Terparah dalam 27 Tahun, Debit Air Jayapura Anjlok
›
Terparah dalam 27 Tahun, Debit...
Iklan
Terparah dalam 27 Tahun, Debit Air Jayapura Anjlok
Debit air di sejumlah sumber mata air milik Perusahaan Daerah Air Minum Jayapura menurun drastis hingga lebih dari separuh total pasokan normal 895 liter per detik.
Oleh
Fabio Costa
·3 menit baca
JAYAPURA, KOMPAS — Debit air di sejumlah sumber mata air milik Perusahaan Daerah Air Minum Jayapura menurun drastis hingga separuh dari pasokan normal 895 liter per detik. Penurunan debit ini merupakan yang terparah dalam 27 tahun terakhir.
Hal itu disampaikan Direktur Utama Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Jayapura Entis Sutisna, Selasa (10/9/2019), di Jayapura, Papua. Entis mengatakan, penurunan drastis di antaranya terjadi di empat fasilitas intake (sumber air), yakni di Bhayangkara, Ajen, Entrop, dan Borgonji.
Pada tahun ini, penurunan debit air paling parah, yakni hingga 50 persen.
Debit air dari intake Ajen turun dari 50 liter per detik menjadi 25 liter per detik, sementara debit air intake Entrop dari 75 liter per detik menjadi 35 liter per detik dan debit air intake Borgonji turun dari 50 liter per detik menjadi 10 liter per detik. Penurunan paling parah dialami intake Bhayangkara yang debitnya anjlok dari 25 liter per detik menjadi hanya 1 liter per detik.
”Biasanya, penurunan debit air pada Agustus hingga Oktober maksimal hanya 30 persen. Pada tahun ini, penurunan debit air paling parah, yakni hingga 50 persen,” kata Entis. Hal ini juga tercatat paling parah dalam 27 tahun terakhir.
Ia menuturkan, penurunan debit air tak hanya karena faktor kemarau yang berkepanjangan. Ada pula faktor perambahan hutan di sekitar mata air sehingga memengaruhi berkurangnya debit.
Dari hasil temuan PDAM Jayapura, hingga tahun ini, lanjut Entis, terdapat pembukaan ladang di sekitar mata air dengan cara menebang dan membakar hutan. ”Peranan akar pada pohon sangat penting sebagai cadangan air permukaan. Selama ini PDAM Jayapura sangat mengandalkan air permukaan,” katanya.
Ia berharap masyarakat bersama tokoh adat membantu pemerintah daerah untuk menjaga kelestarian hutan. Hal ini demi menjaga agar krisis air di Jayapura tidak semakin parah.
Gamel Nasser (37), warga Kelurahan Entrop, Kota Jayapura, mengaku, saat ini pasokan air dari PDAM menurun drastis. Karena kondisi itu, dia terpaksa menghemat pemakaian air. ”Dalam seminggu biasanya warga bisa mendapatkan air selama tiga kali dengan durasi 8 jam. Saat ini, durasinya hanya dua hingga lima jam,” ujarnya.
Saya harus mengeluarkan biaya hingga Rp 160.000 untuk keperluan itu.
Kondisi berbeda dialami Dian Tjauw (32), warga Kelurahan Imbi. Akibat kekeringan, dia harus membeli 2.000 liter air untuk memenuhi kebutuhan selama seminggu. ”Saya harus mengeluarkan biaya hingga Rp 160.000 untuk keperluan itu,” ucapnya.
Kepala Balai Besar Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BBMKG) Wilayah V Jayapura Petrus Demon Sili mengimbau masyarakat agar lebih hemat menggunakan air saat musim kemarau yang diperkirakan masih berlangsung hingga Oktober.
Masyarakat juga diminta tidak membuka ladang dengan cara membakar lahan. BBMKG Wilayah V Jayapura mendata hotspot atau titik panas di Papua terus bertambah selama dua hari terakhir. Sebanyak 38 titik panas terpantau hingga Selasa ini yang tersebar di tiga kabupaten, yakni Merauke (32 titik), Mappi (5 titik), dan Tolikara (1 titik).
Titik panas di Merauke tersebar di 11 distrik (setingkat kecamatan). Sementara lima titik panas di Mappi di tiga distrik dan titik panas di Tolikara di satu distrik, yakni Distrik Umagi.