Revitalisasi Kayutangan Malang Dimulai Akhir Tahun Ini
›
Revitalisasi Kayutangan Malang...
Iklan
Revitalisasi Kayutangan Malang Dimulai Akhir Tahun Ini
Pemerintah Kota Malang, Jawa Timur, akan merevitalisasi kawasan Kayutangan, khususnya di koridor Jalan Basuki Rahmat, mulai tahun ini. Selain menganggarkan dana, pemerintah juga akan melakukan rekayasa lalu lintas di kawasan tersebut.
Oleh
DAHLIA IRAWATI
·3 menit baca
MALANG, KOMPAS — Pemerintah Kota Malang, Jawa Timur, akan merevitalisasi kawasan Kayutangan, khususnya di koridor Jalan Basuki Rahmat, mulai tahun ini. Selain menganggarkan dana, pemerintah juga akan melakukan rekayasa lalu lintas di kawasan tersebut.
Hal itu disampaikan Wali Kota Malang Sutiaji, Jumat (30/08/2019), saat membuka Festival Uklam-Uklam Kajoetangan. Festival Kajoetangan diselenggarakan bekerja sama dengan Komunitas Malang Heritage. Acara digelar 30-31 Agustus 2019 di sepanjang Jalan Basuki Rahmat mulai dari Alun-alun Merdeka hingga perempatan Jalan Kahuripan-Semeru.
”Tahun 2019 ini akan segera dibangun koridor Kayutangan. Kami sudah anggarkan Rp 18 miliar untuk memindahkan median jalan dan memperluas jalur pedestrian. Tahun 2020, Kayutangan diharapkan sudah bisa dijadikan satu arah. Pemkot Malang serius menggarap Kayutangan,” kata Sutiaji.
Selain anggaran dari Pemkot Malang, revitalisasi Kayutangan, menurut Sutiaji, akan mendapat suntikan dana dari dana alokasi khusus sebesar Rp 16 miliar, program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) Rp 10 miliar, dan dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Sutiaji mengatakan, selama ini, wisatawan yang datang ke Malang Raya lebih banyak menikmati pesona alam dan wahana wisata buatan di Kota Batu. ”Adapun di Kota Malang, dengan membangun kawasan heritage Kayutangan, diharapkan wisatawan bisa bertahan lebih lama di Malang Raya,” katanya.
Revitalisasi Kayutangan tersebut, menurut Sutiaji, sangat tepat. Mengingat, pada tahun 2020, status Bandara Abdulrachman Saleh Malang akan ditingkatkan menjadi bandara internasional. ”Peningkatan status bandara tersebut harapannya bisa mendorong pengembangan kawasan wisata Kayutangan,” katanya.
Dalam kegiatan Festival Uklam-Uklam Kayutangan tersebut terdapat beberapa stan tradisional mulai dari jajanan kuno seperti gulali, arbanat (semacam gula kapas), ketan dan tape, serta aneka gorengan. Selain itu juga terdapat stan permainan tradisional dan beberapa spot foto.
Pada awal acara, wali Kota Malang, Wakil Wali Kota Malang, Ketua DPRD Kota Malang diajak menanam secara simbolis tanaman kayutangan. Dalam kesempatan itu, dijelaskan bahwa toponimi wilayah Kayutangan salah satunya berasal dari tanaman kayutangan.
Devan Firmansyah dari Komunitas Jelajah Jejak Malang menjelaskan, semula ada empat teori toponimi terkait kayutangan. Pertama, tahun 1914, ada papan penunjuk lalu lintas berbentuk telapak tangan terbuat dari kayu. Papan petunjuk itu menunjuk ke barat ke arah Batu, utara ke Surabaya, dan selatan ke Blitar.
Berikutnya, yang kedua, ada perumpamaan deretan pepohonan yang berjajar di sepanjang jalan dengan tangkai pepohonan yang menjorok ke jalan seperti tangan. Teori ketiga, terdapat pohon menyerupai tangan di jalan arah ke Alun-Alun Merdeka. Sementara teori keempat, menurut pengakuan Oei Hiem Hwie, dan diperkuat pernyataan A.V.B. Irawan dari PT Bentoel, di sepanjang koridor Kayutangan terdapat pohon dengan daun mengembang menyerupai bentuk tangan.
”Semua spekulasi di atas berakhir berkat catatan ilmiah tertulis bahwa kayutangan adalah nama tanaman. Tanaman kayutangan, yang memiliki nama ilmiah atau latin Euphorbia Tirucalli L, disebutkan di dalam buku botani ilmiah berbahasa Belanda yang berjudul Nieuw Plantkundig Woordenboek voor Nederlandsch Indië,” kata Devan.
Semua spekulasi berakhir berkat catatan ilmiah tertulis bahwa kayutangan adalah nama tanaman.
Devan mengatakan, dalam bahasa Indonesia, buku tersebut artinya Kamus Botani Baru untuk Hindia-Belanda. Buku tersebut ditulis F.S.A. de Clercq (1842-1906), mantan Residen Ternate dan Riau. Tanaman kayutangan disebut pada halaman 262 dengan No. Register 1389. De Clercq menjelaskan, masyarakat Jawa menamakan tanaman itu dengan sebutan kayutangan karena ketika tumbuh, bentuknya mirip dengan tangan.