Semangat Kampung Admiralty untuk Warga Lansia
Siang itu adalah jadwal para penghuni Kampung Admiralty untuk berlatih yoga.
Suasana sibuk di salah satu ruang kegiatan warga lanjut usia di Kampung Admiralty, Singapura, Kamis (5/9/2019) siang, setelah jam makan siang. Sekitar 20 orang lanjut usia berlatih yoga dipandu seorang instruktur. Warga lansia berumur 60-70 tahun itu berupaya keras meniru gerakan instruktur. Senyum mengembang setiap kali mereka berhasil.
Rupanya, siang itu adalah jadwal para penghuni Kampung Admiralty untuk berlatih yoga. Selain yoga, menurut keterangan resmi yang disampaikan Housing and Development Board (HDB) atau Badan Pembangunan dan Perumahan Singapura kepada Kompas dan 15 jurnalis penerima Asia Journalism Fellowship (AJF) 2019, program yang diselenggarakan Lee Kuan Yew School of Public Policy, National University of Singapore, bekerja sama dengan Temasek Foundation, ada sejumlah jadwal kegiatan lain yang menanti dan bisa diikuti oleh para warga lansia tersebut. Kegiatan tersebut sifatnya komunal.
Sayangnya, dalam kesempatan kunjungan itu, rombongan jurnalis sama sekali tidak diperbolehkan mengambil gambar kegiatan para warga lansia tersebut, apalagi sekadar ngobrol ringan dengan mereka. Rombongan hanya melihat saja dari pintu ruang kegiatan aktif warga lansia yang disebut Active Ageing Hub itu.
Lalu, apakah Kampung Admiralty itu? Dalam benak Kompas saat memasuki perumahan rakyat (public housing) berbentuk bangunan vertikal atau rumah susun itu, nama Admiralty pasti disematkan karena memiliki makna khusus bagi kawasan tersebut.
Nama admiralty itu disamakan dengan stasiun kereta MRT yang ada di area public housing. Namanya stasiun MRT Admiralty, bagian dari koridor utara-selatan (north-south line), terletak di daerah Woodlands. Terlepas bahwa itu sekadar nama, pemakaian kata kampung untuk kawasan permukiman itu memang menggugah rasa ingin tahu. Kenapa kampung?
Rupanya, itu adalah cara Singapura untuk menghidupkan kembali semangat hidup bertetangga ala kampung, khususnya bagi para lansia.
Kalau di Indonesia, dalam pemahaman umum, kampung dipahami sebagai area permukiman yang penduduknya masih membawa sifat dan perilaku kehidupan perdesaan yang terjalin dalam ikatan kekeluargaan erat, kondisi fisik bangunan dan lingkungan kurang baik dan tidak beraturan, kerapatan bangunan dan penduduk tinggi, ataupun sarana pelayanan dasar serbakurang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kampung dimaknai sebagai bagian dari permukiman kota; dimaknai sebagai desa, dusun; juga sebagai kesatuan administrasi terkecil yang menempati wilayah tertentu, biasanya di bawah kecamatan.
Dalam konteks penduduk memiliki ikatan kekeluargaan erat, kita bisa melihat semangat tolong menolong, saling membantu, dan gotong royong itu masih kental di kampung. Bahkan, di sejumlah kota di Indonesia, semangat itu masih bisa ditemukan.
Kembali ke Singapura. Pemahaman tentang kampung yang memiliki semangat kekeluargaan erat itulah yang dibawa dan dikembangkan di kawasan permukiman Kampung Admiralty. Kampung vertikal nan modern yang dibangun memang untuk lebih banyak dihuni oleh warga lansia.
Mengutip keterangan resmi HDB, Kampung Admiralty merupakan kawasan permukiman vertikal yang dibangun untuk warga usia 55 tahun ke atas. Dalam usia yang memasuki lansia atau sudah lansia, mereka didorong untuk memiliki kehidupan dan interaksi aktif, kehidupan yang lebih sehat melalui berbagai kegiatan bersama, dan saling membantu.
Mengutip keterangan resmi HDB, Kampung Admiralty merupakan kawasan permukiman vertikal yang dibangun untuk warga usia 55 tahun ke atas. Dalam usia yang memasuki lansia atau sudah lansia, mereka didorong untuk memiliki kehidupan dan interaksi aktif, kehidupan yang lebih sehat melalui berbagai kegiatan bersama, dan saling membantu.
Dibangun sebagai bangunan vertikal yang terdiri atas dua blok pada 2014, Kampung Admiralty dilengkapi dengan 104 unit tipe studio untuk para lansia itu. Tipe yang dibangun kecil saja karena orang tua sudah tidak membutuhkan banyak ruang. Kampung ini diperkenalkan pada April 2014 dan diresmikan penggunaannya oleh Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pada 12 Mei 2018.
Dalam sambutannya yang disiarkan media lokal, Perdana Menteri Lee Hsien Loong menyatakan, flat atau bangunan vertikal Kampung Admiralty ini merupakan proyek percontohan (pilot project) pembangunan rumah tinggal bagi warga yang memasuki usia senja oleh HDB. Nantinya akan ada sekitar 10 kompleks rumah tinggal serupa.
Rumah tinggal dengan mengadopsi semangat kampung dilakukan untuk mendorong warga lansia bisa hidup lebih aktif, lebih sehat, dan bisa saling membantu warga di usia yang hampir sama. Juga untuk lebih memperkuat ikatan antara generasi tua dan generasi muda.
Itu sebabnya ada banyak kegiatan yang melibatkan dua generasi ini di plaza atau di ruang terbuka seluas 1.000 meter persegi yang ada di lantai paling bawah. Dengan melihat warga usia muda menari zumba yang menuntut gerak lincah, misalnya, diharapkan warga usia tua akan ikut bergerak, ikut menari, tersenyum, bernyanyi, dan aktif. Adapun generasi muda akan lebih hormat dan berempati pada generasi tua.
Kemudian, untuk para orang tua itu sendiri, ada kegiatan bersama yang dilakukan antara mereka. Misalnya, pertanian komunal (communal farming) yang memanfaatkan atap gedung. Untuk menghadirkan suasana kampung, dipilih tanaman yang akrab dengan kebutuhan sehari-hari, seperti cabai, tomat, aneka sayuran, juga pohon buah seperti jambu air dan belimbing.
Hasil pertanian bersama itu akan dinikmati bersama melalui pertemuan-pertemuan, juga kegiatan rutin seperti memasak bersama ataupun membuat kerajinan tangan. Dengan cara demikian, warga usia tua akan bisa saling berinteraksi dan saling mengenal.
Hunian kota yang sehat
Dari laporan-laporan media setempat, bagi warga lanjut usia Singapura, perumahan rakyat dengan konsep kampung ini menawarkan hal berbeda dari yang selama ini mereka temui saat masih ada di usia produktif. Tinggal di rumah susun yang lama bersama anak-anak yang sedang bertumbuh membutuhkan ruang yang lebih besar. Lalu untuk memenuhi kebutuhan keluarga juga eksistensi diri, bisa jadi kesibukan membuat mereka tak sempat bersosialisasi.
Saat mereka pensiun sementara anak-anak sudah mandiri dan berpisah dari orangtuanya, tak ada lagi kesibukan yang selama ini mereka lakukan. Banyak orangtua yang tinggal sendiri, sepi, tanpa banyak kegiatan berarti. Anak-anak dan cucu pun seminggu sekali mengunjungi.
Dalam statistik kependudukan Singapura, tak lama lagi Singapura akan memiliki jumlah warga usia senja yang cukup banyak. Untuk menghadapi dan menyiapkan kelompok warga usia senja itulah, pembangunan rumah tinggal dengan mengadopsi semangat kampung dilakukan.
Dengan kegiatan bersama antar-orang tua itu, mereka bisa saling menolong, saling membantu saat ada yang sakit atau membutuhkan pertolongan. Karena orang tua juga identik dengan gerak yang makin terbatas, di Kampung Admiralty itu juga ada layanan kesehatan, supermarket, dan pusat jajanan. Pun, layanan transportasi umum seperti kereta dan bus ada di bagian depan bangunan. Semua terpadu, ada dalam satu atap.
Lalu juga ada tempat perawatan/penitipan anak untuk memfasilitasi cucu-cucu yang dititipkan kepada para nenek-kakeknya saat orangtua bocah-bocah itu bekerja. Baik ruang pertemuan bagi warga lansia, tempat penitipan anak, juga taman bermain dan taman umum semua ada dalam lokasi yang sama.
Bagi Singapura, penyediaan rumah tinggal seperti Kampung Admiralty dengan mengadopsi semangat kampung itu akan menambah daftar cara Singapura menyiapkan permukiman bagi warga. Utamanya kisah sukses HDB yang didirikan pada 1960 untuk mengatasi krisis rumah.
HDB mengubah wajah negara-kota seluas 720 kilometer persegi itu, dari yang semula penuh permukiman kumuh, padat, dan tidak sehat, menjadi kawasan permukiman yang rapih dan resik. Dari yang semula krisis rumah, sekarang 80 persen warga Singapura tinggal di rumah mereka sendiri di 26 titik kawasan permukiman (HDB town) yang dibangun di seantero pulau.
HDB mengubah wajah negara-kota seluas 720 kilometer persegi itu, dari yang semula penuh permukiman kumuh, padat, dan tidak sehat, menjadi kawasan permukiman yang rapih dan resik. Dari yang semula krisis rumah, sekarang 80 persen warga Singapura tinggal di rumah mereka sendiri di 26 titik kawasan permukiman (HDB town) yang dibangun di seantero pulau.
Menyesuaikan dengan derap pembangunan dan laju perekonomian yang pesat, HDB menyesuaikan diri dengan dinamika masyarakat, salah satunya kebutuhan warga lansia itu.
Dalam sambutan peresmian, Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong menegaskan pemerintah berharap upaya menghadirkan konsep kampung ramah lansia bisa berhasil dan diterapkan di semua permukiman di negara kota itu.
Baca juga : Singapura Menuju Revolusi Pertanian