Lalu Muhammad Zohri punya keuntungan sejarah jelang Kejuaraan Dunia Atletik 2019 di Doha, Qatar. Dia dua kali memecahkan rekor nasional lari 100 meter di stadion tempat lomba digelar.
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
DOHA, QATAR — Pertualangan Lalu Muhammad Zohri di Kejuaraan Dunia Atletik 2019 akan segera dimulai. Bersama didampingi oleh pelatih, tenaga medis, dan manajer, Zohri bertolak dari Jakarta ke Doha, Qatar, melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Selasa (24/9/2019) sekitar pukul 09.00 WIB. Setelah menempuh perjalanan sekitar 8 jam, mereka tiba di Doha sekitar pukul 13.00 waktu setempat.
Pada Kejuaraan Dunia 2019, pelari tercepat Asia Tenggara itu akan berlomba di nomor 100 meter. Ia akan berlari pada babak pertama, Jumat (27/9/2019) dimulai pukul 22.00 WIB. Kompetisi tertinggi cabang atletik ini akan berlangsung di Stadion Internasional Khalifa, yakni stadion multifungsi yang juga akan digunakan untuk penyelenggaraan Piala Dunia FIFA 2022.
Zohri tidak asing dengan arena tersebut. Pelari kelahiran Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat, 1 Juli 2000, itu tiga kali berlomba di lintasan Stadion Khalifa pada Kejuaraan Asia 2019, 21-24 April, yakni di babak pertama, semifinal, dan final. Dari tiga kali berlomba, dia dua kali membuat catatan waktu fantastis, yakni mempertajam rekor nasional Suryo Agung Wibowo dari 10,17 detik menjadi 10,15 detik di semifinal. Rekornas itu kembali dipertajam saat final menjadi 10,13 detik.
Prestasi Zohri tak berhenti di situ. Selepas dari Doha, pelari berusia 19 tahun itu kembali memecahkan rekornas saat berlaga pada Grand Prix Seiko Golden Osaka, Jepang, Mei. Tak tanggung-tanggung, Zohri mempertajam rekornas sebesar 1 detik, menjadi 10,03 detik.
Bagi tim pelatih, sukses Zohri pada Kejuaraan Asia bisa menjadi faktor nonteknis yang menguntungkan pelari bertinggi badan 173 sentimeter itu. Setidaknya, Zohri sudah mengenal betul kondisi lintasan dan suasana perlombaan.
”Mudah-mudahan ini bisa memberikan keuntungan buat Zohri agar bisa kembali meraih hasil yang baik di sana,” ujar pelatih kepala sprint PB PASI Eni Nuraini.
Faktor cuaca
Zohri tinggal perlu menyesuaikan diri dengan kondisi cuaca di Doha. Cuaca Doha saat Kejuaraan Asia berbeda dengan cuaca saat Kejuaraan Dunia yang berlangsung 27 September-6 Oktober. Pada April, suhu Doha berkisar 21-33 derajat celsius. Pada September-Oktober, suhu udara berkisar 25-39 derajat celsius.
Dengan demikian, Zohri harus benar-benar menjaga diri, terutama banyak minum agar terhindar dari dehidrasi. Ia juga harus mewaspadai angin khas kawasan gurun yang dingin menusuk. Apalagi, perlombaan yang akan dijalaninya berlangsung malam hari.
Namun, tim pelatih optimistis dengan kemampuan Zohri beradaptasi dengan lingkungan baru. Zohri telah membuktikan itu ketika mengikuti Kejuaraan Asia dan GP di Osaka. Ia tampak tidak kesulitan menyesuaikan diri dengan situasi Qatar malam hari yang berangin dingin ataupun situasi Jepang pada bulan Mei, yakni bersuhu rata-rata 20 derajat celsius.
Menurut asisten pelatih sprint PB PASI Erwin Renaldo Maspaitella, tim punya kebiasaan melakukan adaptasi lingkungan sesampai di lokasi lomba. Saat tiba, latihan diisi peregangan otot untuk mengantisipasi kelelahan setelah duduk lama di pesawat dan membiasakan diri dengan cuaca setempat.
”Selanjutnya, latihan diisi dengan pematangan persiapan di hal-hal teknis yang masih kurang, seperti Zohri yang terus mematangkan latihan di blok start,” katanya.
Erwin membenarkan anggapan bahwa Zohri cepat beradaptasi dengan lingkungan baru. Ia dua kali mendampingi Zohri berlomba pada Kejuaraan Dunia U-20 2018 di Tampere, Finlandia, Juli 2018 dan GP Seiko Golden 2019.
”Zohri tergolong atlet yang cerdas. Dia cepat belajar dan mengenal kondisi lingkungan yang baru dikunjunginya,” kata Erwin.
Zohri tak gentar menghadapi perlombaan ini. Ia mengaku sangat antusias karena bisa bertemu dan berlomba dengan para pelari terbaik dunia. Selain mengincar target berlari di bawah 10 detik, dia ingin memetik pengalaman dan pelajaran sebanyak-banyaknya di kejuaraan tersebut.
”Saya juga tidak ingin cuma numpang lewat di lomba ini. Makanya, saya terus berlatih keras selama di Jakarta, terutama memperbaiki kelemahan saya di blok start. Saya lebih baik berdarah-darah saat latihan daripada gagal saat lomba,” kata Zohri. (DRI)