Beroperasi sejak Januari 2016, Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) telah mengucurkan dana 939,9 juta dollar AS untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur di Indonesia.
Oleh
DIMAS WARADITYA NUGRAHA
·5 menit baca
Beroperasi sejak Januari 2016, Bank Investasi Infrastruktur Asia atau Asian Infrastructure Investment Bank telah mengucurkan dana 939,9 juta dollar AS untuk membiayai sejumlah proyek infrastruktur di Indonesia. Jumlah ini masih akan bertambah seiring dengan ambisi pemerintah dalam membangun infrastruktur.
Wakil Presiden Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) Luky Eko Wuryanto mengatakan, program pembangunan Pemerintah Indonesia sejalan dengan misi AIIB dalam mendanai proyek infrastruktur. Dampak dan manfaat proyek tersebut dapat dirasakan secara berkelanjutan.
Berikut perbincangan Kompas dengan Luky yang didampingi Communication Director General AIIB Laurel Ostfield, di Jakarta, pekan lalu.
Apa hal utama yang membedakan AIIB dengan institusi pembiayaan multilateral lain seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Asia (ADB)?
Prinsip kami dengan Bank Dunia dan ADB sama. Mungkin, bedanya, pemanfaatan pendanaan mereka lebih luas, tidak terpatok pada infrastruktur saja, sedangkan kami fokus pada infrastruktur. Kami meyakini infrastruktur sangat esensial untuk memenuhi kesejahteraan masyarakat, dengan catatan, infrastruktur itu dibangun sesuai tinjauan yang tepat sehingga pemanfaatannya tepat.
Kami banyak belajar dari Bank Dunia dan ADB terkait operasional. Kedua institusi ini memberikan masukan agar AIIB menghindari sejumlah risiko dan menggarap sejumlah potensi agar kinerja AIIB secara global bisa lebih efektif dan efisien dalam menyalurkan pembiayaan.
Berapa jumlah anggota AIIB saat ini?
Saat ini ada 100 negara yang keanggotaannya telah disetujui Dewan Gubernur AIIB. Dewan gubernur adalah menteri keuangan dari 74 negara anggota, termasuk Indonesia. Dari 100 negara yang sudah disetujui, baru 72 negara yang telah diratifikasi, artinya baru 72 negara yang bisa mengajukan pinjaman.
Sisanya, sebanyak 28 negara, belum meratifikasi, tapi intinya mereka sudah berkomitmen untuk menjadi anggota dalam waktu 1-2 tahun.
Dari mana sumber modal AIIB untuk pembiayaan dan berapa yang sudah disalurkan?
Kami berinvestasi dalam bentuk obligasi global dan sejumlah instrumen tresuri di pasar global. Di samping itu, anggota AIIB juga membayar iuran yang totalnya 20 miliar dollar AS. Begitu menjadi anggota AIIB secara penuh, negara tersebut wajib membayar iuran yang jumlahnya disesuaikan dengan ukuran ekonomi setiap negara. Contohnya, China punya kewajiban iuran 28 persen, India 8 persen, dan Indonesia 3 persen.
Likuiditas kami cukup besar. Secara total, AIIB memiliki modal ditempatkan mencapai 100 miliar dollar AS. Dari modal yang dimiliki AIIB, sejauh ini kami baru mengalokasikan sekitar 8,53 miliar dollar AS untuk membiayai pembangunan proyek-proyek infrastruktur di sejumlah negara. Dengan likuiditas yang cukup besar dan kapasitas yang meningkat, kami targetkan penyaluran pembiayaan dalam beberapa tahun mendatang bisa mencapai 6 miliar dollar AS hingga 8 miliar dollar AS per tahun.
Investasi AIIB di Indonesia 939,9 juta dollar AS yang tertanam di lima proyek infrastruktur. Apa pertimbangan AIIB dalam menyalurkan pembiayaan di Indonesia?
Proyek yang telah didanai AIIB di Indonesia adalah proyek infrastruktur pariwisata Mandalika senilai 248,4 juta dollar AS, proyek modernisasi irigasi strategis (250 juta dollar AS), proyek perbaikan operasional dan keselamatan bendungan (125 juta dollar AS), proyek dana pengembangan infrastruktur regional (100 juta dollar AS), dan proyek nasional perbaikan wilayah kumuh (216,5 juta dollar AS).
Selain untuk membangun infrastruktur pariwisata, Mandalika juga memerlukan dana untuk pembangunan infrastruktur dasar dan penunjang. Kajian kami juga memastikan proyek Mandalika di Nusa Tenggara Barat telah memenuhi mandat kami terkait aspek sosial serta kegiatan ekonomi ramah lingkungan.
Kami juga menyalurkan dana untuk merevitalisasi sejumlah proyek irigasi yang pemanfaatannya belum maksimal. Dana untuk proyek pengembangan infrastruktur regional kami salurkan ke PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) untuk diteruskan kepada pemerintah daerah yang membutuhkan infrastruktur seperti pasar dan rumah sakit lokal. Adapun untuk revitalisasi wilayah kumuh, pendanaan kami salurkan langsung kepada wilayah-wilayah yang menjadi target revitalisasi.
Apa rencana AIIB terkait proyek di Indonesia?
Rencana terdekat pada September 2019 kami dijadwalkan menerima pengajuan proyek penguatan dan distribusi tenaga listrik PLN di wilayah Jawa Timur dan Bali. Investasi yang akan kami salurkan untuk proyek ini 500 juta dollar AS.
Saya tidak tahu detail proyek ini, tetapi ini upaya PLN untuk mengintegrasikan sistem kelistrikan di Pulau Jawa, Bali, dan Sumatera sebagai pusat penduduk terbesar di Indonesia. Harus diakui, hingga kini interkonektivitas antarsumber listrik belum terpenuhi.
Di luar proyek PLN ini, masih ada 60-80 daftar proyek yang masuk dalam rencana proyek kami di Indonesia, tetapi belum bisa kami sampaikan secara detail. Yang jelas, negara ini memiliki potensi energi terbarukan yang sangat besar sehingga secara perlahan bisa menghentikan penggunaan energi fosil.
Di mata investor, apa kelebihan dan kekurangan Indonesia? Hal apa yang menurut Anda dapat dibenahi pemerintah untuk meminimalisasi risiko investasi di Indonesia?
Kalau dari infrastruktur, harus diakui, Indonesia masih relatif tertinggal dari sisi kapasitas infrastruktur yang dapat mendukung daya saing. Berdasarkan aturan main, kalau dampak infrastruktur negara berkembang 6-8 persen terhadap pertumbuhan produk domestik bruto (PDB), sudah baik sekali. Berdasarkan catatan yang kami punya, dampak ketersediaan infrastruktur Indonesia terhadap pertumbuhan PDB baru 4-4,5 persen.
Harus diakui, Indonesia masih relatif tertinggal dari sisi kapasitas infrastruktur yang dapat mendukung daya saing.
Untuk mendorong kapasitas pembangunan infrastruktur, tidak bisa bergantung pada dana yang dimiliki pemerintah saja, tetapi sebaiknya swasta dilibatkan. Agar keterlibatan swasta semakin masif, iklim investasi atau kemudahan investasi di Indonesia perlu diperbaiki atau ditingkatkan.
Untungnya, Indonesia memiliki stabilitas ekonomi yang cukup kuat, yang menjadi daya tarik investasi. Ditambah komitmen pemerintah untuk meningkatkan kapasitas pembangunan telah membuka ruang investasi besar di Indonesia.