Dorong Transparansi Kajian Lingkungan Ibu Kota Negara Baru
›
Dorong Transparansi Kajian...
Iklan
Dorong Transparansi Kajian Lingkungan Ibu Kota Negara Baru
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memastikan penyusunan kajian lingkungan hidup strategis pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur dilakukan secara terbuka.
Oleh
Ichwan Susanto
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memastikan penyusunan kajian lingkungan hidup strategis pembangunan ibu kota negara di Kalimantan Timur dilakukan secara terbuka. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam memberikan data dan informasi ini diperlukan mengingat KLHS disusun secara cepat.
Kajian lingkungan hidup strategis (KLHS) awal ini menjadi masukan dan kriteria pengaman lingkungan (safeguard) dalam penyusunan perencanaan utama (masterplan) dan studi kelayakan. Staf Ahli Menteri Bidang Ekonomi Sumber Daya Alam Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Laksmi Wijayanti, Senin (16/9/2019), di Jakarta, mengatakan, pengamanan lingkungan menjadi pertimbangan penting.
KLHS awal ini menjadi masukan dan kriteria pengaman lingkungan (safeguard) dalam penyusunan perencanaan utama (masterplan) dan studi kelayakan.
Dari informasi awal dan sejumlah data, lokasi ibu kota negara (IKN) baru yang berada antara Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara memiliki sejumlah isu lingkungan. Beberapa isu itu adalah terkait tata air, habitat satwa, daya dukung lingkungan, kerusakan lingkungan akibat lubang tambang, pencemaran, dan kerusakan ekosistem hutan serta mangrove. Dari sisi biodiversitas, wilayah calon IKN memiliki berbagai jenis fauna dilindungi, seperti badak kalimantan, bekantan, beruang madu, orangutan kalimantan, serta hewan-hewan perairan, seperti pesut dan lumba-lumba.
Laksmi mengatakan, Kalimantan Timur merupakan daerah dengan ketersediaan air terbatas. Pertimbangan itu yang menjadikan perencanaan harus mengantisipasi pembangunan jenis infrastruktur untuk menjamin ketersediaan air. ”Jadi, bukan sekadar airnya berapa, melainkan juga seberapa bisa mendukung ekosistem di sana,” katanya, yang sebelumnya menjabat Direktur Pencegahan Dampak Kebijakan Lingkungan dan Sektoral.
KLHS awal ini disusun KLHK mulai September hingga Oktober 2019. ”Itu masih norma-norma umum yang masuk dalam pertimbangan FS (feasibility study/studi kelayakan) dan masterplan,” ujarnya. Perencanaan ini diberi waktu hingga 2020 dalam matriks pembangunan ibu kota negara yang disusun Bappenas.
Laksmi mengatakan, waktu September-Oktober 2019 ini relatif amat cepat. Karena itu, KLHK memastikan proses tersebut bersifat terbuka dan mengharapkan masukan dari masyarakat serta proses konsultasi langsung dengan pemerintah daerah, kelompok masyarakat, akademisi, dan pemerhati.
Meski disusun secara cepat, ia menjanjikan penyusunan KLHS mengedepankan prinsip kehati-hatian. Dengan demikian, penyusunan tetap dilakukan dengan basis ilmiah dan empiris. ”Kita memastikan tahap sekarang wilayah ini harus diproteksi dan dijaga. Momentum pemindahan ibu kota negara menjadi momentum percepatan pemulihan kerusakan lingkungan dan penataan kembali lingkungan hidup,” katanya.
Direktur Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan KLHK Sigit Hardwinarno mengatakan, lokasi calon ibu kota berdasarkan data kawasan hutan Provinsi Kaltim (Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 718 tanggal 29 Agustus 2014) bisa berada di kawasan hutan (taman hutan raya, hutan lindung, dan hutan produksi) dan bukan kawasan hutan areal penggunaan lain. Ia mengatakan, sampai sekarang belum mengetahui kepastian detail lokasinya meski tiap pekan mengikuti rapat bersama Bappenas dalam mempersiapkan lokasi ibu kota negara.
Ia mengatakan, pembangunan ibu kota negara akan diikuti revisi rencana tata ruang dan penyusunan KLHS. Revisi tata ruang tersebut pada RTRW nasional, RTR Pulau Kalimantan, serta RTRW Provinsi Kaltim, RTRW Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara.
Apabila diperlukan pelepasan kawasan hutan, kata dia, penyediaannya memakai jalur revisi RTRW Provinsi Kaltim (Perda Nomor 1 Tahun 2016) dan perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan secara parsial. Jika lokasi tersebut pada kawasan hutan yang dibebani izin seperti izin pinjam pakai kawasan hutan (IPPKH) dan izin usaha pemanfaatan hutan hasil kayu dan izin perhutanan sosial menggunakan mekanisme addendum. Bahkan, kawasan hutan yang dibebani izin pertambangan yang digunakan untuk ibu kota negara (proyek strategis nasional) bisa dilakukan pencabutan IPPKH.
Kawasan inti dan batas ibu kota negara, kata dia, sedang dibahas Bappenas bersama Kementerian Agraria dan Tata Ruang serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat. ”Baru nanti (setelah jelas), kami nimbrung di situ,” ujarnya.
Keberadaan KLHK untuk mengatasi keperluan lahan apabila menyangkut lokasi ibu kota negara berada di kawasan hutan. ”Paling akhir tahun ini ketahuan (kepastian detail lokasi ibu kota negara), sekarang sedang ditata batas,” katanya.