Saat Uji Publik, Antam Novambar Bela Budi Gunawan, Firli Bantah Langgar Etik
›
Saat Uji Publik, Antam...
Iklan
Saat Uji Publik, Antam Novambar Bela Budi Gunawan, Firli Bantah Langgar Etik
Dalam uji publik calon komisioner KPK yang digelar di Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (27/8/2019), Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar secara tegas membela Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan yang pernah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK.
Oleh
Sharon Patricia
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam uji publik calon komisioner Komisi Pemberantasan Korupsi yang digelar di Kementerian Sekretariat Negara, Selasa (27/8/2019), Wakil Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Inspektur Jenderal Antam Novambar secara tegas membela Kepala Badan Intelijen Negara Budi Gunawan yang pernah ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK. Antam pun membantah pernah mengintimidasi penyidik KPK saat lembaga antirasuah tersebut menetapkan Budi Gunawan sebagai tersangka.
Antam menyampaikan, dirinya tidak pernah meneror mantan penyidik KPK, Endang Tarsa, pada 2015 saat KPK menyidik kasus dugaan gratifikasi dengan tersangka Wakil Kepala Polri saat itu, Komisaris Jenderal Budi Gunawan. Antam mengaku telah dikhianati oleh Endang yang merupakan penyidik KPK dari unsur kepolisian.
Pernyataan Antam merupakan jawaban atas pertanyaan Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK yang juga pakar psikologi politik, Hamdi Moeloek. Antam ditanyakan soal dugaan ancaman yang dilakukannya terhadap Endang. Jawaban ini disampaikan Antam dalam tahapan akhir seleksi capim KPK, yaitu uji publik dan wawancara.
”Saya tahu, Pak Budi Gunawan ini dizalimi karena saya penegak hukum. (Budi Gunawan) Dipaksakan untuk menjadi tersangka, saya tahu karena itu berdasarkan bukti dan fakta yang ada,” ujar Antam.
Lebih lanjut, ia mengaku bahwa Endang-lah yang ingin bertemu dengan dirinya untuk menyampaikan beberapa hal yang menguntungkan di persidangan KPK tentang Budi Gunawan. Bahwa ada kesalahan yang dilakukan KPK.
”Saya bahagia karena polisi mau bela polisi. Besoknya, ternyata tidak, marah saya dibohongi oleh kolonel (Endang Tarsa) di KPK, di lembaga yang dianggap maaf kata, suci katanya. Bohong,” ujar Antam.
Uji publik dan wawancara terhadap 20 calon komisioner KPK ini dibagi menjadi tiga hari hingga Kamis (28/9/2019). Selain Antam, ada enam kandidat lain yang diuji hari ini.
Keenam calon pemimpin KPK lainnya yang menjalani uji publik hari ini adalah komisioner KPK, Alexander Marwata; anggota Polri, Brigadir Jenderal (Pol) Bambang Sri Herwanto; karyawan BUMN, Cahyo RE Wibowo; Kapolda Sumatera Selatan Inspektur Jenderal Firli Bahuri; auditor Badan Pemeriksa Keuangan, I Nyoman Wara; dan penasihat Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi, Jimmy Muhammad Rifai Gani.
Sementara saat uji publik terhadap Firli Bahuri yang diduga melanggar kode etik saat dirinya menjabat sebagai Deputi Penindakan KPK, anggota Pansel Capim KPK yang juga Guru Besar Hukum Pidana Universitas Gadjah Mada, Marcus Priyo Gunarto, menanyakan apa tujuan dari pendaftaran Firli sebagai calon unsur pimpinan KPK. ”Apakah untuk memberantas korupsi atau mau membalas dendam kepada KPK,” tanya Marcus.
Saya tahu Pak Budi Gunawan ini dizalimi karena saya penegak hukum. (Budi Gunawan) Dipaksakan untuk menjadi tersangka, saya tahu karena itu berdasarkan bukti dan fakta yang ada.
Terkait pertanyaan tersebut, Firli mengatakan, selama dirinya bertugas di KPK lebih kurang satu tahun masih banyak tugas KPK yang belum selesai. Untuk itu, dia ingin memberantas korupsi lebih maksimal.
Sementara terkait dugaan pelanggaran kode etik, Firli mengatakan, itu bertemu, bukan mengadakan pertemuan. ”Saya tidak mengadakan hubungan dan pertemuan. Saya bertemu iya, tetapi mengadakan pertemuan enggak,” ujarnya.
Dia pun mengklaim bahwa pada 19 Maret 2019, dirinya sudah diklarifikasi oleh lima unsur pimpinan KPK. Hasil dari pertemuan tersebut, Firli mengatakan bahwa tidak ada fakta dirinya melanggar kode etik.
Kompas mencatat, pada 20 Juni 2016, dengan kembalinya Firli bertugas di Polri, pemeriksaan yang tengah dijalankan Direktorat Pengawas Internal KPK terhadap Firli otomatis dihentikan. ”Masih dalam proses (kasusnya), tetapi tidak (lagi) diteruskan. Hal itu karena yang bersangkutan diperlukan untuk penugasan baru di organisasi Polri,” ujar Ketua KPK Agus Rahardjo.
Sebelumnya, ada surat permintaan dari Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian agar Firli kembali bertugas di Polri saat diperiksa Direktorat Pengawas Internal KPK terkait pertemuannya untuk bermain tenis dengan Tuanku Guru Bajang Zainul Majdi yang saat itu menjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat. Pertemuan itu terjadi saat KPK sedang menyelidiki dugaan korupsi dalam divestasi PT Newmont Nusa Tenggara kepada PT Amman Mineral Internasional dan Zainul jadi salah satu pihak yang diperlukan keterangannya.
Kepatuhan LHKPN
Terkait isu mengenai kepatuhan para calon pemimpin KPK terhadap pelaporan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), Koalisi Kawal Capim KPK terus menyuarakan pentingnya LHKPN untuk menjadi indikator dari penilaian integritas kandidat.
Untuk kepatuhan pelaporan periodik 2018 yang wajib dilaporkan dalam rentang waktu 1 Januari-31 Maret 2019, sembilan calon melapor tepat waktu. Mereka berasal dari KPK, Polri, kejaksaan, BPK, mantan anggota LPSK, dekan, dan Kementerian Keuangan. Yang telat melaporkan sebanyak lima calon. Mereka berasal dari Polri, kejaksaan, dan Sekretaris Kabinet. Adapun yang sama sekali tidak pernah melaporkan tercatat dari Polri serta BUMN.
Data KPK menunjukkan, Antam Novambar tercatat terakhir melaporkan LHKPN pada 31 Desember 2018 dengan total kekayaan Rp 6,6 miliar. Adapun Bambang Sri Herwanto terakhir melaporkan LHKPN pada 15 Desember 2014 dengan total Rp 3,2 miliar.
Bambang menyampaikan, dirinya tidak melaporkan LHKPN karena sejak 2015 menjabat sebagai Direktur Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian. Dengan begitu, dirinya tidak berkewajiban melaporkan LHKPN.
Sementara Firli, saat menjabat sebagai Wakil Kepala Kepolisian Resor Lampung Tengah pada 2002, harta kekayaannya Rp 162,9 juta. Kemudian, pada 3 November 2017, saat awal menjabat sebagai Kapolda Nusa Tenggara Barat, kekayaannya mencapai Rp 18,38 miliar. Ia kembali melapor pada 29 Maret 2019 dengan harta mencapai Rp 18,23 miliar.
Terkait dengan 15 tahun Firli tidak melaporkan LHKPN, dirinya mengatakan bukan tidak melaporkan, tetapi sudah sesuai dengan peraturan Kepala Polri. ”Saya punya hak untuk menjelaskan kepada pansel,” katanya.
Komitmen
Antam menegaskan bahwa pendaftaran dirinya untuk menjadi unsur pimpinan KPK bukan untuk melemahkan kewenangan KPK yang sudah ada. Dia pun menyatakan siap untuk bersikap independen dalam menangani setiap kasus korupsi sekalipun menyeret anggota Polri.
”Itu harus (melepaskan semua hubungan dengan berbagai kalangan), saya akan taat terhadap semua peraturan yang ada di KPK. Istilahnya, laukna meunang, caina herang (ikannya dapat, airnya tenang). Kita tegakkan hukum, tetapi jangan membuat kegaduhan,” ujar Antam.
Sementara itu, Bambang menuturkan bahwa anggota Polri juga berhak mendaftarkan diri dan menjadi pimpinan KPK seperti calon-calon dari lembaga lain. ”Undang-undangnya memang membolehkan. Jadi, Polri punya hak untuk menjadi pimpinan KPK,” katanya.
Firli pun menyatakan demikian, bahwa apabila ada anggota Polri atau pimpinannya yang terlibat dalam kasus dugaan korupsi, dia siap untuk melakukan penegakan hukum. Tidak ada yang disebut pidana kecuali ada aturan mengaturnya.
”Kalau terjadi (tindak pidana), kita lakukan pendekatan hukum. Tetapi ada Pasal 9 tentang pengambilalihan berkas perkara ditangani. Kalau yakin aparat tidak bisa, kita ambil, atau kalau ada yang ditutupi, kita ambil,” ujarnya.