Serangan ke fasilitas perminyakan Arab Saudi memiliki presisi tinggi. Presisi disetarakan dengan presisi dalam bedah tubuh (”surgical precision”). Penyerang sungguh paham sasaran serangan.
Oleh
Simon Saragih
·4 menit baca
Serangan ke fasilitas perminyakan Arab Saudi memiliki presisi tinggi. Presisi disetarakan dengan presisi dalam bedah tubuh (surgical precision). Penyerang sungguh paham sasaran serangan.
Demikian hasil analisis atas foto-foto lokasi serangan yang terjadi pada Sabtu (14/9/2019) dini hari di kilang minyak milik Aramco, perusahaan minyak Arab Saudi. Serangan terjadi di dua lokasi di Arab Saudi, yakni Abqaiq, lokasi kilang minyak, dan di Khurais, lokasi sumur penghasil 1,5 juta barel minyak per hari. Dua lokasi itu berjarak 110 mil.
Pejabat AS, tidak mau disebutkan namanya, menyebutkan serangan melibatkan 20 pesawat drone dan beberapa rudal penjelajah. ”Serangan-serangan itu sangat akurat,” kata Samir Madani, salah satu pendiri Tankertrackers.com, perusahaan pelacak satelit, Senin (16/9), kepada televisi CNBC.
Serangan tergolong signifikan karena mengganggu produksi minyak Arab Saudi sebesar 5,7 juta barel per hari atau sekitar 5 persen dari total produksi minyak dunia per hari. Serangan tepat mengenai 14 tangki penyimpanan minyak dan tiga fasilitas pemrosesan di Abqaiq.
”Ini agak mengkhawatirkan .... Serangan berpresisi tinggi, penyerang sungguh tahu apa yang mereka serang dan menyerangnya dengan tepat,” kata Bob McNally, pendiri dan Presiden Rapidan Energy Group, sebuah perusahaan konsultan, kepada CNBC, Selasa (17/9).
Serangan atas fasilitas perminyakan Arab Saudi terbaru ini adalah yang terbesar sejak almarhum Saddam Hussein menginvasi Kuwait pada 1990. Saat invasi berlangsung, militer Irak juga menembakkan rudal scud ke arah Arab Saudi.
Siapa pelaku serangan?
Pertanyaan selanjutnya, siapa pelaku serangan. Pemberontak Yaman, Houthi, mendaulat diri sebagai pelaku serangan. Kelompok ini bahkan mengancam akan melanjutkan serangan. ”Kami menjamin akan bisa menyerang lokasi di mana saja di Arab Sudi,” kata jubir militer Houthi Brigade Yahya Saree.
Menlu AS Mike Pompeo membantah hal tersebut. Menlu Uni Emirat Arab Anwar Gargash pun berpendapat sama bahwa serangan tidak terkait dengan Houthi, pemberontak Yaman. Arah serangan pun datang dari barat laut lokasi sasaran. Yaman ada di Selatan Arab Saudi.
Serangan-serangan dari Yaman memang sering terjadi ke wilayah Arab Saudi, tetapi sering kali gagal sebelum tembakan mencapai tujuan. Sistem pertahanan Arab Saudi juga bisa mencegah serangan Houthi sebelum mengenai sasaran.
Menuduh Iran
Ada opini seragam dari AS dan sekutunya di Timur Tengah yang mengarah pada kesimpulan bahwa Iran adalah pelaku. Bahkan, koalisi Timur Tengah yang tunduk kepada AS, pimpinan Arab Saudi, mengatakan, senjata yang menyasar mirip senjata Iran. ”Semua bukti praktis dan indikator-indikator awal menunjukkan senjata yang digunakan dalam serangan adalah milik Iran,” kata Letnan Kolonel Koalisi Turki al-Malki tanpa memberikan rincian lebih lanjut.
Cara Presiden Donald Trump dan Menlu AS Mike Pompeo menuduh Iran pun seperti sebuah orkestra. AS dan sekutunya seperti sengaja untuk memojokkan Iran. Akan tetapi, Iran membantah. Menlu Iran Javad Jarif menuduh Pompeo melakukan kebohongan maksimum dengan menuduh Iran.
Jubir Kementerian Luar Negeri Rusia Dmitry Peskov mencurigai pola tudingan AS. Bagi Rusia, tuduhan itu tidak berdasar serta terlalu gegabah untuk menyatakan Iran sebagai pelaku. Peskov menyatakan, AS dan koalisinya jauh sebelum serangan terbaru itu sudah gencar memproklamirkan Iran sebagai ancaman dan bahkan telah membahas opsi serangan militer terhadap Iran.
Mantan analisis keamanan Pentagon, F Michael Maloof, tidak yakin soal tuduhan AS dan koalisinya itu. ”Iran ada di sisi Timur Arab Saudi dan serangan dikatakan berasal dari barat laut,” katanya. Maloof juga menertawakan pemerintahan Trump, mengingat sejarah kebobohongan pemerintahan AS dalam peristiwa internasional, termasuk preseden kebohongan AS pada 2003 tentang kepimilikan senjata pemusnah massal Irak yang terbukti tidak ada.
Media Irak menyebutkan serangan berasal dari wilayah Irak, negara yang dekat dengan AS dan juga Iran. Irak persis berada di barat laut lokasi serangan. Pompeo dan Pemerintah Irak segera membantah dengan menegaskan bahwa serangan tidak terjadi dari wilayah Irak.
AS terpojok sendiri
Uni Eropa pun tidak sepakat dengan AS soal siapa pelaku serangan. ”Untuk saat ini, pihak Perancis tidak memiliki bukti bahwa serangan terjadi dari lokasi ini atau lokasi itu,” kata Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian saat berkunjung ke Kairo, Mesir, Selasa (17/9).
Jubir Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying pada Senin (16/9) juga menyatakan, adalah tindakan tidak bertanggung jawab untuk menyimpulkan siapa pelaku sebenarnya jika tidak ada bukti kuat. Hua menyindir AS yang lebih peduli soal Iran sebagai ancaman ketimbang mencari solusi atas kemelut di Yaman, yang dalam empat tahun terakhir ini telah menelan banyak korban, akibat serangan pimpinan Arab Saudi didukung AS.
Namun, pertanyaan tetap muncul. Siapa pelaku serangan dengan presisi tinggi itu. Ini menambah misteri atas misteri yang sebelumnya sudah tercipta. Siapa pelaku serangan atas tanker-tanker minyak di Teluk Persia, yang oleh AS lagi-lagi menuduh Iran sebagai pelaku walau tak ada bukti kuat?
Bagaimana bisa Timur Tengah dengan kehadiran militer AS dan segala kecanggihan persenjataannya tidak bisa menyimpulkan semua itu. Adakah aksi maling teriak maling dalam semua prahara di Timur Tengah?
Kanselir Jerman Angela Merkel memberi saran sederhana saja. Merkel meminta agar AS kembali ke perjanjian nuklir 2015 dengan Iran yang dicapai bersama sejumlah negara lain, tetapi telah ditinggalkan begitu saja oleh Trump pada 2018.
Saran Merkel ini amat mengena sebab semua kemelut terbaru di Teluk Persia seperti kemelut dibuat-buat dengan tujuan menyerang atau memojokkan Iran. Dan, prahara di Timur Tengah dengan Iran sebagai tertuduh paling parah memang muncul setelah AS keluar dari perjanjian nuklir tersebut.
”Adalah kontraproduktif memanfaatkan situasi di Timur Tengah untuk meningkatkan ketegangan terkait Iran, apalagi kita amat paham dengan kebijakan AS,” demikian pernyataan Kementerian Luar Negeri Rusia. (AFP/AP/REUTERS)