RUU Sistem Budidaya Pertanian Diklaim Lindungi Petani Kecil
›
RUU Sistem Budidaya Pertanian ...
Iklan
RUU Sistem Budidaya Pertanian Diklaim Lindungi Petani Kecil
RUU Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan disahkan dalam Sidang Paripurna ke-10 DPR , Selasa (24/9/2019). Pemerintah dan DPR mengklaim pengesahan RUU SBPB untuk melindungi petani.
Oleh
karina isna irawan
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah dan DPR mengklaim pengesahan Rancangan Undang-undang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan untuk melindungi petani kecil. Nantinya, akan dibuat turunan berupa peraturan pemerintah dan peraturan menteri pertanian yang berisi teknis dan detail pelaksanaan.
Rancangan Undang-undang Sistem Budidaya Pertanian Berkelanjutan (RUU SBPB) disahkan dalam Sidang Paripurna Ke-10 DPR, Selasa (24/9/2019). RUU SBPB itu merupakan revisi dari UU Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman.
Sejumlah kalangan telah merekomendasikan agar RUU SBPB dikaji ulang dengan semua komponen petani dan kelompok masyarakat sipil. Hal ini karena masih banyak pasal dalam RUU ini yang dinilai berpotensi merugikan petani, terkait kebebasan memilih jenis budidaya tanaman dan peminggiran petani dalam pemanfaatan sumber daya genetik.
”RUU ini intinya untuk melindungi petani kecil. Mereka bisa mengedarkan benih dalam lingkup kelompok dalam satu kota/kabupaten. Kalau (peredaran benih) ke luar namanya bukan lagi petani, tetapi pengusaha besar,” ujar Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman, Selasa.
Mereka bisa mengedarkan benih dalam lingkup kelompok dalam satu kota/kabupaten. Kalau (peredaran benih) ke luar namanya bukan lagi petani, tetapi pengusaha besar. (Andi Amran Sulaiman)
Menurut Amran, beberapa substansi yang diatur dalam RUU SBPB mencakup tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 99 Tahun 2012 yang mengecualikan petani kecil dari perizinan mencari dan mengumpulkan sumber daya genetik. Sementara itu, pemerintah tetap wajib menjaga kekayaan sumber daya genetik.
Dalam RUU SBPB, petani kecil dapat mengedarkan benih atau sarana budidaya pertanian tanpa harus dilakukan pelepasan, tetapi lingkup peredaran dibatasi dalam satu kota/kabupaten. Adapun petani kecil didefinisikan sebagai seseorang yang sehari-hari mendapat penghasilan hanya dari sektor pertanian.
”Dengan membatasi peredaran benih sampai tingkat kabupaten saja, petani sudah sejahtera dan mereka juga belum tentu sanggup memenuhinya,” kata Amran.
Sebelumnya, pada 2012, koalisi lembaga non-pemerintah telah mengajukan permohonan uji materi atas sejumlah pasal dalam UU itu kepada Mahkamah Konstitusi (MK).
MK kemudian mengabulkan permohonan dengan putusan Nomor 99/PUU-X/2012 yang menyatakan Pasal 9 Ayat (3) dan Pasal 12 Ayat (1) UU Sistem Budidaya Tanaman bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan dinyatakan tidak mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.
Dalam putusan MK Nomor 99/PUU-X/2012 atas Uji Materi UU Sistem Budidaya Pertanian, perorangan petani kecil boleh mencari dan mengumpulkan plasma nutfah, baik bagi diri sendiri maupun komunitasnya. Petani kecil perorangan juga boleh mengedarkan varietas hasil pemuliaan untuk komunitas sendiri tanpa harus terlebih dahulu dilepas oleh pemerintah melalui Kementerian Pertanian.
Namun, dalam RUU SBSP, hasil putusan MK tidak diakomodasi. Pasal 29 Ayat (5) RUU itu menyebutkan, petani atau pelaku usaha dilarang mengedarkan varietas hasil pemuliaan atau introduksi yang belum dilepas pemerintah kecuali untuk digunakan sendiri atau terbatas dalam satu wilayah kabupaten/kota.
Amran mengatakan, RUU SBPB juga mewajibkan petani untuk melaporkan peredaran benih ke pemerintah dinas kabupaten. Nantinya dalam peraturan Menteri Pertanian, teknis pelaporan akan disusun semudah mungkin agar tidak membebani petani. Sistem pelaporan dimungkinkan dalam sistem digital atau daring (online) supaya tidak rumit.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR Michael Wattimena berpendapat, pengesahan RUU SBPB sudah mempertimbangkan masukan berbagai pihak. Selain itu, revisi UU Nomor 12 Tahun 1992 juga harus dilakukan karena sejumlah pasal dinilai tidak sesuai dengan kondisi saat ini.
”Dalam implementasi UU Nomor 12 Tahun 1992 masih terdapat kekurangan dan belum mampu memenuhi kebutuhan hukum masyarakat,” kata Michael.
RUU SBPB terdiri atas 22 bab dan 132 pasal. Menurut dia, ada sejumlah substansi penting dalam RUU SBPB, yaitu pemanfaatan lahan untuk keperluan budidaya pertanian, peredaran hasil pemulihan, perizinan untuk pencarian dan pengumpulan sumber daya genetik, serta pemberian insentif untuk petani pemula dan pelaku budidaya pertanian.