Kabut Asap di Sumatera dan Kalimantan Tak Tertangani, Warga Terancam ISPA dan Kematian
›
Kabut Asap di Sumatera dan...
Iklan
Kabut Asap di Sumatera dan Kalimantan Tak Tertangani, Warga Terancam ISPA dan Kematian
Kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan belum tertangani. Paparan asap terus-menerus dapat menyebabkan berbagai penyakit, dari infeksi saluran pernapasan akut, hipoksia, hingga kematian.
Oleh
DEONISIA ARLINTA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kabut asap yang terjadi akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan tak kunjung tertangani. Akibatnya, kesehatan masyarakat pun semakin terancam. Paparan asap yang terus-menerus dihirup dapat menyebabkan berbagai penyakit, mulai dari infeksi saluran pernapasan akut, hipoksia, hingga kematian.
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia-Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (FKUI-RSCM) Ari Fahrial Syam, saat dihubungi di Jakarta, Senin (16/9/2019), menuturkan, semakin lama seseorang terpapar asap bisa menimbulkan berbagai macam gangguan kesehatan. Gangguan ini mulai dari gangguan ringan seperti iritasi mata, batuk, pilek, dan sakit tenggorokan sampai gangguan berat seperti kerusakan organ yang bisa menyebabkan kematian.
”Secara umum, jika kualitas udara tidak baik karena asap akan berpengaruh pada berkurangnya kadar oksigen. Kekurangan oksigen akan menyebabkan hipoksia atau keadaan kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan permasalahan kesehatan pada organ-organ tubuh,” katanya.
Menurut dia, hipoksia seharusnya dihindari terutama pada orang dengan permasalahan pada pembuluh darah otak ataupun pembuluh darah jantung. Suplai oksigen yang rendah ke jantung dapat menyebabkan infark atau kematian jaringan. Kekurangan oksigen pada pembuluh darah otak juga dapat memperburuk kondisi pasien hingga mengakibatkan tidak sadarkan diri. Selain itu, hipoksia sistematik kronik dapat menyebabkan kerusakan pada organ tubuh lain, yaitu hati, ginjal, jantung, dan lambung.
Asap dari kebakaran hutan dan lahan mengandung berbagai zat kimia, seperti partikel halus (particulate matter/PM) dan gas dalam jumlah besar yang berbahaya bagi kesehatan. Adapun kandung tersebut antara lain gas karbon monoksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan ozon (O3). Untuk partikel halus, asap ini mengandung campuran karbon organik, komponen karbon, serta sejumlah kecil zat anorganik. Partikel halus berbahaya adalah yang berukuran 10 mikrogram (PM 10) ke bawah (Kompas, 14/9/2015).
Selain hipoksia, gangguan kesehatan lain adalah infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Gangguan ini paling banyak dijumpai pada masyarakat yang terpapar asap kebakaran hutan dan lahan.
Data Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan mencatat, penderita ISPA di Riau pada 1-15 September 2019 mencapai 15.346 orang. Sementara penderita ISPA di Jambi selama Juli-Agustus mencapai 15.047 orang dan Palembang sebanyak 76.236 orang.
Adapun penderita ISPA yang tercatat di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, dari Mei hingga September sebanyak 11.758 orang dan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, sebanyak 10.364 orang.
Dokter spesialis paru dari Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Persahabatan yang juga Sekretaris Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Erlang Samoedro mengimbau masyarakat menghindari aktivitas di luar ruang selama kabut asap masih terjadi. Sekalipun terpaksa untuk keluar dari ruangan, masyarakat harus menggunakan masker N95 yang memiliki tingkat kerapatan tinggi agar terlindungi dari partikel berbahaya.
Meskipun di dalam rumah, ia menyarankan masyarakat memiliki alat pembersih udara atau air purifier. ”Masalahnya, tidak semua masyarakat mampu membeli alat ini. Untuk itu, masyarakat disarankan untuk datang ke posko kesehatan dengan fasilitas lengkap, terutama pada kelompok rentan, seperti bayi, anak kecil, lansia, serta orang yang memiliki masalah kesehatan khusus,” tuturnya.
Ia menambahkan, masyarakat yang mengalami gejala gangguan pernapasan, seperti batuk, pilek, dan sesak napas, serta demam diharapkan segera memeriksakan diri ke layanan kesehatan terdekat. Penanganan segera dibutuhkan agar kualitas hidup masyarakat bisa lebih baik.
Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Oscar Primadi menyebutkan, logistik kesehatan telah dikirimkan ke Dinas Kesehatan Provinsi Riau, Jambi, dan Kalimantan Tengah. Logistik ini merupakan persediaan ekstra atau buffer stock yang dimiliki pemerintah daerah dan pusat ketika terjadi kejadian luar biasa, seperti kebakaran hutan dan lahan ini.
Pemerintah pun telah menyiapkan pos kesehatan di wilayah masing-masing. Untuk sementara, pos kesehatan tersedia sebanyak 15 pos di Palangkaraya, 39 pos di Jambi, dan 16 pos di Kalimantan Selatan. Selain itu, sebanyak 168 puskesmas di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang terdampak kebakaran juga telah disiagakan.