Jakarta perlu menciptakan kawasan-kawasan yang lebih berskala manusia sehingga kawasan-kawasan itu bisa hidup secara mandiri.
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·3 menit baca
Perencanaan metropolitan Jakarta harus dimulai dari menata ulang rasio daya tampung Jakarta dan kawasan-kawasan sekitarnya. Penataan ulang rasio daya tampung ini kemudian perlu diterjemahkan dalam penataan mikro desain Jakarta yang lebih kompak atau padat dan terpadu.
Perencanaan metropolitan Jakarta harus dimulai dari menata ulang rasio daya tampung Jakarta dan kawasan-kawasan sekitarnya. Penataan ulang rasio daya tampung ini kemudian perlu diterjemahkan dalam penataan mikro desain Jakarta yang lebih kompak atau padat dan terpadu.
Ketua Umum Ikatan Ahli Perencanaan Indonesia (IAP) Bernadus Djonoputro mengatakan, rasio daya tampung berkaitan dengan ketersediaan sumber daya, kegiatan kota, dan jumlah penduduknya. Rasio daya tampung ini harus menjadi acuan dalam perencanaan tata kota selanjutnya. Langkah kedua adalah melihat tata ruangnya untuk merencanakan mobilitas penduduk yang lebih efisien dan efektif.
”Mobilitas dalam perkotaan sangat penting. Komuter Jakarta sekarang sudah lebih dari 3 juta perjalanan per hari. Dengan perencanaan yang baik, kota akan menjadi semakin berbasis transportasi publik,” katanya di sela-sela penyelenggaraan Kongres Perencanaan Dunia (World Planning Conggress) ISOCARP ke-55 di Jakarta, Senin (10/9/2019).
Menurut Bernardus, desain ruang Jakarta harus kompak berskala manusia. Sebab, konsep perencanaan kota-kota sekarang dengan konsep place making. Konsep ini artinya menciptakan ruang hidup yang memberi sinergi maksimal antara kualitas ruang dan kualitas manusia secara berimbang.
Artinya, desain ruang harus membuat ruang-ruang hidup yang terjangkau dalam skala manusia, seperti transportasi publik yang terjangkau dengan jalan kaki dan ramah terhadap kaum difabel. Dengan demikian, penggunaan energi lebih efisien, udara lebih bersih, dan perjalanan penduduk menjadi lebih pendek.
Saat ini, Jabodetabek mengalami urban sprawl, yaitu pemekaran kota ke daerah-daerah di sekitarnya secara tidak terstruktur, acak, tanpa adanya rencana. Bernardus mengatakan, secara alamiah, sprawl Jakarta sudah diduga akan terjadi sebelumnya karena tidak selama ini tak disediakan koridor-koridor mass rapid transit yang selama ini membawa pola urbanisasi.
Secara makro, perencanaan skala metropolitan Jakarta harus melibatkan kawasan-kawasan di sekitar Jakarta, meliputi Jabodetabek dan Cianjur. Selanjutnya, di skala mikro, Jakarta perlu menciptakan kawasan-kawasan yang lebih berskala manusia sehingga kawasan-kawasan itu bisa hidup secara mandiri.
Ia mencontohkan pengembangan Kemang, Pluit, Blok A, Blok M dan Depok yang sesuai karakter masing-masing kawasan. Penataan ini juga perlu menyentuh kampung kota. Kampung kota tidak seharusnya ditiadakan sebab kampung kota merupakan ciri khas kota metropolitan Indonesia. ”Bagaimana kampung kota ini bisa hidup berdampingan di dalam struktur kota metropolitan dengan tingkat kehidupan masyarakat di sana meningkat,” katanya.
ISOCARP ke-55 dengan tema ”Beyond the Metropolis” di Jakarta diikuti 550 ahli perencanaan kota dari 44 negara. Ajang ini diharapkan menjadi ruang untuk saling berbagi keahlian dan menjalin kolaborasi untuk perencanaan perkotaan. Perencanaan perkotaan dinilai sangat penting untuk Indonesia karena pada 2050 diprediksi Jawa akan menjadi kawasan perkotaan (urban) terbesar di dunia dengan jumlah penduduk mencapai 190 juta orang.
Untuk itu, perencanaan kota di Indonesia harus sangat baik. Isu-isu perencanaan kota juga meliputi koordinasi antar-daerah, pengelolaan sumber daya, pemerintahan cerdas, dan penganggaran cerdas. Beragam topik berkaitan dengan perencanaan perkotaan disajikan di acara tersebut, seperti kota cerdas, mobilitas penduduk perkotaan, dan lingkungan perkotaan.
Dari sisi transportasi, peneliti ekonomi energi di Institut Penelitian Ekonomi untuk ASEAN dan Asia Timur (ERIA), Alloysius Joko Purwanto, mengatakan, kesiapan kota sangat penting dalam menyambut beragam teknologi transportasi. Untuk mobil listrik, perlu disiapkan stasiun pengisian daya agar tak mengganggu sistem kelistrikan.
Kesiapan kota sangat penting dalam menyambut beragam teknologi transportasi.
Stasiun pengisian daya ini sebaiknya disediakan di pusat-pusat kegiatan masyarakat di siang hari, seperti di perkantoran dan pusat-pusat perbelanjaan. ”Mobil listrik pasti akan datang. Sebelum penetrasi pasar mobil listrik itu, perlu dilakukan persiapan supaya kestabilan sistem kelistrikan tetap terjaga,” katanya.
Untuk itu, pemerintah daerah perlu mulai melakukan studi dan menggagas peraturan mengenai penyediaan stasiun pengisian daya.