Kebijakan pembangunan manusia unggul masih terpaku pada upaya mengatasi persoalan di hilir, seperti pencegahan tengkes atau ”stunting” dan perbaikan kualitas pendidikan.
Oleh
M Zaid Wahyudi
·3 menit baca
TANGERANG, KOMPAS — Kebijakan pembangunan manusia unggul masih terpaku pada upaya mengatasi persoalan di hilir, seperti pencegahan tengkes atau stunting dan perbaikan kualitas pendidikan. Seharusnya, usaha penciptaan manusia unggul itu sudah dilakukan jauh sebelum orangtua menginginkan anak.
Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Hasto Wardoyo dalam Musyawarah Nasional IV Koalisi Kependudukan Indonesia (KKI) di Tangerang, Kamis (12/9/2019), mengatakan, di era Industri 4.0, ilmu pengetahuan dan teknologi perlu lebih dimanfaatkan guna penciptaan manusia unggul.
”Suami-istri harus disiapkan, bukan hanya istri saja seperti yang selama ini terjadi,” katanya.
Profil sperma suami sangat menentukan kualitas anak. Sperma suami saat berhubungan badan dihasilkan dari 75 hari sebelumnya. Karena itu, suami yang ingin punya sperma berkualitas, sejak 75 hari sebelumnya sudah harus berhenti merokok dan mengonsumsi makanan yang banyak mengandung vitamin C, asam folat, dan zat besi.
Profil sperma suami sangat menentukan kualitas anak. Sperma suami saat berhubungan badan dihasilkan dari 75 hari sebelumnya.
”Sperma yang jelek akan menghasilkan janin yang jelek, meningkatkan risiko kelainan kongenital (cacat bawaan), kelainan saraf, hingga anak tumbuh pendek atau kerdil,” katanya. Jika kondisi itu terus dibiarkan, manusia Indonesia yang berkualitas di masa depan sulit terwujud.
Sementara bagi calon ibu, kondisi mereka harus disiapkan sejak dini, bahkan ketika masih remaja, guna mencegah anemia. Periode 16 minggu pertama kehamilan, saat plasenta terbentuk, juga harus dicermati karena ketika itu ibu sering muntah hingga enggan makan. Mutu plasenta menentukan kualitas janin.
Mengatur jarak kehamilan juga penting. Riset, lanjut Hasto, menunjukkan anak yang lahir dengan jarak lebih dari 33 bulan atau 2 tahun 9 bulan memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan yang lahir dengan jarak kehamilan kurang dari 33 bulan, termasuk dari risiko tengkes.
Dengan jarak itu, ibu memiliki waktu yang cukup untuk hamil dan menyusui hingga anak berumur 2 tahun. Selain itu, mengatur jarak kehamilan yang baik itu juga meminimalkan risiko kematian ibu saat hamil dan melahirkan akibat jarak antarkehamilan yang terlalu pendek.
Seminar Munas KKI itu juga dihadiri oleh Menteri Desa,Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Eko Putro Sandjojo; Ketua Program Magister dan Doktor Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan Universitas Gadjah Mada Muhadjir Darwin; serta Deputi Bidang Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Margo Yuwono.
Hadir juga sejumlah kepala daerah, seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo; Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy; Bupati Landak, Kalimantan Barat, Karolin Margret Natasa; Bupati Tangerang, Banten, Ahmed Zaki Iskandar; dan Bupati Gorontalo Nelson Pomalingo.
Pendidikan pranikah
Ketua Umum KKI Sonny HB Harmadi menambahkan, agar punya sperma dan sel telur baik, maka pasangan usia subur harus dijaga kesehatannya. ”Orangtua harus sadar bahwa perilaku hidup mereka akan berdampak panjang pada anak mereka,” katanya.
Karena itu, pendidikan pranikah penting bagi calon pengantin, demikian pula pendidikan kesehatan reproduksi bagi remaja. Pendidikan ini bertujuan untuk membangun kesadaran dan tanggung jawab bahwa perilaku dan keputusan mereka berdampak panjang bagi anak-anak mereka hingga saat mereka dewasa dan menua nantinya.
Pendidikan pranikah bertujuan untuk membangun kesadaran dan tanggung jawab bahwa perilaku dan keputusan mereka berdampak panjang bagi anak-anak mereka hingga saat mereka dewasa dan menua nantinya.
Karolin mengatakan, isu kependudukan belum jadi perhatian masyarakat daerah. Program Keluarga Berencana masih dipahami sebagai pembatasan anak saja. Padahal, KB penting untuk menjaga kesehatan ibu dan menciptakan manusia berkualitas.
Sonny mengakui, banyak pemerintah daerah yang belum terpapar dengan isu-isu kependudukan. Isu kependudukan adalah isu jangka panjang yang hasilnya sulit dilihat dalam lima tahun usia periode politik. Isu kependudukan juga sering kali dianggap tidak layak dijual dalam kampanye.
Hal itu bisa dipahami. Namun, KKI ingin berusaha memastikan bahwa kebijakan yang dibuat oleh pemerintah daerah dalam berbagai program pembangunan mereka mengakomodasi isu-isu kependudukan. Walau tidak mudah, dengan berbagai upaya advokasi yang dilakukan selama ini, hal itu bisa dilakukan.