Pasar Baru Sepi, Pemkot Manado Berikan Kelonggaran
›
Pasar Baru Sepi, Pemkot Manado...
Iklan
Pasar Baru Sepi, Pemkot Manado Berikan Kelonggaran
Dua pekan setelah diresmikan, ratusan lapak pedagang di Pasar Restorasi Malalayang di Manado, Sulawesi Utara, masih kosong. Pemerintah kota pun memberikan bermacam kelonggaran untuk merayu pedagang agar pindah.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS — Dua pekan setelah diresmikan, ratusan lapak pedagang di Pasar Restorasi Malalayang di Manado, Sulawesi Utara, masih kosong. Pemerintah kota pun memberikan bermacam kelonggaran untuk merayu pedagang yang enggan pindah dari Pasar Bahu.
Hingga Sabtu (7/9/2019), dari total 124 pedagang yang terdaftar untuk relokasi gratis dari Pasar Bahu ke Pasar Restorasi Malalayang, baru 38 pedagang yang bersedia pindah. Akibatnya, sekitar 190 meja dagang dan ruang kios dengan pintu gulung (rolling door) masih kosong.
Kedua pasar hanya terpaut 3 kilometer di Kecamatan Malalayang. ”Pasar Restorasi masih sepi sekali karena lokasinya di atas bukit, jauh dari pusat keramaian. Beda dengan Pasar Bahu yang dekat jalan raya (Jalan Wolter Mongisidi),” kata Martin Karwur, petugas penertib Pasar Restorasi Malalayang.
Pedagang sayur biasa jual kepada pemilik warung, tapi nantinya mereka juga yang beli makanan itu.
Pasar Restorasi selesai dibangun pada 2018 dengan dana APBD Rp 14 miliar. Pasar tersebut diproyeksikan sebagai pasar induk di ibu kota Sulut tersebut. Namun, pasar itu berada di wilayah Kelurahan Malalayang I yang relatif jarang penduduk. Daerah sekelilingnya berupa lahan-lahan kosong.
Menurut Martin, pembeli yang tinggal di lokasi baru jauh lebih sedikit, sementara pelanggan di Pasar Bahu enggan menempuh jarak ke atas bukit.
”Transaksi di sini (Pasar Restorasi) bahkan lebih banyak antarpedagang. Pedagang sayur biasa jual kepada pemilik warung, tapi nantinya mereka juga yang beli makanan itu,” kata Martin sambil tertawa.
Adapun Pasar Bahu yang terletak di area permukiman warga di Kelurahan Bahu dinilai sudah padat. Pedagang sampai berjualan di tepi jalan sehingga menimbulkan kemacetan lalu lintas setiap pagi. Namun, justru keramaian itu yang membuat pedagang enggan pindah.
Yanti (40), pedagang sayuran dan makanan ringan yang bersedia pindah, mengatakan, omzet masih sangat rendah di lapak barunya, sekitar Rp 50.000 per hari. Di Pasar Bahu, pendapatannya bisa sampai Rp 250.000 per hari. Ia berusaha memberi tahu pelanggannya untuk datang ke Pasar Restorasi.
Tapi, kan, masih berproses. Kalau sudah lebih banyak orang tahu Pasar Restorasi, pasti ramai.
Dorci (57), pedagang pindahan lainnya, juga merasa jauh panggang dari api. ”Di Pasar Bahu, omzet bisa sampai Rp 350.000 per hari. Tapi, kan, masih berproses. Kalau sudah lebih banyak orang tahu Pasar Restorasi, pasti ramai,” ujarnya.
Geliat malah lebih tampak di luar bangunan utama pasar. Sekitar 300 petak tanah yang telah dijadikan lantai cor digunakan para pedagang baru untuk membangun kios semipermanen dari kayu dan tripleks. Mereka adalah pedagang baru yang bukan berasal dari Pasar Bahu.
Pasangan Lexie (56) dan Lidya (54) mengisi salah satu petak tanah berukuran 3 meter x 1 meter itu untuk berjualan bahan masak seperti bumbu siap saji, tepung, dan gula. Lexie mengatakan, hampir tidak ada pemasukan pada pekan pertama dirinya membuka lapak pada 24 Agustus lalu. Pada pekan kedua ini, pembeli mulai berdatangan sehingga membawa pendapatan baginya sekitar Rp 100.000 per hari.
”Perubahan, kan, suatu proses yang tidak instan. Saya yakin, Pasar Restorasi ini tidak buka untuk saat ini saja, tapi selamanya. Apalagi, pasar ini sudah ditetapkan sebagai pasar sentral oleh pemerintah Manado. Jadi, saya berani berinvestasi di sini,” tuturnya.
Martin Karwur menambahkan, banyak pedagang baru yang mau mengisi meja dagang di bangunan utama, tetapi tidak diizinkan karena meja-meja itu sudah dijanjikan untuk 124 pedagang yang direlokasi dari Pasar Bahu. Karena itu, mereka diberi kios di luar bangunan utama.
Kemudahan
Direktur Utama Perusahaan Daerah (PD) Pasar Manado Stenly Suwuh mengakui, Pasar Restorasi masih sangat sepi. Karena itu, pihaknya bersama pemerintah kota menyediakan tiga kemudahan untuk membujuk pedagang agar mau pindah.
Pertama, pedagang dibebaskan dari pungutan retribusi sampai pasar dianggap dapat beroperasi penuh. Biaya sewa, air, dan listrik masih disubsidi oleh PD Pasar. ”Di sini susah air, tapi PD Pasar menyediakan dana Rp 600.000 per hari untuk menyediakan tiga tangki air, setara 12 kubik,” kata Stenly.
Kedua, Wali Kota Manado Vicky Lumentut menjanjikan subsidi bagi pedagang untuk menutup kerugian mereka selama pasar masih sepi. Meski begitu, belum ada skema realisasi yang jelas.
”Dalam kunjungannya beberapa hari lalu, Pak Wali Kota menanyakan berapa pendapatan pedagang dalam sehari. Mereka bilang Rp 100.000. Kalau pedagang dapat kurang dari Rp 100.000, sisanya akan ditalangi pemkot,” ucap Stenly.
Ketiga, pemkot telah menyediakan 40 mikrolet jurusan Malalayang-Pusat Kota yang akan mampir ke Pasar Restorasi. Setiap mikrolet disubsidi Rp 80.000 per hari untuk 10 liter bensin.
Stenly mengakui, operasionalisasi Pasar Restorasi dalam dua minggu sudah memakan ratusan juta rupiah dari kas PD Pasar Manado. Karena itu, surat peringatan telah dibagikan kepada 86 pedagang yang belum pindah.
”Kalau sampai Senin (9/9/2019) mereka belum mau pindah, terpaksa lapak-lapak yang sudah diundi untuk mereka akan kami berikan kepada pedagang lain,” ucapnya.
Di Pasar Bahu, beberapa pedagang menyatakan enggan pindah. Exel (18), pedagang sayur, mengatakan tidak mau pindah karena pasar masih sepi, jauh, dan susah air. Sementara Ning (50) juga tidak mau pindah karena kios hanya disewakan, tidak bisa dibeli pedagang.
Sebelumnya, Vicky Lumentut mengatakan, Pasar Restorasi Malalayang direncanakan menjadi pasar induk. Semua bahan makanan yang masuk ke Manado akan melalui pasar ini sebelum disebarkan ke pasar-pasar lain. Pasar Restorasi juga dilengkapi alat pengolahan limbah menjadi air serta alat pembakar sampah organik untuk mengubahnya menjadi pupuk.