Pemerintah, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan menghadirkan enam strategi mengakselerasi pertumbuhan industri manufaktur. Selanjutnya, pemerintah perlu memastikan strategi bauran kebijakan berjalan baik.
Oleh
hendriyo widi
·5 menit baca
Industri manufaktur Indonesia jalan di tempat sejak booming komoditas. Perang dagang Amerika Serikat dan China membuat tantangan industri manufaktur nasional semakin berat. Di tengah keinginan bangkit menumbuhkan diri dengan sejumlah upaya hilirisasi dan teknologi, pasar industri manufaktur justru terhambat.
Pada triwulan II-2019, industri manufaktur nasional hanya tumbuh 3,62 persen. Pertumbuhan itu lebih rendah ketimbang periode sama 2018 yang sebesar 4,36 persen. Angka pertumbuhan itu terlalu kecil. Persentase pertumbuhan hanya separuh dari pertumbuhan sektor manufaktur yang seharusnya 6-7 persen.
Bahkan, Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2019 ini anjlok di bawah batas ideal atau merupakan level terendah sejak 2017. PMI manufaktur Indonesia pada Agustus 2019 berada pada level 49. Turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 49,6. Secara tahunan, PMI manufaktur itu sudah turun 290 basis poin (bps).
PMI manufaktur merupakan indeks yang menunjukkan optimisme pelaku sektor bisnis manufaktur terhadap prospek perekonomian ke depan. Apabila angka PMI manufaktur di atas 50, berarti manufaktur tengah mengalami ekspansi atau tumbuh, sedangkan di bawah 50 berarti sektor tersebut sedang mengalami kontraksi atau melambat.
Pemerintah dan para pemangku kepentingan terkait tidak tinggal diam. Ada sepercik titik terang untuk mengembalikan geliat industri manufaktur nasional. Pemerintah pusat dan daerah bersama Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menelurkan bauran kebijakan dalam Rapat Koordinasi Pemerintah Daerah dan Pusat di Jakarta, Kamis (4/9/2019).
Sinergi kebijakan itu mengintegrasikan kebijakan moneter, fiskal, makroprudensial, dan perluasan akses pasar. Sinergi kebijakan itu akan berfokus pada pengembangan produk industri otomotif, tekstil dan produk tekstil (TPT), dan alas kaki.
Sinergi kebijakan itu akan berfokus pada pengembangan produk industri otomotif, tekstil dan produk tekstil (TPT), dan alas kaki.
Berikut enam langkah strategis dari bauran kebijakan untuk mengakselerasi pertumbuhan industri manufaktur:
1. Meningkatkan efisiensi logistik melalui pembangunan infrastruktur, seperti Pelabuhan Patimban dan pendukungnya.
2. Mendukung peningkatan iklim investasi melalui sistem perizinan dengan mengimplementasikan Online Single Submission (OSS) versi 1.1.
3. Mendukung harmonisasi regulasi dan program kebijakan untuk meningkatkan produktivitas industri, antara lain melalui penerbitan ketentuan pelaksanaan super deductible tax dan penerbitan penyempurnaan ketentuan pendukung kendaraan ramah lingkungan.
4. Mendukung kelancaran sistem pembayaran melalui: (i) perluasan kerja sama penggunaan mata uang lokal (local currency settlement) untuk perdagangan internasional dengan dua negara mitra; (ii) perluasan kerja sama penggunaan mata uang lokal untuk investasi (Malaysia, Thailand); serta (iii) pengembangan sistem pembayaraan melalui perluasan Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) dan peluncuran Standar Kode Baca Cepat Indonesia (QRIS).
5. Mendorong pembiayaan melalui pembiayaan yang berwawasan lingkungan (green financing) melalui pelonggaran rasio pinjaman terhadap aset (LTV) dan uang muka, serta pelebaran Rasio Intermediasi Makroprudensial (RIM) dan perluasan cakupan komponen sumber pendanaan.
6. Mendukung promosi perdagangan dan investasi industri manufaktur melalui (i) memfasilitasi negosiasi untuk menjadi pemasok brand global; (ii) percepatan ratifikasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Australia (IA-CEPA) dan negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Uni Eropa (IEU-CEPA); (iii) pemanfaatan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Chile (IC-CEPA); (iv) penyelenggaraan West Java Investment Summit (IRU-RIRU-GIRU); dan (v) pameran, misi dagang, serta penjajakan bisnis, antara lain Trade Expo Indonesia di Jakarta.
Di sisi moneter, BI juga telah dua kali menurunkan suku bunga acuan, BI 7-day reverse repo rate, sebesar 50 bps menjadi 5,5 persen. BI juga telah menambah likuiditas perbankan dengan melonggarkan rasio giro wajib minimum (GWM) atau rasio cadangan wajib perbankan di BI sebesar 50 bps.
Pelonggaran suku bunga acuan itu akan semakin melonggarkan ruang pembiayaan karena akan diikuti dengan penurunan suku bunga kredit bank. Dengan begitu, para pelaku industri dapat memperoleh pinjaman bank dengan bunga yang lebih rendah.
Adapun melalui pelonggaran rasio GWM, likuiditas perbankan dapat bertambah hingga Rp 25 triliun dalam setahun ini. Kebijakan itu juga dalam rangka mengatasi likuiditas perbankan yang tengah mengetat.
Di sektor perpajakan, pemerintah akan menurunkan tarif pajak penghasilan badan dari 25 persen menjadi 20 persen dilakukan secara bertahap sampai 2023. Tujuannya untuk menarik investasi guna mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
Kebijakan ini akan diatur khusus dalam Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian. Ketentuan dan fasilitas perpajakan untuk penguatan perekonomian itu akan diatur dalam satu perangkat UU tersendiri (omnibus law). RUU ini mengakomodasi masukan berbagai sekaligus mengantisipasi dinamika perekonomian global.
Pemerintah juga memaksimalkan penggunaan produk-produk dalam negeri untuk memacu dan meningkatkan pasar industri dalam negeri. Upaya itu juga untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap impor.
Langkah itu ditempuh melalui kewajiban kementerian/lembaga, pemerintah daerah, dan badan usaha menggunakan produksi dalam negeri terkait pengadaan barang dan jasa pemerintah.
Untuk mengoptimalisasi kewajiban itu, pemerintah telah membentuk Tim Nasional Peningkatan Penggunaan Produk Dalam Negeri (P3DN). Hal itu diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2018 tentang P3DN.
Beberapa sektor yang diprioritaskan untuk P3DN, di antaranya sektor penunjang migas yang saat ini memiliki tingkat komponen dalam negeri (TKDN) 25,25-75 persen, industri ketenagalistrikan dengan TKDN 7-80 persen, industri alat mesin pertanian 25-62 persen, serta alat kesehatan yang mencapai TKDN 6,26-98,52 persen.
Pastikan berjalan
Strategi-strategi itu diharapkan dapat menekan defisit transaksi berjalan agar tidak anjlok semakin dalam. BI mencatat, defisit transaksi berjalan Indonesia melebar dari 6,966 miliar dollar AS atau 2,6 persen PDB pada triwulan I-2019 menjadi 8,443 miliar dollar AS (3,04 persen PDB) pada triwulan II-2019.
Untuk selanjutnya, pemerintah diharapkan memastikan strategi-strategi itu berjalan secara berkelanjutan. Hal itu penting karena strategi-strategi sifatnya jangka menengah-panjang. Penurunan suku bunga acuan BI tidak akan serta-merta akan diikuti penurunan suku bunga bank dalam waktu dekat.
Pemerintah diharapkan memastikan strategi-strategi itu berjalan secara berkelanjutan.
Perjanjian-perjanjian perdagangan dengan sejumlah negara juga tidak bisa segera diterapkan. Sebab, perjanjian-perjanjian itu masih harus diratifikasi terlebih dahulu, baik oleh Indonesia maupun negara yang membuat perjanjian itu dengan Indonesia.
Sama seperti langkah pewajiban penggunaan produk dalam negeri, penerapan strategi mengakselerasi pertumbuhan industri manufaktur itu juga memerlukan tim. Sebenarnya strategi-strategi itu sudah dilakukan dan tengah berjalan. Indonesia tinggal memetik buahnya ke depan.
Melalui strategi yang tengah berjalan itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia setidaknya bisa lebih berdaya tahan di tengah ketidakpastian ekonomi global. Jika pemerintah benar-benar mengawal dan memastikan strategi-strategi berjalan, sektor manufaktur bisa tumbuh sesuai target, yaitu 4,8 persen-7 persen pada 2020-2024.