru, Bambang menegaskan, semua proses perpanjangan izinnya akan disetop. Dengan demikian, pembangunan tak terganggu oleh kepemilikan lahan atau bekas pertambangan.
“Kan, kami cadangkan lahan untuk jangka panjang, jadi ya kami tunggu sampai habis izinnya. Semua izin yang di situ enggak akan diperpanjang. Yang bisa diambil, segera diambil,” tutur Bambang.
Kemudian, lanjut Bambang, untuk lubang eks-tambang, pihaknya akan merehabilitasinya kembali dengan penimbunan tanah atau menjadikan itu sebagai danau.