BOPI Minta Perlombaan Lari Jarak Jauh Ditata Lebih Baik
›
BOPI Minta Perlombaan Lari...
Iklan
BOPI Minta Perlombaan Lari Jarak Jauh Ditata Lebih Baik
Penyelenggara lomba lari jarak jauh diharapkan memperbaiki pengelolaan ajang dengan lebih baik untuk mengantisipasi jatuh korban jiwa.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Olahraga Profesional Indonesia atau BOPI meminta agar perlombaan lari jarak jauh yang kian marak di Tanah Air dikelola lebih baik. Hal itu guna mengantisipasi timbulnya korban jiwa lebih banyak seperti yang terjadi di sejumlah perlombaan lari jarak jauh beberapa tahun terakhir.
Karena rentetan korban meninggal dari ajang lari itu, BOPI memanggil pihak PB Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) dan penyelenggara sejumlah perlombaan lari di Indonesia, Run ID, ke Kantor BOPI di Kompleks Kantor Kementerian Pemuda dan Olahraga, Jakarta, Selasa (17/9/2019). Hadir dalam pertemuan itu Ketua Umum BOPI Richard Sam Bera, Wakil Kepala Bidang Organisasi PB PASI Umaryono, dan Direktur Run ID Bertha Gani.
Richard mengatakan, pihaknya khawatir dan prihatin melihat banyaknya korban jiwa yang timbul di sejumlah ajang lari jarak jauh akhir-akhir ini. BOPI mencatat, sedikitnya ada enam korban meninggal dari perlombaan lari jarak jauh nasional selama 12 bulan terakhir. Insiden terbaru terjadi pada Maybank Marathon Bali pada 8 September lalu. Peserta maraton berkewarganegaraan Jepang, Atsushi Ono (58), meninggal ketika mengikuti ajang yang berlangsung di kawasan Gianyar, Bali, itu.
Kita tidak ingin mencari siapa yang salah, tetapi lebih kepada bagaimana memperbaiki tata kelola olahraga lari ini.
Kasus tersebut menambah daftar korban meninggal di ajang itu. Sebelumnya, di Maybank Marathon Bali 2018, peserta lari 10K Denny Handoyo (50) meninggal sekitar 100 meter menjelang finis. Sementara itu, sebelum insiden di Maybank Marathon Bali 2019, dua peserta meninggal di ajang Surabaya Marathon 2019 pada Agustus lalu, yakni pelari asal Malang, Husnun Nadhor Djuraid (60), dan pelari asal Jakarta Utara, Oentong P Setiono (55).
”Ini menjadi perhatian serius. Dari sudut pandang pemerintah, kami ingin duduk bersama agar hal serupa tidak terulang lagi. Kita tidak ingin mencari siapa yang salah, tetapi lebih kepada bagaimana memperbaiki tata kelola olahraga lari ini,” ujar Richard.
Richard melanjutkan, pihaknya meminta federasi terkait, yakni PB PASI, lebih proaktif membina semua pemangku kebijakan perlombaan lari jarak jauh, mulai dari komunitas hingga penyelenggara ajang lari. Tujuannya, agar perlombaan yang kian populer itu berjalan dengan aman.
”Tugas kita bersama supaya olahraga ini jadi gaya hidup yang sehat dan aman,” ujar mantan perenang nasional itu.
Umaryono mengutarakan, secara teknis, penyelenggaraan Maybank Marathon Bali 2019 sudah memenuhi berbagai persyaratan. Penyelenggara menyiapkan delegasi teknis IAAF dari Jepang. Mereka juga menyediakan sarana umum, terutama fasilitas kesehatan.
”Kesiapan cukup memadai. Apalagi ajang ini mengejar predikat bronze pada kalender lari dunia,” ucap Umaryono.
Bertha menjelaskan, dalam menyelenggarakan Maybank Marathon Bali 2019, pihaknya menyiapkan kelengkapan medis melebihi rata-rata. Itu antara lain 10 ambulans dan 15 sepeda motor ambulans sesuai zona.
Dokter olahraga Arie Sutopo yang hadir dalam pertemuan itu menyampaikan, dari penelitian korban meninggal dalam ajang lari jarak jauh di Inggris dan Amerika Serikat, rata-rata korban berusia 42 tahun dengan 80 persen merupakan laki-laki. Umumnya, penyebab kematian itu adalah kardiomiopati hipertrofi.
Adapun kardiomiopati hipertrofi adalah suatu kondisi yang terjadi ketika salah satu bagian dari jantung menebal tanpa sebab yang jelas. Akibatnya, jantung tidak dapat memompa darah secara efektif. Gejala-gejala yang dapat muncul adalah rasa lelah, kaki membengkak, dan kesulitan bernapas. Kondisi ini juga dapat mengakibatkan rasa sakit di dada atau pingsan. Komplikasi yang dapat terjadi adalah gagal jantung, detak jantung yang tidak biasa, dan kematian mendadak.
Untuk itu, masyarakat pun diimbau tidak memaksakan diri jika mengikuti perlombaan lari jarak jauh. Apalagi kalau alasan keikutsertaan semata-mata untuk eksistensi diri, terutama di media sosial.
”Lagi pula, cuaca di Indonesia juga cukup berat untuk mengikuti ajang perlombaan lari jarak jauh,” ucap Richard. (*)