Ekonomi Bikin Waswas, ke Mana Sebaiknya Dana Investasi Ditempatkan?
›
Ekonomi Bikin Waswas, ke Mana ...
Iklan
Ekonomi Bikin Waswas, ke Mana Sebaiknya Dana Investasi Ditempatkan?
Di tengah kondisi yang sangat tidak menentu saat ini, pada instrumen portofolio apakah sebaiknya masyarakat menaruh dana investasi mereka?
Oleh
Dimas Waraditya Nugraha
·6 menit baca
Perlambatan pertumbuhan ekonomi global turut menekan bursa saham dunia, termasuk bursa saham Indonesia. Dalam enam bulan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sudah melemah lebih dari 3 persen. Wajar saja apabila muncul rasa waswas di benak investor akibat lesunya pasar modal.
Untuk menjaga supaya perekonomian tetap ekspansif, sejumlah bank sentral di dunia, termasuk Bank Indonesia, berlomba-lomba menurunkan suku bunga. Namun, pelonggaran moneter ini juga berdampak pada penurunan tingkat bunga deposito, baik dalam denominasi rupiah maupun valuta asing (valas). Investasi di valuta asing pun setali tiga uang. Gejolak ekonomi global membuat nilai tukar sangat fluktuatif dan sulit diprediksi. Modal investasi di suatu negara bisa dengan cepat pindah ke negara lain demi imbal hasil yang menguntungkan.
Lantas, di tengah kondisi yang sangat tidak menentu saat ini, pada instrumen portofolio apakah sebaiknya masyarakat menaruh dana investasi mereka?
Secara konservatif, penempatan dana dalam investasi portofolio perlu mengikuti kaidah don’t put all your eggs in one basket yang bermakna ”jangan tempatkan dana dalam satu instrumen yang sama”. Investor harus percaya bahwa diversifikasi instrumen mampu meminimalkan risiko investasi. Risiko juga bagian penting dari hukum investasi, yakni instrumen yang menjanjikan imbal hasil tinggi, punya risiko yang tinggi, istilahnya high risk high return. Untuk membagi risiko, investor dapat menempatkan dana mereka pada sejumlah instrumen, seperti saham, obligasi, atau deposito.
Salah satu usaha paling sederhana yang bisa dilakukan investor untuk melakukan diversifikasi terhadap produk investasi adalah dengan masuk ke instrumen reksa dana.
Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang pasar modal, reksa dana, adalah wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh manajer investasi. Pada praktiknya, uang yang terhimpun bisa dibelikan berbagai jenis aset, seperti saham, deposito, dan obligasi.
Secara umum, reksa dana terbagi atas empat jenis, yakni reksa dana pasar uang, reksa dana campuran, reksa dana saham, dan reksa dana pendapatan tetap. Reksa dana pasar uang menggunakan portofolio bermacam instrumen yang ada di pasar uang dengan masa jatuh tempo kurang dari satu tahun. Bentuk instrumen investasinya dapat berupa deposito berjangka, sertifikat deposito, Sertifikat Bank Indonesia, dan surat berharga terbitan korporasi ataupun pemerintah yang berjangka pendek.
Sejauh ini, imbal hasil reksa dana pasar uang relatif sangat menguntungkan. Berdasarkan data Infovesta Utama hingga 13 September 2019, produk reksa dana pasar uang bahkan ada yang bisa memberikan imbal hasil hingga 17,21 persen per tahun. Imbal hasil tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan jika hanya berinvestasi pada deposito berjangka semata. Berdasarkan data Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), rata-rata tingkat bunga deposito rupiah per akhir Agustus 2019 hanya 5,95 persen.
Wawan Hendrayana, Head of Investment Research Infovesta Utama, memprediksikan, imbal hasil reksadana pasar uang tahun ini rata-rata bakal berada di kisaran 6 persen. Dalam lima tahun terakhir, produk-produk reksadana pasar uang sedikitnya telah mencetak imbal hasil total di atas 35 persen. ”Imbal hasil reksadana pasar uang masih akan lebih tinggi dari net imbal hasil deposito karena dalam reksa dana terdapat juga alternatif instrumen investasi lain, misalnya obligasi dengan kupon yang kompetitif,” ujarnya.
Adapun kinerja reksana pasar uang, menurut Wawan, relatif lebih stabil ketimbang reksa dana lain dalam menghadapi sentimen eksternal dan internal. Volatilitas reksa dana pasar uang rendah karena memiliki underlaying asset yang relatif aman.
Reksa dana lain yang juga sesuai dengan prinsip diversifikasi instrumen investasi adalah reksa dana campuran. Reksa dana ini punya aturan main untuk menggunakan tiga instrumen portofolio, yakni saham, obligasi, dan pasar uang, dengan komposisi masing-masing maksimal 79 persen. Ketiga instrumen tersebut harus dimiliki oleh reksa dana campuran pada saat yang bersamaan.
Imbal hasil reksadana pasar uang masih lebih tinggi dari net imbal hasil deposito
Direktur Panin Asset Management Rudiyanto menilai prospek reksa dana campuran akan lebih baik dibandingkan dengan reksa dana saham yang punya aturan komposisi instrumen saham minimal sebanyak 80 persen dari total nilai aktiva bersih. ”Kinerja reksa dana campuran bakal mendapat tambahan energi positif dari pasar obligasi yang bergerak bullish seiring dengan tren penurunan suku bunga,” ujarnya.
Adapun reksa dana saham akan sangat bergantung pada kinerja IHSG yang akan masih terpapar oleh sentimen eksternal sehingga belum mampu kembali ke level tertinggi seperti yang terjadi di awal tahun. Pada penutupan perdagangan Selasa (17/9/2019), IHSG ditutup di level 6.236,69. Posisi ini menurun 3,88 persen dibandingkan level IHSG pada 6 bulan sebelumnya.
Masa krisis
Walau terlihat impresif, Rudiyanto menyatakan, reksa dana campuran juga bisa merugi. Kerugian bisa terjadi saat surat obligasi ataupun deposito yang menjadi underlying asset reksa dana pasar uang mengalami gagal bayar. Kerugian juga terjadi karena instrumen yang dipakai pada reksa dana terpaksa dijual sebelum jatuh tempo karena adanya redemption dalam jumlah besar akibat badai yang menerpa pasar modal. Dampaknya, harga jual instrumen-instrumen tersebut di bawah harga belinya.
”Meski kemungkinannya sangat kecil, kondisi ini pernah terjadi pada banyak reksa dana campuran di saat krisis ekonomi global menerpa pasar keuangan Indonesia pada tahun 2008,” ujarnya.
Krisis yang terjadi pada pasar modal di tahun tersebut tergambar dari pergerakan IHSG. Sepanjang tahun 2008, kinerja IHSG anjlok 50,37 persen, dari level 2.731,51 pada 2 Januari 2008, ke level 1.355,40 pada penutupan 30 Desember 2008.
Dampaknya, kinerja reksa dana saham pada tahun yang sama alami penurunan kinerja lebih dalam dari IHSG, yakni mencapai 53,75 persen. Salah satu produk reksa dana saham bahkan ada yang membukukan imbal hasil minus 70,71 persen selama krisis tahun 2008. Namun, setelah mengalami hantaman di tahun tersebut, IHSG terus mencatat kinerja positif setiap tahunnya hingga mencapai level 6.000 tahun ini.
Di tengah ketidakpastian ekonomi seperti saat ini, Wawan menyarankan masyarakat untuk berinvestasi di reksa dana dengan cara seperti menabung secara rutin setiap bulannya. Metode ini akan dapat meredam risiko dari fluktuasi nilai aktiva bersih reksa dana.
”Saat kondisi pasar membaik, investor secara otomatis mendapatkan return menarik. Akan tetapi, di saat market kembali turun, risikonya terserap dari akumulasi investasi,” ujarnya.
Likuiditas
Kelebihan lain reksa dana adalah reksa dana dapat dicairkan kapan pun tanpa batas minimal sehingga dapat dimanfaatkan sebagai dana darurat.
Manajer investasi sebagai pengelola dana memiliki batas waktu membayar uang investor hingga hari ketujuh setelah investor menjual reksa dananya. Kondisi ini berbeda dengan sejumlah surat utang yang tidak bisa diperdagangkan sehingga investor harus memegangnya hingga jatuh tempo.
Perencana keuangan sekaligus pendiri PT Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini Sutikno, menyimpulkan, investor sebaiknya tidak hanya membandingkan imbal hasil yang didapat dalam memutuskan instrumen investasi yang akan dipilih.
Mike menganjurkan agar investor memiliki tujuan investasi yang spesifik. Dengan demikian, unit reksa dana yang dipilih bisa disesuaikan dengan tujuan tersebut. Ia mencontohkan, untuk biaya pernikahan atau hunian, bisa memanfaatkan reksa dana campuran atau pendapatan tetap, sementara untuk biaya darurat bisa memilih reksa dana pasar uang.
Investor sebaiknya memiliki tujuan investasi yang spesifik, tidak sekadar membandingkan imbal hasil yang didapat dalam memutuskan instrumen investasi yang akan dipilih.
Jadi, kesimpulannya, berinvestasilah secara bijak dan cerdas. Dengan memegang prinsip ini, sesuram apa pun kondisi perekonomian, investasi yang menguntungkan tetap sebuah keniscayaan.