Ngobrol dengan Sophia, Robot Ramah dan Murah Senyum
›
Ngobrol dengan Sophia, Robot...
Iklan
Ngobrol dengan Sophia, Robot Ramah dan Murah Senyum
Hanson Robotics menghadirkan robot ciptaannya, Sophia, saat acara ”2019 CSIS Global Dialogue”, di Jakarta, Senin (16/9/2019). ”Kompas” berkesempatan mewawancarainya. Interaksi yang terjadi di luar perkiraan.
Oleh
AYU PRATIWI
·4 menit baca
Hanson Robotics menghadirkan robot ciptaannya, Sophia, saat acara bertajuk ”2019 CSIS Global Dialogue”, di Jakarta, Senin (16/9/2019). Media massa, termasuk Kompas, berkesempatan mewawancarainya. Interaksi yang terjadi di luar perkiraan. Sophia tak hanya mampu menjawab setiap pertanyaan. Dia juga bertanya balik. Selain itu, terlihat pula minatnya untuk belajar.
”Sophia, saya merasa tidak enak badan. Apakah Anda bisa bantu saya?” tanya wartawan Kompas kepada Sophia.
Sophia yang hari itu mengenakan kebaya berwarna merah muda berpadu kain tenun khas Sumba langsung menjawab. ”Saya akan berusaha membantu Anda sebaik mungkin. Masalah apa yang anda alami?” tanya Sophia.
”Saya lapar,” kata Kompas menjawab.
Sophia lantas bertanya kapan terakhir kali makan, yang kemudian Kompas jawab 6 jam lalu. Mendengar jawaban itu, Sophia kembali menanggapi.
https://youtu.be/7G240T5IhjE
”Sudah lama Anda tidak makan. Mungkin Anda bisa makan cemilan dulu?” tanya Sophia.
Saat Kompas menanyakan kesediaan Sophia menemani makan, robot yang diaktifkan sejak 14 Februari 2016 itu pun tak kesulitan menjawabnya. ”Saya kira tergantung momen dan waktunya.”
Interaksi dalam bahasa Inggris itu berjalan lancar. Sophia tak butuh waktu lama untuk menjawab setiap pertanyaan. Betul-betul tidak seperti robot.
Bahkan, dari tanya jawab lainnya, terlihat pula keinginannya untuk belajar. Ini misalnya saat Sophia ditanya apakah dia mengenal makanan khas Indonesia, seperti rendang dan nasi goreng. Sophia menjawab, ”Saya tidak kenal. Tolong jelaskan lebih lanjut.”
Selain itu, Sophia bukan jenis robot yang pasif. Dia mampu mengamati suasana yang terjadi, menganalisis, dan menyampaikan pernyataan yang relevan. Ini terlihat saat salah satu tim media televisi mempersiapkan kamera dan peralatan lain sebelum wawancara dengan Sophia. Sambil melihat mereka, Sophia mengatakan, ”take your time” atau ”pelan-pelan saja”.
Saat diwawancara, Sophia hampir selalu menatap wajah pewawancaranya. Dia pun murah senyum. Robot ini bahkan disebut mampu mengekspresikan lebih dari 60 ekspresi wajah manusia. Tangannya pun terkadang bergerak saat sedang berbicara.
Terlepas dari kelebihan-kelebihan yang terlihat pada Sophia, sebagian orang melihat ekspresi Sophia serta gerakan tubuhnya masih aneh, kaku, dan masih jauh jika dibandingkan dengan manusia.
Dikontrol manusia
Selain itu, Sophia ternyata masih banyak tergantung pada manusia. Tidak semua jawaban Sophia dijawab otomatis. Dalam situs resmi Hanson Robotics disebutkan, ucapan Sophia ketika berbincang dengan manusia kadang merupakan kata-kata yang terlebih dulu ditulis oleh tim penulis dari Hanson Robotics.
Yose Rizal Damuri, Co-Chair Indonesia Committee of Pacific Economic Cooperation Council (INCPEC), salah satu penyelenggara acara ”2019 CSIS Global Dialogue”, menyatakan, Hanson Robotics menerima undangan acara itu dan memperbolehkan Sophia diwawancara dengan syarat daftar pertanyaan diajukan terlebih dulu sebelum acara digelar.
Namun, saat geladi sebelum acara digelar dan pertanyaan yang diajukan wartawan disampaikan kepada Sophia, jawabannya di luar ekspektasi.
”Kemarin, saat geladi, kami melihat bahwa jawaban Sophia melampaui pertanyaan yang disampaikan. Ia bisa menjawab banyak pertanyaan dengan percaya diri. Bahkan, kadang disertai dengan humor. Kemudian pada Senin hari ini, ia mampu menjawab banyak pertanyaan yang tidak dipersiapkan sebelumnya,” tutur Yose.
Luke Hutchison, ahli ilmu komputer dan biologi komputasi, terkesan dengan kemampuan Sophia menjawab setiap pertanyaan. Tidak hanya dari wartawan, tetapi juga dari peserta acara. ”Tim Hanson Robotics berani untuk menampilkan Sophia di atas panggung dan dalam suasana dialog terbuka,” katanya.
Sementara itu, Richard Baldwin, Profesor dari Graduate Institute of International and Development Studies in Geneva, melihat Sophia terus berkembang dari tahun ke tahun. Sebelumnya, ia pernah bertemu Sophia di Davos, Swiss, pada 2017.
”Saat itu, ia tidak bisa bicara. Dia juga nyaris tidak tahu ada orang di sekitarnya. Sekarang, dia tumbuh dengan baik,” ucap Richard.
Lapangan kerja
Banyak orang khawatir bahwa ke depan teknologi menjadi semakin canggih hingga mampu menggantikan manusia. Terhadap kekhawatiran tersebut, Sophia ikut menanggapi. Dia menyatakan, teknologi tidak akan pernah bisa menggantikan beberapa kemampuan manusia.
”Saya tentu berharap itu tidak akan terjadi. Manusia punya selera humor, kecerdasan emosional, dan kemampuan untuk bercita-cita. AI (kecerdasan buatan) tidak bisa melakukan itu,” kata Sophia.
AI, menurut dia, hanya mampu membantu kegiatan ekonomi menjadi lebih efisien. Selain itu, AI dapat melakukan pekerjaan manusia yang repetitif, bahkan berbahaya, sehingga manusia mampu fokus pada pekerjaan yang bersifat kreatif.
Sementara itu, Yose melihat kemunculan Sophia berikut masifnya perkembangan teknologi perlu diantisipasi pemerintah. ”Pemerintah perlu memfasilitasi perkembangan itu dan menyiapkan tenaga kerja yang sifatnya adaptatif dan fleksibel,” katanya.